Another Part Of Me?

Part 3.44



Part 3.44

0Davine yang emosinya telah berada di puncaknya saat itu segera membuka pisau lipat miliknya, ia benar-benar ingin segera menghabisi pria bajingan yang kini terkapar tak sadarkan diri di tepat di depan matanya itu. Ia tak dapat memaafkan apa yang telah pria paruh baya dan ayah dari Annie itu lakukan pada sahabatnya. Ia benar-benar tak dapat menahan dirinya lagi. Bajingan seperti mereka memang pantas untuk mati, pikirnya.     

Davine menggenggam erat pisau lipatnya, sedang ia masih berusaha untuk mengendalikan dirinya saat itu, namun rasa kesal dan amarahnya kian tak terbendung. Davine segera menghunjamkan pisau lipatnya itu ke arah sang pria paruh baya itu.     

Sraaakkkss ...     

Di saat terakhir untungnya Davine bisa kembali mengontrol dirinya. Pisau lipat itu menancap pada jok mobil yang menjadi sandaran pria paruh baya itu, tepat hanya beberapa centimeter dari wajah pria tersebut.     

Davine berteriak kesal, ia sangat marah saat itu, namun di sisi lain ia juga tak boleh membunuh pria paruh baya itu, karena nantinya hal itu malah hanya akan menambah masalah yang telah terjadi.     

Davine menarik nafasnya panjang, sedang tangannya masih bergetar hebat, ia benar-benar sedang berusaha menahan keinginan kuat untuk membunuh pria berengsek yang tengah tak sadarkan diri tepat di depannya itu.     

Suara nafasnya kini terdengar sangat tidak beraturan, ia masih berusaha untuk menenangkan diri, setidaknya ia harus berpikir lebih logis untuk menyelesaikan situasi yang telah ia perbuat dengan baik.     

Setelah merasa cukup tenang, kini Davine kembali mengalihkan perhatiannya pada smartphone milik Pak Jason yang saat itu masih berada di genggamannya, ia segera memeriksa kembali setiap file yang sekiranya berhubungan dengan sahabatnya itu dan segera menghapus setiap file tersebut. Ia tidak ingin ada yang melihat file-file itu selain dirinya, file itu harus segera dilenyapkan, karena tentu saja hal itu pasti akan menjadi suatu aib bagi Annie jika hal itu sampai tersebar di internet.     

Setelah berulang kali memeriksa dan memastikan jika di dalam smartphone itu tak ada lagi satu pun file yang bersangkutan dengan Annie, Davine segera mengeluarkan micro card yang tertanam di smartphone itu guna berjaga-jaga jika saja masih ada file yang tanpa sengaja terlewat darinya.     

Davine melirik jam di tangan kirinya, tak terasa telah hampir satu jam ia berkutat dalam situasinya saat ini, membuatnya berpikir untuk segera mengakhirinya sampai di situ saja. Namun Davine tidaklah bodoh untuk membiarkan pria berengsek dan melepaskannya begitu saja. Menurut Davine jika lelaki itu tak bisa ia singkirkan dengan cara membunuhnya, maka ia akan melakukan cara lain yang setidaknya dapat membuat lelaki itu tak dapat hidup dengan bebas dan mengganggu sahabatnya lagi, pikirnya. Dengan apa yang telah ia temukan secara tidak sengaja di dalam mobil itu, rasanya cukup mudah untuk memberikan balasan yang cukup setimpal bagi pria berengsek itu. Yang perlu ia lakukan saat ini hanyalah bagaimana cara membuat pihak Kepolisian dapat menemukan apa yang telah ia temukan saat itu.     

Davine segera melakukan panggilan pada nomor kepolisian dengan menggunakan smartphone milik pria paruh baya itu sendiri, ia tidak akan melaporkan jika ia telah menemukan barang haram yang terdapat di dalam mobil itu secara langsung, jika tidak tentu pihak Kepolisian malah hanya akan mencurigai apa yang sebenarnya telah terjadi saat itu. Pihak Kepolisian pasti akan mencurigai apa motif dari Davine yang telah melakukan hal itu, terlebih luka yang diterima Pak Jason saat itu bisa dikatakan cukup parah, terbukti bahkan sampai saat itu pria paruh baya tersebut masihlah tidak sadarkan diri.     

