Another Part Of Me?

Part 3.38



Part 3.38

0Davine kembali menunggu kedatangan Annie di sebuah pondok yang seharusnya menjadi markas mereka itu, namun seperti hari-hari sebelumnya, hari itu pun tampaknya Annie tak kunjung datang ke tempat itu.     

Semenjak kejadian di mana Davine mendapati beberapa memar yang terdapat di salah satu kaki wanita itu, entah mengapa semakin hari Annie seolah semakin menjauh darinya. Davine bahkan tidak tahu apa yang menjadi penyebab hal itu, apa yang membuat Annie mendapatkan beberapa memar di bagian tubuhnya itu, dan mengapa pula wanita itu kini seolah berusaha menjauh darinya. Davine bahkan tidak tahu di mana letak kesalahannya.     

Setelah kejadian itu mereka bukannya tidak pernah bertemu. Sekali waktu Davine dan Annie pernah bertemu ketika wanita itu baru saja pulang dari sekolahnya, tentu hal itu karena Davine memang dengan sengaja menunggunya dan bermaksud menemui wanita itu karena dalam dua hari terakhir, Annie tidak kunjung menepati janjinya untuk bertemu dengannya di hutan itu lagi.     

Saat pertemuan itu, jelas sekali terlihat ada sebuah kegelisahan yang Annie tunjukan ketika mereka bertemu. Annie beralasan jika dalam beberapa hari belakangan itu ia memang tengah sangat sibuk dengan banyaknya tugas sekolah yang harus ia selesaikan. Tentu itu hanyalah kebohongan wanita itu semata, tampaknya ia hanya ingin sekedar menjauh dari lelaki itu saja.     

Davine yang tidak dapat berbuat banyak akan hal itu, mau tidak mau hanya bisa pasrah dan melihat Annie yang semakin hari terasa semakin menjauh darinya. Ia tak bisa memaksakan untuk terus bisa bersama, jika itu sendiri adalah kehendak dari Annie seorang. Hati Davine benar-benar terasa begitu sakit, ia yang selama ini begitu bergantung pada wanita itu, kini harus dengan mau tidak mau menerima kenyataan jika sahabatnya itu memang lebih memutuskan untuk menjauh darinya. Walau pun ia juga tahu, pasti ada alasan kuat mengapa Annie mengambil keputusan tersebut. Ia kenal benar seperti apa wanita itu, Annie bahkan tidak meninggalkannya ketika dulu Davine pernah membuat wanita itu celaka karena ulahnya sewaktu kecil. Lalu apa alasan di balik keputusan yang Annie buat saat ini, pikir Davine.     

Menghilangnya Annie dari kehidupan Davine saat itu, kian memberikan dampak yang begitu signifikan bagi keadaan mental lelaki itu. Ia mulai tak dapat mengontrol emosinya, tak banyak hal kecil yang biasanya tidak begitu membuatnya terganggu kini seolah sangat berdampak baginya. Davine, lelaki itu mulai menjadi temperamental belakangan ini. Jelas sekali terasa ada sebuah kekosongan yang kian begitu terasa di dalam hatinya semenjak menghindarnya Annie dari kehidupannya belakangan ini.     

Secara berkala kini Davine selalu mendapat kabar dari Kevin, lelaki yang kini ia jadikan mata-mata guna mengawasi setiap pergerakan Annie di sekolahnya. Ia adalah lelaki yang beberapa hari lalu Davine beri pelajaran karena telah berusaha mendekati sahabatnya itu. Kevin merupakan kakak kelas dari Annie, ia berada satu kelas di atas mereka berdua. Tampaknya Kevin memang tidak begitu ahli dalam hal bertarung, tidak seperti Davine yang memang sedari kecil seolah harus bertahan hidup dengan cara bertarung bahkan hanya demi dapat bertahan hidup lebih lama di yayasan tempatnya tinggal sewaktu ia kecil dulu, ia harus saling menginjak satu sama lain.     

