Another Part Of Me?

Part 3.36



Part 3.36

0Annie berlari ke arah Davine, tak seperti kemarin, akhirnya wanita itu kembali datang untuk menepati janji mereka. Davine yang melihat kedatangan Annie segera merasakan sebuah kebahagiaan tersendiri, ia pikir hari itu Annie tidak akan datang seperti kemarin, yang tentunya menyisakan sebuah kekecewaan kecil di dalam hatinya. Namun tidak untuk kali ini, sebuah senyum tampak terlukis di wajah Davine, ia benar-benar merasa sedikit tenang sebab sahabatnya itu kembali untuk menepati janji yang telah mereka buat.     

"Maafkan aku!" ujar Annie.     

"Kau pasti menungguku kemarin," tambahnya lagi.     

"Ada sesuatu yang sangat penting sehingga membuatku tak bisa datang kemarin. Aku benar-benar minta maaf!" mohon wanita itu pada Davine.     

Davine tidak menjawab perkataan yang Annie ucapkan saat itu, ia lebih memilih menatap lekat mata sahabatnya itu, ia benar-benar bersyukur karena wanita itu terlihat baik-baik saja.     

"Hey, apa kau marah, mengapa kau tak menjawabku?" Annie tampak mulai gelisah, ia tahu jika ia sudah melakukan suatu kesalahan pada lelaki itu.     

"Aku tidak tahu apakah aku marah atau tidak padamu, namun kau benar-benar membuatku khawatir!" tegas Davine.     

"Kau lihat kan, aku baik-baik saja. Aku benar-benar tidak bisa datang karena ada sesuatu yang sangat penting yang harus aku lakukan!" jelas Annie.     

Annie menyodorkan tubuhnya untuk dijamah Davine, ia bahkan sedikit menggoda lelaki itu dengan tingkah centilnya.     

"Apa kau menggodaku?" Davine menatap lekat tubuh milik Annie. Wanita itu memiliki tubuh yang sangat proporsional, membuatnya hanya bisa menelan liurnya kala itu.     

Annie menahan tawanya, ia tahu jika saat itu ia sudah mulai keterlaluan. Davine yang menyadari hal itu segera berusaha meraih tubuh Annie, sedang Annie segera menghindar dari sentuhan tangan lelaki itu. Annie, wanita itu segera berlari dan menertawakan Davine. Sedangkan Davine, tentu ia segera mengejar dan berusaha menangkap sahabatnya itu. Suasana seketika berubah, tawa di antara mereka pecah seketika.     

Davine berhasil menangkap Annie, ia mendaratkan jari-jemarinya pada perut wanita itu, Annie tertawa girang dan berusaha kembali melepaskan dirinya, sesaat ketika wanita itu terlepas dari rangkulan Davine, tanpa sengaja ia terjatuh sebab kakinya tersandung sesuatu. Davine berusaha meraih wanita itu, namun sial ia tak dapat meraih tubuh Annie yang saat itu telah berada cukup jauh darinya.     

"Astaga, kau tak apa-apa?" Davine segera menghampiri wanita itu, ia cukup khawatir akan keadaan sahabatnya itu.     

Annie tampak memegangi pergelangan kakinya, tampaknya kaki wanita itu terkilir karena kecerobohan dan ulahnya sendiri. Annie meringis kesakitan saat itu, sedang Davine, ia segera meraih salah satu kaki Annie yang sedang terkilir itu.     

Davine segera berusaha membuka sepatu yang Annie kenakan saat itu, ia harus memeriksa seperti apa keadaan kaki wanita tersebut. Annie yang awalnya tidak keberatan akan hal itu segera menghentikan Davine ketika lelaki itu beralih untuk melepaskan kaos kaki seukuran lutut yang ia kenakan.     

"Hentikan, aku sudah baik-baik saja sekarang!" titah Annie.     

Davine yang merasa heran dengan perubahan sikap yang saat itu Annie tunjukan, tentu membuatnya merasa sangat penasaran. Davine memicingkan matanya pada wanita itu, ia bersikeras untuk tetap memeriksa bagaimana keadaan pergelangan kaki wanita itu secara langsung. Annie yang juga bersikeras jika saat itu ia telah baik-baik saja, membuat Davine tanpa sengaja sedikit membentak wanita tersebut. lelaki itu marah karena saat itu ia benar-benar sangat mengkhawatirkan keadaan sahabatnya itu.     