Tak seperti rencana awalnya, yang di mana ia berniat untuk meninggalkan pria paruh baya itu begitu saja, kini ia punya sesuatu yang jauh lebih baik untuk dilakukan, dengan adanya temuan barang haram itu, tentu pihak Kepolisian akan menangkap dan menjebloskan pria berengsek itu ke dalam penjara.     

Davine segera menghubungi 911 sebagai panggilan darurat, ia akan melaporkan hal itu sebagai sebuah kecelakaan yang nantinya ia akan bersaksi sebagai orang yang menemukan hal itu dalam panggilannya.     

"911, ada yang bisa kami bantu?" ujar seorang operator yang bertugas menangani panggilan itu.     

"Saya menemukan sebuah kecelakaan tunggal, bisakah Anda segera mengirimkan bantuan ke tempat ini!" ujar Davine dalam panggilannya.     

Davine juga segera memberitahukan keadaan dan letak pasti lokasi tempat kejadian itu pada operator yang saat itu bertugas menangani panggilan itu.     

Operator itu segera menanggapi dan mengatakan jika pihak Kepolisian akan segera meluncur ke tempat kejadian. Operator itu juga mengatakan jika mereka akan segera tiba dalam 15 menit ke depan.     

Merasa rencananya telah berjalan dengan baik, Davine segera mematikan panggilannya itu. Ia tak ingin berlama-lama berdiam diri di tempat, ia harus memastikan jika keberadaannya tidak terlacak oleh pihak Kepolisian yang akan dikirimkan ke tempat kejadian.     

Davine segera keluar dari mobil itu dan berusaha mengubah posisi sang pria paruh baya, membuatnya seolah memang benar-benar tengah mengalami kecelakaan tunggal. Davine meraih dan segera memposisikan wajah sang pria paruh baya itu seolah telah menghantam setir mobil yang sedang ia kemudikan, berharap hal itu sedikit menyamarkan penyebab luka yang diberikannya pada wajah pria tersebut.     

Ketika Davine merasa telah memposisikan pria paruh baya itu dengan sangat baik, ia di kejutkan dengan sebuah gerakan kecil yang dilakukan oleh pria tersebut, tampaknya pria itu kini mulai sadar dari pingsannya. Davine yang saat itu masih sangat kesal dengan pria tersebut segera menjambak rambut pria tersebut, membuat pria itu segera menengadah ke arah dirinya. Melihat wajah pria yang penuh dengan darah itu, membuat adrenalin Davine kembali terpacu, dan sesaat ketika pria itu mulai kembali membuka matanya, Davine langsung kembali menghunjamkan hantaman demi hantaman ke arah wajah pria tersebut dengan menggunakan smartphone milik pria itu yang sedari tadi memang masih ia genggam.     

Baaaak ... buuukkk ... baaakk ... buuukk...     

Kini wajah pria paruh baya itu kembali menjadi bulan-bulannya, ia menghantamkan smartphone itu dengan sangat kera ke arah wajah pria tersebut dengan sangat brutal, hingga membuat wajah pria itu kembali dilumuri darah, kini darah itu tak hanya mengalir dari hidungnya saja, bagian pelipis dan mata pria itu kini juga turut mengalirkan darah sebab serangan brutal yang kembali dilakukan oleh Davine saat itu.     

Merasa puas dengan apa yang telah ia lakukan, Davine segera melemparkan smartphone milik pria paruh baya yang kini telah berlumuran darah itu tepat di pangkuan pria tersebut. Davine juga sempat memastikan jika pria paruh baya itu kini akan kembali tak sadarkan diri setidaknya untuk waktu yang cukup lama.     