Di sisi lain, tampaknya Kevin cukup berbakat dalam hal menjadi seorang mata-mata guna mengawasi setiap pergerakan Annie. Lelaki itu juga dengan sigap selalu memberikan kabar terkini pada Davine tentang bagaimana kehidupan sekolah wanita itu. Ia juga melaporkan adanya beberapa lelaki yang tampak berusaha mendekati Annie saat itu. Sama halnya seperti yang Kevin alami sebelumnya, Davine, lelaki itu juga memberi sedikit pelajaran yang cukup keras pada lelaki lelaki yang mencoba mendekati sahabatnya itu. Tentu saja dengan sebuah bogem mentah yang sangat menyakitkan miliknya itu.     

Semakin hari Davine menjadi semakin egois, ia tidak ingin ada satu pun lelaki yang mendekati sahabatnya itu selain dirinya. Bagi Davine, Annie adalah segalanya. Ia bahkan akan melakukan apa pun agar tak ada yang dapat memiliki wanita itu selain dirinya. Ia sangat serakah.     

******     

Seolah melompati waktu, kini Davine dan Annie telah berada di penghujung tahun kedua masa SMA-nya, sedang keadaan di antara mereka masih belum ada perubahan, seperti dulu Annie masih saja terus berusaha menghindar dari Davine.     

Davine berjalan menuju hutan di mana ia mendirikan rumah pohon kecil itu bersama Annie. Kini tempat itu terasa tak begitu indah seperti dulu. Tempat yang harusnya penuh dengan kehangatan itu seolah berubah dan menjadi tempat yang begitu sunyi. Tidak ada lagi canda tawa yang biasa menggema di tempat itu, tidak ada lagi tingkah Annie yang selalu bisa membuatnya tersenyum, tidak ada lagi tatapan mata penuh arti dari wanita itu. Davine, lelaki itu sangat merindukan sosok Annie untuk berada di sisinya.     

Davine menangis seorang diri di tempat itu, ia tak dapat merasakan sedikit pun perasaan hangat yang selalu ia dapatkan ketika sedang bersama sahabatnya itu, membuatnya perlahan kembali pada sifat buruknya, ia tak lagi melihat dunia dengan sisi baik yang ada di dalam dirinya. Davine, terlihat jelas mata lelaki itu kini tampak kosong dan begitu dingin.     

Di tengah kesendiriannya itu, tiba-tiba Davine mendengar samar suara langkah kaki yang rasanya tidak jauh dari tempatnya berada saat itu. Davine segera melayangkan pandangannya ke arah sumber suara tersebut. Ia sangat yakin jika saat itu ia tengah mendengar suara langkah kaki, walau itu hanya terdengar di ujung telinganya saja.     

Davine segera bangkit dari tempatnya, lelaki itu dengan sigap mencoba mencari tahu siapa yang berada di balik sumber suara itu. Ia tahu jika itu bukan sebuah langkah yang berasal dari hewan, jelas sekali itu adalah langkah manusia yang seolah-olah memang sedang berjalan dengan mengendap-endap.     

Davine segera membelah beberapa ranting yang menjadi penghalang baginya untuk menuju sumber suara itu dengan kedua tangannya. Bagaimana bisa ada orang lain yang mengetahui tempat itu, karena selama ini hanya ia dan Annie seorang lah yang pernah dan selalu mengunjungi tempat itu. Bukan hanya itu, Annie juga memilih tempat itu bukan karena tanpa alasan. Menurut Annie tempat itu adalah tempat yang paling aman untuk di jadikan markas mereka, karena pada dasarnya para warga memang enggan untuk menjamah hutan itu karena rumor yang mengatakan jika lokasi yang mereka pilih itu adalah sebuah hutan yang sangat angker di kalangan warga sekitar. Hal itu pula yang membuat mereka tak pernah mendapati seorang pun yang mengunjungi tempat itu selain mereka berdua.     

