Another Part Of Me?

Part 3.40



Part 3.40

0Davine membelai lembut pipi Annie, ia mencoba memandangi setiap lekuk wajah dari wanita yang selalu ia rindukan selama ini.     

"Mengapa, kumohon katakan padaku!" Mohon Davine sekali lagi.     

"Kumohon, biarkan aku kembali berada di sisimu seperti dulu!" tambah lelaki itu.     

Kini Annie terlihat menutup mulutnya, tangannya masih terus saja bergetar saat itu, sedang air matanya sungguh tak dapat terbendung, wanita itu sangat emosional, hingga sesaat sahabatnya itu terdengar mengucapkan sesuatu dengan bibirnya yang bergetar.     

"Aku tak pantas untukmu!" bisiknya lirih di telinga Davine.     

Davine yang mendengar hal itu tentu dibuat bingung dengan pernyataan yang baru saja dilontarkan oleh wanita itu.     

"Apa maksudmu dengan tidak pantas? Kau adalah satu-satunya wanita yang selalu aku harapkan untuk bisa bersamaku!" sangkal Davine.     

Annie kembali menggelengkan wajahnya, wanita itu tampak menyanggah perkataan sahabatnya itu. Sementara di matanya, terlihat jelas ada sebuah penyesalan yang teramat dalam.     

"Aku mencintaimu!" tembak Davine saat itu juga, ia bahkan tak mengerti mengapa ia mengatakan hal itu secara tiba-tiba, bibirnya seolah bergerak di luar kendalinya saat itu.     

"Aku mencintaimu, kumohon kembalilah seperti dulu!" lirih Davine saat itu.     

Mendengar hal itu keluar dari mulut Davine, sesaat wanita itu tampak tersenyum, namun hal itu berubah seketika itu pula, Annie kembali mengubah ekspresi di wajahnya. Annie, wanita itu segera menanggalkan tangan Davine yang sedari tadi sedang menggenggam tangannya. Wanita itu segera menarik dirinya untuk menjauh dari sahabatnya itu.     

Untuk ke sekian kalinya wanita itu tampak menggelengkan wajahnya, ia berusaha menjauh dari Davine yang saat itu sedang berusaha meyakinkan wanita itu, sedang Annie, ia tak mampu memberikan satu alasan apa pun yang dapat menjelaskan apa yang sedang ia rasakan sat itu. Tentu saja ia memiliki perasaan yang sama dengan sahabatnya itu, namun di satu sisi ia merasa benar-benar tidak pantas untuk lelaki itu.     

"Kumohon Annie, katakan jika kau masih ingin bersamaku!" rintih Davine, lelaki itu terlihat sangat menyedihkan kala itu.     

"Sudah aku katakan, aku tidak pantas untukmu!" bentak Annie. Ia tak tahu harus berbuat apa untuk menjelaskan keadaannya pada lelaki yang ia sayangi itu.     

"Aku tak pantas untukmu ...," rintihnya pilu.     

Davine kembali berusaha meraih lengan wanita itu, namun Annie dengan segera menepiskannya, ia bahkan berteriak agar Davine tak mendekatinya satu langkah pun. Ia tak dapat memposisikan dirinya dengan benar di depan lelaki itu.     

Di tengah percakapan itu, tiba-tiba saja smartphone milik Annie berdering. Annie terlihat sangat panik mendapati hal itu, tampaknya ia sudah tidak punya waktu lagi.     

Davine memicingkan matanya, lelaki itu menunggu tampak meminta penjelasan atas siapa yang baru saja memanggilnya saat itu, namun Annie, wanita itu tak merespons bahasa tubuh yang Davine berikan, bukan karena ia tak menyadarinya, hanya saja ia memang lebih memilih untuk merahasiakan siapa pemilik dari panggilan tersebut.     

"Aku harus pergi sekarang!" tegas wanita itu, namun bahasa tubuhnya terlihat sedikit aneh saat itu, terlihat jelas ada sebuah kekhawatiran di sana.     

