Another Part Of Me?

Part 3.41



Part 3.41

0Davine yang melihat perlakuan itu seketika naik pitam dibuatnya, ia sangat yakin ada yang tidak beres dari apa yang telah ia saksikan saat itu. Siapa pria paruh baya itu, apa hubungannya dengan ayah dari Annie, lalu mengapa pula Annie tampak dipaksa untuk mengikuti mereka masuk ke dalam rumah itu. Pertanyaan itu kini kian berterbangan di dalam otak Davine.     

Davine segera mencoba untuk lebih mendekati rumah mewah itu, ia harus melihat dari cukup dekat guna mengetahui apa yang sedang terjadi di sana. Sementara Annie, ayahnya, dan pria paruh baya itu kini telah memasuki pekarangan dari rumah tersebut.     

Davine kini beralih, ia menempatkan dirinya di antara beberapa pohon yang terdapat tepat di seberang jalan yang berhadapan langsung dengan rumah pria paruh baya itu. Davine perlu melihat lebih dekat seperti apa situasi di tempat itu. Namun sekali lagi ada yang aneh, tak seperti kelihatannya, entah mengapa rumah yang terlihat cukup mewah itu tampak sangat sepi, itu bahkan seolah tak ada orang lain selain mereka bertiga yang berada di tempat itu, bukankah ini sangat tidak wajar, untuk ukuran rumah mewah seperti itu setidaknya mereka seharusnya memiliki beberapa satpam yang ditugaskan untuk menjaga kawasan rumah tersebut. Namun nyatanya yang Davine lihat saat itu bahkan tak ada tanda-tanda orang lain selain mereka bertiga yang sedang berada di tempat itu.     

Kini Annie, ayahnya, dan pria paruh baya itu beranjak dan mulai memasuki bagian dalam dari rumah mewah itu, sial bagi Davine, dengan begitu kini ia tak dapat lagi memantau situasi yang sedang terjadi di sana. Davine, lelaki itu jelas sangat mengkhawatirkan Annie. Entah mengapa firasatnya memberikan sebuah tanda bahaya saat itu.     

Davine telah mencoba untuk mendekati rumah itu sedekat mungkin, namun sial, adanya seekor anjing yang ternyata berada di pekarangan rumah itu kini menjadi masalah tersendiri baginya, jika ia terus mendekati rumah itu, bukan tidak mungkin anjing milik pria paruh baya itu akan segera menggonggong dan membuat keributan di tempat itu. Hal itu membuat Davine tak dapat melangkahkan kakinya lebih dekat lagi ke rumah tersebut.     

Tidak memiliki pilihan lain, Davine akhirnya mau tidak mau hanya bisa menunggu tak jauh dari rumah itu, ia masih sangat mengkhawatirkan keadaan Annie saat itu. Terlihat jelas dari gestur yang wanita itu perlihatkan, pasti ada sesuatu yang tidak beres yang sedang terjadi di antara mereka bertiga, pikir Davine.     

Hampir dua jam berlalu, akhirnya Annie, ayahnya, dan pria paruh baya itu keluar dari rumah mewah itu. Davine segera memusatkan pandangannya pada ketiga orang tersebut, di sana terlihat sang pria paruh baya dan ayah dari Annie tampak sedang tertawa girang, hal itu sangat berbanding terbalik dengan Annie yang saat itu terlihat sedang menahan isak tangis yang keluar dari mulutnya. Tentu hal itu membuat Davine semakin yakin jika kedua lelaki brengsek itu pastilah telah melakukan sesuatu pada sahabatnya itu, dengan melihat kejadian itu, kini Davine bisa sedikit menyimpulkan jika bisa saja beberapa memar yang selama ini diterima oleh Annie adalah sebab dari dua pria berengsek itu.     

"Apa yang telah kau lakukan bajingan!" maki Davine, ia bahkan menggigit bibirnya hingga berdarah. Lelaki itu tampak sangat kesal saat itu.     