Davine yang memang tidak terlalu mempercayai hal-hal gaib tentu saja berpikir sama dengan Annie. Itulah sebabnya yang membuat mereka akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah rumah pohon kecil untuk menjadikan tempat itu sebagai sebuah markas di mana mereka akan selalu bertemu di waktu mereka telah selesai dengan kegiatan sekolah mereka masing-masing.     

Namun kali ini Davine merasa sangat yakin jika ia baru saja mendengar sebuah langkah kaki yang berada di balik rimbunnya pepohonan dan beberapa ranting yang saling tumpang tindih di area itu.     

Kini suara langkah kaki itu semakin jelas terdengar, yang di mana awalnya langkah kaki itu hanya terdengar seperti berjalan dengan mengendap, kini berubah seketika. Terdengar sangat jelas di telinga Davine, jika langkah itu kini lebih seperti sebuah langkah dari seseorang yang sedang berlari, tampaknya pemilik dari langkah tersebut tengah mengetahui jika saat itu Davine telah menyadari kehadirannya.     

Davine yang mendengar perubahan langkah itu segera mempercepat langkahnya, ia membiarkan si pemilik langkah itu lolos darinya begitu saja, ia tak ingin ada orang lain yang tahu akan tempat spesial antara dirinya dan sahabatnya itu diketahui orang lain.     

Davine dengan kasar membelah ranting-ranting yang sangat menghambat pergerakannya itu, ia bahkan tidak peduli dengan beberapa duri yang tengah menggores kulitnya saat itu. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana cara menangkap sang pemilik langkah itu.     

Sial bagi Davine, tampaknya lelaki itu telah terlambat. Kini suara langkah kali itu tak lagi terdengar, langkah kaki itu seolah telah menghilang di tengah rimbunnya hutan itu. Davine masih mencoba melayangkan pandangannya ke segala arah, ia masih berharap dapat menemukan si pemilik langkah itu. Namun seperti yang telah terlihat, ia tak dapat menemukan apa-apa di sana. Entah bagaimana, sang pemilik langkah itu seolah menghilang ditelan rimbunnya pepohonan yang berada di hutan itu.     

Merasa sedikit kesal, kini Davine memutuskan untuk kembali ke area rumah pohon kecil miliknya itu. Di luar dugaan di perjalanan ketika ia sedang menuju tempat itu, ia mendapati sebuah ikat rambut yang tampak sangat tidak asing di matanya. Davine segera memungut ikat rambut yang tampaknya tidak sengaja terjatuh di antara dedaunan kering yang terhampar di hutan itu.     

"Annie!" ujar Davine tersentak.     

Davine sangat yakin jika benda itu adalah ikat rambut milik Annie, ia bahkan dengan sengaja mengendus dan mencoba meresapi aroma khas yang masih menempel di benda tersebut. Tidak salah lagi, itu adalah aroma dari tubuh wanita itu. Ia sangat yakin, karena ia sudah sangat familier dengan aroma dan parfum yang kerap kali Annie gunakan.     

Davine yang telah menyadari jika sang pemilik langkah yang baru saja ia dengar itu adalah Annie, segera kembali berlari dan mencoba mencari keberadaan wanita itu. Tentu Davine sangat merindukan sahabatnya itu.     

Davine beberapa kali meneriakkan nama dari wanita itu, sedang ia terus saja berlari untuk masuk lebih dalam lagi ke hutan. Ia tak peduli ke mana langkah kakinya membawanya saat itu, yang ada di pikirannya hanyalah sosok wanita yang sangat ia rindukan itu. Davine bahkan beberapa kali terjatuh sebab jalan yang memang begitu sukar ia tempuh itu, namun seolah tak merasakan apa pun, Davine, lelaki itu segera bangkit dan terus saja berlari untuk memasuki hutan itu jauh lebih dalam lagi. Ia hanya bisa berharap jika di balik rimbunnya pepohonan dan ranting-ranting yang menghalangi jalannya itu, ada sosok Annie yang telah menunggunya di sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.