Annie yang merasa ia tak dapat berbuat apa-apa lagi hanya bisa menundukkan wajahnya dan berusaha menghindari dari tatapan Davine saat itu, walau nyatanya ia tahu jika lelaki itu hanya tengah mengkhawatirkannya saja.     

Davine segera menarik kaos kaki yang menutupi hampir sebagian dari kaki wanita itu, sedang Annie, ia hanya bisa pasrah dan menuruti apa yang Davine inginkan saat itu. Sesaat tubuh wanita itu mulai gemetar, ia bahkan meringkuk dan seolah berusaha memeluk tubuhnya sendiri. Samar terlihat wanita itu mulai meneteskan air matanya. Bukan karena rasa sakit yang dialaminya saat itu, melainkan karena ada hal lain yang saat itu tengah berusaha ia sembunyikan dari Davine.     

Davine sedikit tersentak, ia seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat sesaat setelah kaos kaki milik Annie itu ia tanggalkan. Davine meraba kaki itu penuh rasa iba, ia mendapati beberapa luka memar tercetak di sana, jelas itu bukan memar yang disebabkan oleh terjatuhnya Annie saat itu, memar itu seolah memang sudah berada di sana jauh sebelum kejadian itu terjadi.     

Tubuh Annie tak henti-hentinya bergetar, sedang Davine, lelaki itu masih terdiam mencoba memahami apa yang tengah terjadi pada Annie saat itu. Itu bukan kali pertamanya melihat memar pada tubuh Annie, beberapa waktu yang lalu ia juga sempat mencuri pandang pada sebuah memar yang terdapat pada salah satu lengan yang wanita itu coba tutupi.     

Annie menarik kakinya, ia tak ingin Davine melihat hal itu, ia bahkan mulai menangis tersedu saat itu. Namun Davine dengan segera menahannya, lelaki itu dengan lembut segera mengurut pergelangan kaki Annie yang saat itu tengah terkilir. Davine terus berusaha bersikap seolah semua baik-baik saja, walau dalam hatinya ia sangat merasa murka karena melihat beberapa memar yang tercetak jelas di kaki sahabatnya itu. Jelas sekali jika itu adalah perbuatan seseorang yang mungkin saja dengan sengaja menganiaya wanita itu, pikirnya.     

Annie masih saja terus menangis, wanita itu masih enggan mengatakan apa yang sebenarnya tengah terjadi padanya saat itu. Namun Davine, lelaki itu cukup peka, ia berusaha sebisa mungkin tidak menunjukkan kecemasannya di depan sahabatnya itu, walau hatinya seolah sedang terbakar karena amarahnya yang begitu meluap-luap mendapati hal itu.     

Mereka terdiam, hanya isak tangis yang kini terdengar di tempat itu, tidak hanya Annie, saat itu Davine juga turut menangis, ia tidak bisa menahan perasaannya sendiri ia marah dan sedih di saat yang bersamaan, ia bahkan seolah tak dapat menyikapi apa yang ia rasakan saat itu dengan baik.     

Hari itu mereka tak banyak berbicara satu sama lain. Mereka hanya saling menatap tanpa bisa mengatakan sesuatu untuk mereka ungkapkan, perasaan hati saling bertaut, namun jelas ada sebuah rahasia yang Annie sembunyikan dari lelaki itu. Sedangkan Davine, tentu ia tidak bisa hanya tinggal diam melihat apa yang telah terjadi pada sahabatnya itu.     

Setelah kejadian itu hubungan di antara mereka kian menjadi semakin renggang, bukan karena Davine yang menginginkan hal itu, ia bahkan telah berusaha sebisa mungkin untuk membuat keadaan di antara mereka seolah baik-baik saja, namun tidak dengan Annie, wanita itu lebih memilih untuk terus menghindar dari Davine, membuat lelaki itu merasa jika ia telah melakukan suatu kesalahan terhadap wanita itu.     