Davine terus mencoba untuk menahan dirinya, ingin rasanya ia segera menghampiri kedua pria berengsek itu dan segera menghajarnya saat itu juga, namun Davine masih mencoba untuk memakai akal sehatnya. Sangat tidak mungkin baginya untuk bertindak saat itu juga, terlebih keberadaan Annie bersama kedua lelaki itu tentu menjadi kendala tersendiri bagi Davine.     

Tak hanya sampai di situ saja, Davine kembali di buat kesal sejadi-jadinya ketika melihat paruh baya itu dengan sengaja membelai wajah Annie tepat di depan kedua matanya. Davine bahkan beberapa kali melayangkan tinjunya pada sebuah pohon yang saat itu memang menjadi tempatnya bersembunyi. Davie, lelaki itu terus memaki dan memaki tak karuan, ia mencoba melampiaskan kekesalannya pada apa pun yang dapat ia lampiaskan saat itu.     

Annie yang saat itu terlihat masih terisak, segera menepis tangan kasar pria paruh baya itu.     

"Jangan sentuh aku!" ujar Annie, Davine dapat membaca bahasa bibirnya dari kejauhan. Sedangkan pria yang menerima perlakuannya itu hanya tersenyum dan tertawa kecil.     

"Kau sangat cantik sayang!" ujar pria itu keluar dari mulut busuknya. Sekali lagi Davine hanya bisa menahan amarahnya melihat hal itu.     

Sang ayah dari Annie segera menjambak rambut wanita itu, ia tampak kesal oleh sikap buruk yang tengah Annie perlihatkan pada sang lelaki paruh baya, namun sang lelaki terlihat mencoba menghentikan hal itu. Lelaki itu segera mengeluarkan sejumlah uang dari saku celana jeans yang tengah ia keluarkan, terlihat jelas ekspresi sang ayah yang saat itu berubah seketika. Davine yang melihat hal itu sontak mengerutkan keningnya, ia mencoba memahami situasi yang tengah terjadi.     

Sang ayah yang menerima sejumlah uang dari pria paruh baya itu tampak sumringah, ia segera menepuk-nepuk bahu pria paruh baya itu dan terlihat membisikan sesuatu pada telinga sang pria paruh baya tersebut. Sebelum akhirnya ia dan Annie tampak meninggalkan rumah mewah dengan sepeda motornya, sedang Annie, wanita itu tampak pasrah dan hanya menurutinya segala.     

Davine segera kembali bersembunyi pada sebuah pohon yang sedari tadi ada di depannya, ia tak ingin kedapatan oleh sahabatnya itu jika ia sedari tadi sedang berusaha membuntutinya. Sekilas terlihat ketika Annie dan ayahnya melewati jalan tempat di mana Davine sedang bersembunyi, wanita itu masih tampak menangis meratapi apa yang telah menimpanya, entah hal apa itu, namun Davine bersumpah pada dirinya sendiri jika ia akan mencari tahu hal tersebut bagaimanapun caranya.     

Setelah ayah dan anak itu berlalu, Davine segera bergegas untuk kembali ke sebuah toko yang terletak tidak begitu jauh dari rumah mewah itu. Lelaki itu segera membeli beberapa barang yang sebenarnya tidak terlalu ia butuh kan. Ia hanya butuh beberapa informasi mengenai siapa sebenarnya pria paruh baya yang tinggal di rumah mewah itu.     

Berbekal dengan beberapa barang yang sengaja ia beli itu, dan dengan sedikit basa-basi, akhirnya Davine berhasil memancing percakapannya dengan sang pemilik toko untuk membicarakan pria paruh baya yang tinggal di rumah mewah itu. Menurut sang pemilik toko, pria paruh baya itu bernama Pak Jason. Ia adalah seorang pengusaha yang terkenal cukup sukses di daerah itu, walau nyatanya sang pemilik toko itu sendiri tidak mengetahui secara pasti akan bisnis apa yang sedang digeluti oleh pria paruh baya tersebut, namun ia menegaskan jika lelaki itu tampak sangat dihormati di daerah itu berkat kedermawanannya.     

