Another Part Of Me?

Part 3.35



Part 3.35

0Annie datang dengan terburu, nafasnya bahkan terdengar sangat terengah-engah saat itu.     

"Maafkan aku, apa kau sudah lama menunggu?" tanya Annie, masih dengan nafasnya yang sedikit terengah.     

"Apa kau baik-baik saja?" Davine balik bertanya, lelaki itu bahkan sedikit mengerutkan keningnya.     

"Yeah, aku baik-baik saja, hanya saja aku ada sedikit urusan yang harus aku lakukan, itu saja!" jawab Annie, wanita itu berusaha meyakinkan Davine, jika saat itu ia memang sedang baik-baik saja.     

"Baiklah, aku mengerti," tanggap Davine.     

Seperti biasa, waktu mereka kembali mereka habiskan hanya untuk sekedar bercerita satu sama lain. Entah mengapa rasanya percakapan di antara mereka seolah tidak pernah ada habisnya, mereka bahkan bisa membahas suatu hal kecil sampai berjam-jam lamanya. Hanya di depan Annie, Davine bisa menjadi pribadi yang sangat terbuka seperti itu. Annie, wanita itu benar-benar selalu dapat memberikan sebuah kenyamanan yang tak dapat dijelaskan bahkan oleh Davine sendiri.     

Di tengah percakapan mereka, Davine menyadari ada sesuatu yang seolah berusaha Annie tutupi darinya. Bukan dari perkataan, namun dari gerak tubuh yang saat itu tanpa sadar wanita itu perlihatkan. Ia seolah berusaha menutupi bagian dari lengan kirinya dengan sweater yang sedari tadi ia bawa. Davine yang melihat hal itu kian bertanya apa sebenarnya yang sedang berusaha Annie tutupi darinya kala itu.     

"Kau yakin jika kau baik-baik saja?" tanya Davine lagi.     

"Apa terjadi sesuatu padamu?" tambahnya.     

"Ya, aku baik-baik saja. Mengapa kau menanyakan hal itu secara berulang-ulang?" jawab Annie, namun gestur wanita itu berkata lain.     

Davine menarik nafasnya panjang, ia tahu jika wanita itu sedang berbohong. Sedangkan Annie, ia dengan segera berusaha kembali mengalihkan pembicaraan itu. Sangat terlihat jika ia tampak sedang menutupi sesuatu.     

Keesokan harinya, Annie kembali terlambat untuk menepati janji temu yang biasa mereka lakukan di hutan itu. Davine yang saat itu tengah menunggunya semakin dibuat bertanya-tanya dengan apa yang sedang terjadi pada wanita itu, ia khawatir jika Annie sedang dalam masalah dan jelas wanita itu berusaha menutupi hal itu darinya.     

Sebagai sahabatnya, tentu saja hal itu kian menjadi pikiran tersendiri bagai Davine, bagaimanapun juga ia telah berjanji pada dirinya sendiri jika ia akan melindungi Annie dari apa pun yang berusaha mengusiknya. Hal itu juga ia lakukan sebagai cara baginya untuk menebus kesalahan yang pernah ia lakukan pada Annie sewaktu kecil dulu.     

Annie datang dengan senyum lebar di wajahnya, ia mengatakan jika belakangan ini banyak sekali tugas yang harus ia selesaikan, karena hal itu pula ia kembali datang terlambat hari itu. Namun Davine yang cukup jeli, dapat melihat jika senyum yang tercetak di wajah wanita itu adalah palsu. Davine juga dapat melihat sembab di mata Annie saat itu, jelas sekali jika wanita itu baru saja habis menangis.     

Davine segera mendekati Annie dan segera memeluknya, Annie yang mendapat perlakuan itu hanya bisa tersenyum dan berbisik kecil pada Davine, wanita itu tahu jika saat ini Davine sedang mencemaskannya.     

"It's okey. Aku baik-baik saja, percayalah," bisik Annie, wanita itu segera membalas pelukan Davine dengan hangat.     

"Katakan padaku, aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja. Please, jangan berbohong padaku!" mohon Davine, lelaki itu kini mendekap Annie semakin erat.     