Tidak mempunyai pilihan lain, Davine mau tidak mau harus mencari tahu tentang apa sebenarnya yang sedang terjadi pada sahabatnya itu. Saat itu Davine memutuskan untuk kembali mengawasi Annie secara diam-diam, ia benar-benar merasa sangat penasaran dengan apa yang coba wanita itu sembunyikan darinya, siapa yang telah menganiaya wanita itu, dan apa pula sebab wanita itu terlihat enggan untuk memberitahukan apa yang tengah terjadi padanya, bahkan pada Davine yang merupakan sahabatnya sendiri. Jelas ada sesuatu yang harus lelaki itu luruskan tentang sahabatnya itu. Ia tidak akan tinggal diam melihat sahabatnya itu terluka, ia akan melakukan hal apa pun untuk melindunginya, bahkan jika ia harus melakukan hal keji sekalipun, sumpah Davine pada dirinya sendiri.     

Dalam suatu kesempatan, Davine mendapati Annie yang sedang berbincang dengan salah seorang lelaki di belakang gedung sekolahnya, lelaki itu tampak sedang berbicara dengan sangat serius pada wanita itu. Davine yang saat itu hanya bisa mengawasi mereka dari kejauhan tak dapat mendengar apa yang sedang mereka perbincangkan saat itu. Namun di satu kesempatan lelaki itu terlihat tampak sedikit membentak sahabatnya itu. Davine yang melihat hal itu segera naik pitam di buatnya, namun sekali lagi ia masih berusaha bersabar, karena tak mungkin ia muncul begitu saja di tempat yang tidak seharusnya menjadi tempatnya berada. Hal itu jelas hanya akan membuat Annie mengetahui jika saat itu ia sedang mengawasinya saja.     

Percakapan antara Annie dan lelaki itu tampak mengalami jalan buntu. Annie yang sudah terlihat sangat enggan segera mengakhiri dan meninggalkan lelaki itu begitu saja. Sedang lelaki itu masih terlihat sangat kesal, ia bahkan beberapa kali menendang beberapa batu kecil yang berada di antara kedua kakinya untuk melampiaskan hal tersebut.     

Davine memicingkan matanya, ia mencoba mengingat postur dan wajah lelaki itu, tampaknya ia berniat untuk sedikit memberikan pelajaran pada lelaki itu. Davine, saat itu ia memang sedang tak dapat berpikir dengan jernih. Semenjak Annie yang mulai menghindar darinya entah mengapa ia merasa menjadi sedikit temperamental.     

Davine yang telah memperhatikan gerak-gerik lelaki itu bermaksud untuk menemuinya di saat jam sekolah itu berakhir nanti. Ia berniat untuk mencari tahu apa sebenarnya hubungan Annie dengan lelaki tersebut, apakah lelaki itu juga yang memberikan beberapa memar yang tercetak di tubuh sahabatnya itu.     

Di saat jam sekolah itu berakhir, Davine segera mencari lelaki yang beberapa waktu lalu itu terlihat sedang berbincang dengan Annie, tidak butuh waktu lama baginya untuk segera menemukan lelaki itu. Davine berjalan dengan perlahan di belakang lelaki itu, ia masih mencari waktu dan situasi yang tepat untuk dapat menemui lelaki itu. Namun bukanya memilih untuk menanyakan hal itu dengan baik-baik, nyatanya Davine lebih memilih cara lain saat itu.     

Saat itu mereka telah berjalan cukup jauh dan meninggalkan keramaian. Davine yang sedari tadi berjalan di belakang lelaki itu segera mempercepat langkah kakinya. Di rasa tempat itu cukup sepi dan tak ada satu pun orang lain yang berada di tempat itu selain mereka berdua, Davine dengan segera meraih dan menjambak rambut lelaki itu dari belakang. Sang lelaki yang menerima tindakan yang sangat tiba-tiba dari Davine itu tentu merasa sangat kaget dibuatnya. Namun Davine yang saat itu seolah tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tidak memberikan kesempatan sedikit pun bagi lelaki itu untuk melakukan perlawanan, Davine dengan gilanya segera menarik lengannya yang saat itu tengah menjambak rambut lelaki itu, membuat lelaki itu dengan segera terhempas dan jatuh seketika.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.