Another Part Of Me?

Part 3.29



Part 3.29

0Davine mengangkat tubuh lelaki yang tak bernyawa itu, ia telah merasa bosan jika hanya terus berlari dari kejaran para komplotan yang sedari tadi terus saja menyerangnya itu. Kini Davine bermaksud untuk menjadikan tubuh sang mayat lelaki itu sebagai sarana pertahanan dirinya, ia mengangkat dan memposisikan mayat itu sedemikian rupa hingga membuatnya tersamar di balik tubuh sang mayat.     

Davine mencengkeram kerah baju yang dikenakan sang mayat dengan salah satu tangannya, sedang tangannya yang lain telah bersiap dengan handgun yang telah ia dapatkan dari lelaki malang itu. Saat itu Davine bermaksud untuk segera keluar dari ruangan itu bersama sang mayat yang akan ia jadikan tameng guna melindungi tubuhnya dari tembakan demi tembakan yang akan mengarah ke arahnya.     

Setelah merasa telah siap dengan rencana yang ia buat saat itu, Davine segera berjalan dengan perlahan untuk keluar dari ruangan yang menjadi tempat persembunyiannya saat itu.     

Benar saja, seketika ia menampakkan diri, ketiga lelaki yang tersisa itu segera menghujaninya dengan timah panas yang datang silih berganti. Untungnya tubuh sang mayat yang ia bawa itu sangat berguna baginya, rentetan peluru itu hanya bersarang pada tubuh rekan mereka sendiri. Davine bahkan tertawa kecil mendapati hal itu, ia sangat menikmati situasi menegangkan yang ia rasakan saat itu.     

Dooor ... dooor ... dooor ...     

Tak tinggal diam, Davine segera memberikan serangan balasannya pada salah seorang lelaki yang tengah menembakinya itu. Sial bagi lelaki itu, satu dari tiga tembakan yang saat itu Davine lontarkan, bersarang tepat pada tengkorak kepalanya, membuat lelaki itu seketika terjatuh dan tewas saat itu juga.     

Kemunculan Davine dengan mayat yang ia gunakan sebagai tameng itu sungguh di luar dugaan para komplotan itu, membuat mereka tak sempat mengambil posisi yang baik dalam aksi baku tembak itu. Alhasil posisi mereka sangat terbuka saat itu, membuat Davine dapat dengan mudah memanfaatkannya. Terbukti, cukup hanya dengan tiga tembakan saja ia telah dapat melumpuhkan salah satu dari tiga lelaki yang masih tersisa saat itu.     

Lalu bagaimana nasib dari kedua lelaki lainnya saat itu? Tentu saja tidak jauh beda dari apa yang telah menimpa kedua rekannya yang telah tewas di tangan Davine itu.     

Davine berlari masih dengan mayat salah satu rekan dari kedua lelaki yang sedari tadi tengah mengejarnya itu. Saat di rasa cukup dekat dengan salah satu dari dua lelaki yang saat itu masih terus mencoba menembakinya dengan handgun mereka itu, Davine dengan segera melemparkan tubuh sang mayat lelaki yang ia jadikan tameng itu ke arah salah satu lelaki tersebut. Hal itu tentu membuat lelaki itu terkejut dan kehilangan fokusnya sesaat. Davine yang memang menunggu kesempatan itu tak menyia-nyiakan hal itu, ia segera meraih tubuh lelaki yang berada di depannya itu, menarik salah satu lengannya, dan dengan sangat cekatan memukul pergelangan tangan milik lelaki itu, membuat lelaki tersebut seketika menjatuhkan senjata yang sedang ia pegang.     

Kini Davine berhasil merangkul lelaki itu dari belakang, sedang salah satu tangannya mengunci tangan kiri lelaki tersebut. Davine, ia dengan segera menodongkan handgun miliknya tepat di pelipis lelaki itu. Sedangkan salah satu lelaki lainnya kini juga menodongkan handgun miliknya ke arah Davine.     

Davine segera mengancam lelaki yang saat itu tengah menodongkan handgun ke arahnya itu. Ia mengatakan akan segera menembak lelaki yang kini ia tawan itu jika, sang lelaki yang tengah menodongkan handgun ke arahnya itu tidak segera melepaskan senjatanya.     