"Tak ada yang perlu kau khawatirkan. Percayalah aku baik-baik saja!" ujar Annie, wanita itu membelai lembut rambut ikal milik Davine, ia berusaha membuatnya sedikit lebih tenang saat itu.     

Semakin hari kecurigaan Davine semakin kian menjadi. Dalam satu kesempatan ia sempat kembali mendapati sebuah lebam yang terdapat pada salah satu lengan sahabatnya itu. Meski Annie telah berusaha menutupinya, namun Davine, lelaki itu selalu saja dapat menyadari hal tersebut.     

Davine yang mendapati hal itu tidak dengan serta-merta berusaha langsung menanyakan perihal apa yang sebenarnya telah terjadi pada sahabatnya itu, ia tahu jika saat itu Annie tak akan pernah menjawab pertanyaan itu dengan benar.     

Mengingat Annie yang seolah berusaha dengan sangat keras untuk menutupi apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirinya, Davine mengambil keputusan untuk secara diam-diam menyelidiki hal itu tanpa sepengetahuan Annie. Ia sangat yakin jika saat itu sahabatnya memang sedang tidak baik-baik saja.     

Hari kembali berganti, saat itu Davine dengan sengaja bolos dari kegiatan sekolahnya, hari itu ia berniat untuk mengamati bagaimana aktivitas yang dilakukan Annie di sekolah wanita itu.     

Jarak antar sekolah mereka tidaklah cukup jauh, hanya memerlukan sekitar 15 menit bagi Davine untuk dapat sampai ke sekolah Annie saat itu. Hari itu tidak banyak yang bisa Davine lakukan, ia hanya bisa mengamati sekolah itu dari luar saja, tentu akan sangat menarik perhatian jika ia yang merupakan murid sekolah lain tiba-tiba masuk ke sekolah tersebut, mengingat seragam yang mereka kenakan juga terlihat sangat berbeda.     

Saat itu Davine melakukan penyamaran dengan mengenakan jaket dan sebuah topi berwarna hitam untuk menutupi penampilannya. Lelaki itu sengaja nongkrong di sebuah warung yang terletak hanya beberapa meter jaraknya dari pagar sekolah Annie.     

Tepat seperti dugaannya, ketika jam istirahat tiba, akhirnya ia dapat melihat keberadaan Annie di sekolah itu. Saat itu Annie terlihat sedang berjalan bersama beberapa teman wanitanya untuk menuju sebuah kantin yang terdapat di belakang bangunan sekolah itu. Davine yang melihat hal itu segera bergerak dan mencoba mengamati apa yang saat itu sedang Annie lakukan. Namun sama halnya dengan anak-anak lainya, Davine tidak mendapati adanya hal yang aneh dari Annie saat itu. Semua terlihat baik-baik saja, Annie layaknya siswi pada umumnya, ia bahkan terlihat sangat menikmati waktu istirahat yang ia habiskan bersama teman-teman wanitanya itu.     

Mendapati tidak adanya hal yang aneh dari Annie, Davine merasa sedikit lega saat itu. Ia juga tidak menemukan adanya bullying yang mungkin saja dilakukan oleh teman-teman terhadap Annie saat itu. Lantas hal apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Annie, jika kehidupan sekolahnya berjalan dengan sangat baik, lalu apa yang menyebabkan wanita itu kian terlihat tertekan dalam beberapa waktu terakhir dan seolah berusaha menyembunyikan sesuatu dari Davine. Belum lagi sebuah memar yang terdapat di salah satu lengan wanita itu, tentu hal itu juga menjadi pertanyaan besar bagi Davine, apakah wanita itu tengah mendapat tindak kekerasan, namun oleh siapa? Pikir Davine.     

Davine yang hari itu merasa tidak ada yang janggal dari setiap aktivitas maupun orang-orang yang berada di sisi Annie, memutuskan untuk mengakhiri pemantauannya. Dalam hatinya, lelaki itu berdoa agar hal buruk yang ia pikirkan saat itu hanyalah sebatas perasaannya yang berlebih saja.     