Davine melirik jam di tangganya, menurut apa yang dikatakan sang operator yang bertugas, seharusnya pihak Kepolisian akan tiba di tempat itu sekitar 10 menit lagi.     

Davine pun segera beranjak untuk pergi dari tempat itu, ia segera mengambil kembali scooter matic miliknya yang saat itu tergeletak tepat di depan mobil pria paruh baya itu. Sebelum meninggalkan tempat itu ia juga sempat kembali menutup seluruh pintu yang terdapat pada mobil itu, ia tak ingin ada orang lain yang nantinya melihat apa seperti apa keadaan di dalam mobil tersebut.     

Setelah memeriksa bagaimana keadaan scooter matic miliknya, Davine bisa bernafas lega karena kendaraan itu masih dapat berfungsi dengan sangat baik walau telah terhempas dengan cukup kuat beberapa saat yang lalu. Merasa tak punya banyak waktu lagi, Davine segera pergi untuk meninggalkan tempat itu, ia tak ingin pihak Kepolisian mendapati dirinya masih berada di tempat itu nantinya.     

Davine melajukan scooter matic itu dengan sangat kencang, ia harus memastikan jika ia telah berada cukup jauh dari tempat kejadian sebelum pihak Kepolisian sampai di tempat itu.     

Benar saja, baru beberapa kilo meter setelah ia meninggalkan tempat itu, Davine pun berpapasan dengan sebuah mobil patroli yang tampaknya sedang menuju ke arah tempat kejadian yang telah ia laporkan sebelumnya. Untungnya jalan itu sangat gelap dan sepi, membuat para petugas yang berada di dalam mobil itu tak dapat melihat Davine dengan jelas kala itu, di tambah dengan silau lampu yang saling bertemu di antara mereka membuat Davine semakin tak dapat dikenali oleh pihak Kepolisian tersebut. Lagi pula bisa saja pihak Kepolisian itu hanya menganggap Davine sebagai salah seorang pengguna jalan yang kebetulan lewat dan tak ada kaitannya dengan kecelakaan yang sedang terjadi, di tambah dengan keterangan yang Davine berikan pada sang operator, jika saat itu kecelakaan yang sedang terjadi adalah sebuah kecelakaan tunggal.     

Davine terus memacu scooter matic miliknya, ia ingin segera pulang ke rumahnya, aksinya saat itu memang cukup menguras tenaga dan pikirannya, terlebih lagi beberapa luka yang ia alami juga sedikit memperburuk keadaannya saat itu.     

Sampai di rumah, Davine segera memarkirkan scooter matic miliknya di bagasi, ia tak ingin malam itu ada yang tahu dan melihat kondisinya saat itu, walau tentunya ia juga bisa saja beralasan jika ia telah mengalami kecelakaan kecil saat itu.     

Davine berjalan dengan sedikit mengendap, sialnya Monna menangkap basah dirinya saat itu, membuat Davine tak punya pilihan lain selain memberikan alasan seperti apa yang telah ia siapkan sebelumnya pada ibu angkatnya itu.     

"Astaga, apa yang terjadi padamu?" tanya Monna yang melihat beberapa luka dan pakaian Davine yang tampak robek.     

Wanita itu tentu segera memeriksa keadaan anak angkatnya itu, jelas terlihat jika wanita itu sangat khawatir akan keadaan Davine saat itu.     

Namun Davine dengan segera mencoba menenangkan wanita itu, ia juga segera memberikan alasan mengapa ia bisa pulang dalam keadaan seperti itu malam itu.     

"Aku kurang hati-hati, namun tak perlu khawatir, ini hanya beberapa luka kecil saja!" tegas Davine. Berharap Monna dapat menerima alasan yang diberikannya.     

"Apa kau kebut-kebutan?" tanya Monna, wanita itu memicingkan matanya pada Davine.     

"Tentu saja tidak, aku hanya sedang sial saja Bu, percayalah," sangkal Davine. Ia segera meraih lengan wanita itu, berusaha meyakinkannya jika saat itu ia benar-benar baik-baik saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.