Davine juga tidak lupa untuk menanyakan dengan siapa saja pria paruh baya itu tinggal di rumah yang cukup mewah itu, ia beralasan jika rumah itu tampak terlihat sangat sepi. Benar saja, seperti yang Davine singgung sebelumnya, sang pemilik toko itu segera membenarkan pernyataan Davine tersebut, menurutnya pria paruh baya itu memang hanya tinggal seorang diri di rumah itu, hal itu juga dikarenakan kematian istri dan anaknya yang menjadi korban sebuah kerusuhan yang terjadi beberapa tahun yang lalu di kota itu.     

"Hah, kerusuhan?" tanya Davine, ia mengerutkan keningnya seketika, mencoba mengingat apakah benar kejadian seperti itu pernah terjadi di kotanya.     

Sang pemilik toko dengan tegas kembali membenarkan pernyataannya itu, ia bersaksi jika pria paruh baya itu kini harus hidup seorang diri dikarenakan terjadinya sebuah kerusuhan yang menjadikan anak dan istrinya itu sebagai korban atas kejadian yang telah terjadi beberapa tahun silam itu. Namun ketika Davine mulai mempertanyakan perihal kerusuhan yang telah terjadi, sang pemilik toko itu tampak enggan bercerita lebih lanjut, seolah hal tersebut memang sangat sensitif untuk dibicarakan.     

"Wah, apa tidak berbahaya untuk tinggal di sebuah rumah yang cukup besar itu sendirian!" ujar Davine, kini ia mencoba kembali menggali informasi tentang pria paruh baya itu lebih dalam lagi.     

"Saya lihat tampaknya ia tidak punya seorang satpam atau seseorang yang bertugas untuk menjaga rumah itu!" tambah Davine, ia hanya ingin memastikan jika benar pria paruh baya itu hanya tinggal seorang diri di rumahnya.     

"Ya, tampaknya seperti itu, saya juga berpikiran sama, terkadang sebagai tetangga, saya juga kerap memikirkan hal itu. Yahh, padahal jika dilihat lagi Pak Jason itu kerap kali tampak sibuk dan harus meninggalkan rumah itu tanpa penjagaan guna sedikit pun mengurus bisnis yang ia miliki!" tanggap sang pemilik toko itu. Ia mulai merasa curiga, mengapa anak seumuran Davine kian menanyakan hal seperti itu, apa urusannya dengan pria paruh baya yang merupakan tetangganya itu.     

Davine yang menyadari kecurigaan yang mulai timbul pada sang pemilik toko segera memberikan alasan yang tampaknya cukup baik kala itu.     

"Ayah saya adalah seorang yang bekerja di bidang asuransi properti, saya cukup tertarik karena telah beberapa kali tanpa sengaja melewati dan melihat rumah mewah yang tampak sangat sepi itu!" ujar Davine.     

"Rasanya tidak ada salahnya jika saya menyarankan agar ayah saya melakukan penawaran untuk asuransi pada pemilik rumah mewah itu. Saya hanya ingin sedikit membantu pekerjaan ayah saya saja!" tambah Davine.     

Sang pemilik toko yang saat itu mendengar penjelasan dari Davine segera menelan mentah-mentah alasan yang tentu saja hanyalah sebuah kebohongan itu, tampaknya lelaki itu sukses dalam mengecoh sang pemilik toko tersebut.     

Merasa telah mendapat sebuah kepercayaan, kini Davine tampak lebih leluasa lagi untuk mencari tahu hal-hal yang ia butuh kan dari sang pemilik toko itu. Davine juga sempat menanyakan jam-jam di mana pria paruh baya itu biasanya terlihat kerap meninggalkan rumah itu. Davine, lelaki itu telah memiliki sebuah rencana di dalam otaknya. Ia tak akan membiarkan pria paruh baya yang tampak telah membuat sahabatnya itu menangis lolos begitu saja dari dirinya. Saat itu ia bahkan tengah berjuang setengah mati untuk menahan rasa kesal yang terasa seperti ingin meledak di hatinya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.