Annie segera berjalan melewati Davine yang masih tertegun, lelaki itu tampak sedang bergelut dengan pemikirannya sendiri. Sesaat ketika wanita itu mulai terlihat menjauh darinya, Davine segera mengatakan hal yang membuat wanita itu tampak sangat terkejut karenanya.     

"Besok aku akan pindah dari kota ini!" ujar Davine, hal itu segera menghentikan langkah Annie yang sedang berusaha meninggalkannya di tempat itu.     

"Maafkan aku, aku tidak bisa menepati janji yang kita buat, aku tak dapat menemuimu lagi di tempat itu!" tambah lelaki itu.     

Langkah Annie masih terhenti, sedang keadaan terasa begitu hening untuk sesaat. Mereka tak saling pandang, namun jelas terasa jika hati mereka saling bertaut kala itu.     

Annie kembali memaksakan langkahnya, walau sangat berat rasanya, namun ia harus meninggalkan Davine saat itu juga. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia terus saja mengutuk keadaannya saat itu, ia sangat mencintai lelaki yang kini berada tidak jauh di belakangnya itu, namun sekali lagi, ada sebuah alasan kuat mengapa ia harus melakukan hal tersebut.     

Annie meninggalkan Davine yang masih terdiam di tempat itu, sedang air matanya terus saja menetes bersama setiap langkah kaki yang semakin lama semakin menjauh meninggalkan lelaki yang saat itu tampak hancur karena sikapnya itu.     

Davine meremas kasar dadanya, ia merasakan sakit yang teramat sangat di bagian itu, ia bahkan beberapa kali memukul dadanya sendiri, berharap itu akan sedikit mengurangi rasa sakit yang tengah ia rasakan di hatinya.     

Kini Annie tak lagi berada di tempat itu, ia telah pergi meninggalkan Davine yang masih saja termenung di tempat itu. Tak ada kata-kata yang terucap dari bibir wanita itu, ia berlalu begitu saja, sedang Davine masih terus mempertanyakan arti kata tak pantas yang Annie ucapkan padanya beberapa saat yang lalu itu.     

Merasa masih belum menyerah, Davine segera kembali mengejar wanita itu, namun sial ia tak lagi menemukan sosoknya di antar banyaknya kerumunan siswa dan siswi yang saat itu memang telah memasuki jam pulang mereka. Davine terus berlari untuk membelah kerumunan itu, ia berharap masih bisa menemukan Annie di antara mereka.     

Tak jauh dari tempatnya, terlihat Annie sedang bersama pria paruh baya, Davine tahu jika itu adalah ayah dari wanita tersebut, seperti yang pernah Kevin laporkan sebelumnya, dalam beberapa kesempatan Annie memang kerap diantar jemput oleh ayahnya, walau terkadang wanita itu juga kerap pulang dan pergi dengan menggunakan angkutan kota.     

Davine menghentikan langkahnya, ia tahu jika hubungan di antara keluarga mereka masih belum baik sampai saat ini. Tentu persahabatan yang mereka jalin selama ini juga dengan cara diam-diam tanpa sepengetahuan dari keluarga mereka masing-masing. Davine sedikit memaki kesal, ia merasa tidak dapat melanjutkan usahanya terakhirnya saat itu.     

Davine yang hanya bisa melihat Annie dari kejauhan tampak menyadari jika ada sesuatu yang tidak beres dari apa yang tengah ia lihat. Entah mengapa ia merasa sangat curiga dengan bahasa tubuh yang Annie perlihatkan saat itu, Davine kembali dapat melihat dengan jelas adanya sebuah kegelisahan yang tersirat dari gerak tubuh sahabatnya itu. Namun apa penyebabnya, pikir Davine.     

Saat itu ayah dari Annie menjemput wanita itu dengan sebuah sepeda motor, sangat terlihat jika saat itu Annie enggan untuk menaikinya, namun ayahnya tampak memaksa dan segera menyuruh wanita itu untuk segera naik ke atas sepeda motor itu.     

Davine yang melihat hal itu semakin merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu, hingga ia memutuskan untuk kembali mengikuti ayah dan anak itu untuk memastikan apa yang sebenarnya tengah terjadi.     