Davine menghabiskan sisa waktunya saat itu untuk sekedar bersantai di dalam hutan yang menjadi markas mereka. Ia menatap ke arah rumah pohon yang telah mereka buat, sesuai janjinya, ia masih tidak boleh untuk memasuki rumah pohon itu hingga nanti ia benar-benar lulus dari masa SMA-nya. Walau lelaki itu cukup di buat penasaran dengan kejutan seperti apa yang Annie janjikan di dalam rumah pohon tersebut. Tidak ingin melanggar janji yang ia buat dengan sahabatnya itu, Davine sekuat tenaga berusaha menahan rasa ingin tahunya, sebagai laki-laki ia lebih memilih untuk menepati janjinya itu.     

Waktu berlalu, namun Annie tak jua kunjung tiba, seharusnya itu adalah jam di mana mereka biasanya berkumpul di tempat itu. Davine, lelaki itu semakin merasakan khawatirannya akan sahabatnya itu.     

Banyak hal yang menjadi pikiran Davine saat itu, dalam hati kecilnya, sebenarnya lelaki itu cukup takut jika suatu saat Annie akan meninggalkannya, bagaimanapun juga, selama ini Davine terlalu bergantung pada Annie. Ia bahkan masih tidak memiliki teman yang bisa diajaknya bercanda gurau seperti halnya bersama Annie, teman-teman sekolahnya juga hanya sebatas bertegur sapa dengannya saja. Ia bahkan bisa dibilang sebagai siswa yang sangat penyendiri di kalangan teman-teman sekolahnya.     

Kenyataannya, sampai saat ini pun Davine masih saja kesulitan dalam hal bergaul, ia cukup kikuk ketika harus berhadapan dengan orang banyak, walau nyatanya Davine sendiri cukup populer di kalangan teman-teman wanita di sekolahnya. Tidak dapat dipungkiri paras dan perawakan lelaki itu memang mampu membuat setiap wanita yang melihatnya dengan seketika akan menaruh perhatian lebih pada lelaki itu, terutama bagi mereka yang harus bertatapan langsung dengan mata berwarna biru yang sangat indah miliknya itu.     

Davine sendiri bukanya tidak tertarik untuk berpacaran seperti anak-anak SMA pada umumnya. Hanya saja tampaknya ia terlalu fokus pada hubungan persahabatan yang ia jalin bersama Annie selama ini, hingga membuatnya kurang menaruh perhatian pada wanita-wanita yang kerap berusaha mendekatinya. Davine bahkan masih tidak mengerti apa itu arti cinta yang sebenarnya. Apakah itu rasa ingin memiliki dan melindungi sesuatu dengan sepenuh hati, atau malah itu hanya sebuah keserakahan di mana sebuah keegoisan akan sesuatu yang menjadi obsesinya semata.     

Waktu semakin berlalu, kini mentari telah berada di ufuk barat, sedang Annie, wanita itu masih tak kunjung menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Davine yang masih berusaha untuk mempercayai janji yang telah mereka buat semasa kecil itu, masih belum menyerah, ia yakin jika wanita itu akan datang dan menepati janjinya, di mana mereka akan selalu bertemu di tempat itu setiap harinya. Namun seakan dihantam sebuah ombak yang sangat besar, kini tembok keyakinan itu perlahan mulai memudar, Annie, wanita itu tak kunjung datang.     

Hari mulai gelap, Davine dengan langkahnya yang terasa berat mulai meninggalkan hutan itu. Hatinya terasa bercampur aduk. Bagaimana tidak, itu adalah kali pertama bagi Annie melanggar janji yang telah mereka buat sejak semasa kecil itu. Rasa kecewa tentu kian bersarang di hati lelaki itu, namun ia juga tahu jika Annie bukan wanita yang dapat dengan mudah melanggar janji yang ia buat sendiri. Davine tahu, pasti ada sesuatu yang telah terjadi pada sahabatnya itu, entah hal apa itu, namun Davine yakin jika itu bukanlah hal yang mudah untuk wanita itu atasi sendiri.     

Untuk terakhir kalinya Davine menatap rumah pohon itu, ia berjanji dalam hatinya jika ia tak akan menyerah begitu saja, ia harus tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi pada sahabatnya itu. Bahkan jika ia harus menguntit wanita itu di setiap harinya, maka hal itu akan ia lakukan. Ia hanya berharap jika sahabatnya itu baik-baik saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.