Namun tentu saja lelaki itu tidak serta merta langsung menuruti apa yang telah Davine perintahkan saat itu. Ia bersikeras dan tetap bersiaga dengan moncong handgun yang saat itu ia arahkan langsung pada Davine.     

Merasa jengkel, Davine pun segera menembakkan handgun miliknya, namun tidak pada bagian vital bagi lelaki yang sedang ia tawan saat itu, Davine lebih memilih untuk menembakkan pelurunya pada lutut sang lelaki yang sedang ia tawan kala itu. Hal itu bertujuan untuk menegaskan keinginannya.     

Mendapati sebuah timah panas kini bersarang di lututnya, sang lelaki itu segera memohon pada rekannya untuk segera menuruti apa yang Davine perintahkan saat itu. Namun itu bukanlah pilihan yang tepat bagi mereka, sesat ketika lelaki yang sedari tadi tengah menodongkan senjatanya itu mulai meletakan handgun miliknya ke atas lantai, tiba-tiba saja.     

Doooor ... dooor ... dooor ...     

Tiga buah peluru kembali Davine lepaskan, kali ini semua peluru itu bersarang tepat pada area dada lelaki itu, seketika membuatnya terjatuh tak berdaya. Melihat hal itu Davine segera tertawa dengan sangat santai, ia mulai membisikan sesuatu pada satu-satunya lelaki yang kini masih tersisa itu. Sebelum akhirnya ia kembali melepaskan sebuah tembakan yang mengarah tepat pada pelipis lelaki malang itu.     

Doooor ...     

Suara tembakan terakhir itu mengakhiri hidup lelaki terakhir dari keempat lelaki yang awalnya sedang memburunya itu.     

"Bukankah ini menyenangkan?" ujar Davine girang, ia tertawa sejadi-jadinya saat itu.     

Davine menghempas tubuh lelaki yang telah tak bernyawa itu dengan sangat kasar pada lantai bangunan, ia tak langsung pergi dari tempat itu. Saat itu ia terlihat seperti mencari sesuatu pada setiap bagian tubuh dari keempat mayat lelaki yang telah ia bunuh itu. Davine segera menanggalkan pakaian yang saat itu tengah keempat lelaki itu kenakan satu per satu.     

Entah apa yang tengah ia cari saat itu, Davine terlihat membolak-balikkan tubuh dari keempat mayat lelaki itu. Betapa terkejutnya ia mendapati beberapa tato yang entah apa maksud dari tato-tato yang terdapat pada setiap mayat dari keempat lelaki tersebut.     

Keempat mayat lelaki itu memiliki sebuah persamaan yang cukup menarik perhatian Davine, di setiap tubuh mayat-mayat tersebut, entah mengapa mereka memiliki sebuah tato yang bertuliskan bilangan romawi pada salah satu bagian dari tubuh keempat mayat lelaki itu, walau nyatanya letak dari tato-tato tersebut tidaklah sama.     

Dua dari keempat mayat lelaki itu, mereka memiliki sebuah tato berukuran kecil yang bertuliskan angka dua dalam bilangan romawi, sedang dua lainya juga memiliki tato yang sama, namun dengan bilangan yang berbeda, dua mayat lainya itu memiliki angka tiga dalam bilangan romawi yang tercetak di salah satu bagian tubuh mereka.     

"Sialan!" maki Davine kesal mendapati hal itu.     

******     

Davine terbangun dengan tubuh yang hampir di penuhi keringat yang membasahi di sekujur tubuhnya, sedang kepalanya terasa begitu sakit saat itu. Ia masih bisa merasakan adrenalin yang tertinggal sebab dari mimpi yang baru saja ia alami. Entah mengapa mimpi itu terasa begitu nyata baginya.     

Davine masih menggenggam erat kepalanya, ia tak mengerti apa maksud dari mimpi yang baru saja ia alami itu. Apakah itu adalah salah satu dari potongan ingatannya yang kian menghilang dari memorinya, atau malah itu hanya kembang tidur biasa, pikirnya.     