Davine segera berlari menuju sebuah pangkalan yang menyediakan transportasi roda dua yang berada tidak jauh dari tempat itu, ia segera meminta salah satu dari mereka untuk mengantarkannya saat itu.     

Terlihat ayah dan anak itu telah mulai meninggalkan tempat itu, Davine yang telah siap dengan angkutan roda duanya juga segera bersiap untuk membuntutinya dari kejauhan.     

"Pak ikuti sepeda motor yang berada di depan sana!" perintah Davine sembari menunjuk ayah dan anak itu.     

Sang pengendara roda dua itu awalnya cukup bingung dengan permintaan Davine saat itu. Namun karena Davine segera mengatakan akan membayar lebih untuk hal itu, sang pengendara roda dua pun segera mengikuti perintahnya tanpa menanyakan maksud dan tujuannya lagi. Seperti biasa dengan uang segalanya menjadi sangat mudah.     

Davine meminta pengendara roda dua itu untuk terus mengikuti Annie dan ayahnya itu, ia juga meminta agar pengendara itu menjaga jarak di antara mereka, Davine tentu tidak ingin wanita itu tahu jika ia sedang mengikutinya.     

Di perjalanan, Davine mulai menyadari jika rute yang mereka ambil saat itu bukanlah rute yang seharusnya mereka tempuh. Bagaimana tidak, yang seharusnya mereka hanya perlu melewati beberapa blok untuk sampai ke rumah milik Annie, namun nyatanya rute yang saat itu mereka ambil tampak jauh berbeda.     

Kini mereka bahkan telah memasuki daerah kota bagian timur laut, yang di mana seharusnya arah tujuan mereka adalah daerah kota bagian utara. Hal itu tentu menjadi tanda tanya tersendiri bagi Davine, ia kian bertanya ke manakah Annie dan ayahnya itu hendak pergi, mengapa mereka tidak langsung pulang ke rumah mereka yang berada di utara kota itu, pikirnya.     

Davine masih terus mengikuti mereka dari jarak yang cukup aman, tampaknya Annie dan ayahnya juga tak menyadari pergerakan Davine saat itu. Beberapa saat berlalu hingga akhirnya Annie dan ayahnya tampak berhenti di depan sebuah rumah yang cukup mewah yang berada tepat di salah satu sisi jalan yang mereka tempuh kala itu. Davine dengan segera memerintahkan sang pengendara roda dua yang tengah mengantarnya itu untuk segera berhenti pada sebuah toko kecil yang berada tidak jauh dari rumah yang tampak megah itu.     

"Sampai di sini saja Mas," ujar Davine, ia segera memberikan sejumlah uang yang tentunya sedikit lebih banyak dari tarif yang seharusnya ia berikan.     

Menerima sejumlah uang itu, sang pengendara segera pergi, ia tampak sangat senang dengan nominal yang Davine berikan saat itu.     

Davine segera menuju ke toko yang berada tidak jauh dari tempat Annie dan ayahnya itu singgah. Toko itu tampak sangat strategis guna memantau pergerakan kedua orang yang sedang ia ikuti kala itu. Davine juga tidak lupa untuk membeli sebotol soft drink agar niat dan gerak-geriknya tak di curigai oleh sang pemilik toko tersebut.     

Tak butuh waktu lama, seorang pria paruh baya berperut buncit terlihat keluar dari rumah mewah itu. Sedang sang ayah dari Annie segera menyambut dan menjabat tangan pria paruh baya itu, terlihat mereka tampak sangat akrab, sedang Annie, wanita itu hanya berdiri mematung di samping mereka. Terlihat jelas jika Annie sangat tidak nyaman akan situasi itu.     

Tak berselang, setelah percakapan singkat antara pria paruh baya dan ayah dari Annie itu, mereka segera bergerak untuk memasuki rumah megah itu. Namun Annie yang saat itu terlihat enggan dan memilih untuk tetap diam di tempatnya, segera ditarik paksa oleh ayahnya saat itu juga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.