Namun yang menjadi perhatiannya adalah keempat tato yang ia temukan pada mayat lelaki yang ia bunuh dalam mimpi itu. Entah mengapa ia merasa sangat kesal saat mendapati tato-tato tersebut tercetak jelas pada bagian-bagian berbeda dari setiap mayat lelaki yang ia bunuh di dalam mimpinya itu, dan mengapa pula ia merasa sangat kesal saat mendapati hal tersebut. Davine, lelaki itu masih saja belum mengerti akan arti dari keempat tato yang ia temukan di dalam mimpinya itu.     

Davine masih terus berusaha mengingat bentuk keempat tato yang ia dapati dalam mimpinya itu, dua tato itu bertuliskan angka dua dalam bilangan romawi, sedang dua lainya bertuliskan angka tiga dalam bilangan romawi pula. Tato itu di tempatkan pada bagian-bagian tubuh yang cukup tersembunyi dari para lelaki itu, seolah itu adalah hal yang tidak boleh dilihat sembarang orang. Jelas sekali ada makna dibalik tato-tato tersebut. Karena pada dasarnya tato adalah seni yang di tuangkan seseorang pada tubuhnya sebagai cara mereka mengekspresikan diri mereka, setidaknya kebanyakan orang yang memiliki hal itu akan cenderung menempatkannya pada bagian-bagian tubuh yang tidak begitu tersembunyi, walau ada juga sebagian yang menempatkan hal tersebut pada titik-titik tertentu dengan berbagai pertimbangan mereka masing-masing.     

Namun berbeda dari apa yang Davine temukan dari keempat mayat lelaki yang telah ia bunuh di dalam mimpinya itu, mereka menempatkan tato itu pada bagian-bagian yang rasanya tidak masuk akal, entah mengapa mereka seolah dengan sengaja menempatkan tato-tato yang mereka miliki pada lipan-lipatan yang terdapat di bagian tubuh mereka, seperti tepat pada lipatan ketiak, di antara selangkangan dan lipatan tepat di antara bokong mereka. Bukankah itu adalah hal yang sangat janggal, pikir Davine.     

Satu hal yang dapat Davine cerna akal hal itu adalah, mereka dengan sengaja berusaha menyembunyikan tato miliknya itu agar tidak terlihat oleh orang lain, lantas apa maksud dan tujuan mereka hingga memutuskan untuk memiliki sebuah tato yang nyatanya mereka sendiri tak ingin ada satu pun orang lain yang dapat melihatnya. Memikirkan hal tersebut membuat Davine termenung dalam tanda tanya itu sendiri.     

"Hey, kau baik-baik saja?" tegur Lissa mendapati Davine yang sedang termenung di atas satu-satunya tempat tidur yang ada di pondok itu.     

Kedatangan Lissa pada kamar itu tak seketika menyadarkan Davine dari lamunannya, ia bahkan tak mendengar apa yang baru saja Lissa katakan sebelumnya.     

"Davine, aku bertanya, apa kau baik-baik saja?" tambah Lissa.     

"Apa kau tak mendengarkanku!" tambahnya lagi.     

Melihat tingkah Davine saat itu, Lissa mengerti jika lelaki itu baru saja mendapati sesuatu, walaupun ia sendiri masih tidak tahu apa itu.     

"Ya, aku baik-baik saja, aku hanya sedikit mengalami sebuah mimpi buruk!" jelas Davine.     

"Yeah ... aku rasa itu sebuah mimpi buruk!" tambahnya lagi, jelas sekali jika lelaki itu masih tidak dapat membenarkan jika mimpi yang ia alami memanglah hanya sebuah mimpi buruk semata.     

"Lissa, apa kau tahu kabar yang sedang terjadi di kota saat ini?" tanya Davine.     

"Maksudku, apakah ada kasus pembunuhan, atau penemuan mayat yang baru-baru ini terjadi di kota itu?" tambahnya lagi. Ia hanya ingin memastikan jika pembunuhan yang ia lakukan di dalam mimpinya itu tidaklah nyata.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.