Another Part Of Me?

Part 3.45



Part 3.45

0Davine meringis kesakitan, di depan ibu angkatnya itu ia tetaplah hanya seorang anak kecil. Monna memang selalu memperlakukan anak-anaknya dengan sangat lembut, wajar saja jika Davine dan Malvine memang kerap terlihat sangat manja dengan wanita itu.     

"Aaawww ...," keluh Davine saat Monna mengoleskan antiseptik pada sebagian luka yang saat itu ia terima.     

"Bagaimana bisa kau mengatakan jika ini baik-baik saja!" wanita itu dengan telaten mengoleskan antiseptik itu pada luka-luka yang diderita anak angkatnya itu, ia juga telah membasuh luka tersebut terlebih dahulu, memastikan agar Davine tak mengalami infeksi sebab luka yang dideritanya.     

Di momen itu, Monna kembali membahas tentang kepindahan yang akan mereka laksanakan besok, ia kembali menanyakan apakah hal itu cukup baik bagi Davine, ia dengan tegas juga mengatakan jika mereka bisa saja membatalkan hal tersebut jika Davine memang merasa keberatan akan hal itu. Namun sebagai anak yang tahu diri Davine dengan tegas pula menyanggah hal itu, ia mengatakan jika mereka tak perlu mengkhawatirkan masalah tersebut. Namun Monna, wanita itu sekilas dapat melihat jika ada sesuatu yang seolah kian mengganjal di dalam diri anak angkatnya itu.     

"Apa kau terlibat suatu masalah?" tanya Monna tiba-tiba. Hal itu cukup membuat Davine sedikit tersentak kala itu.     

"Tentu saja tidak, aku baik-baik saja Bu, percayalah!" jawab Davine, ia kembali berusaha mengembangkan senyumnya, berharap Monna tidak mengetahui apa yang saat ini tengah ia hadapi.     

******     

Hari itu keluarga Harris tampak sangat sibuk karena harus segera mengemasi barang-barang mereka. Sesuai yang telah mereka rencanakan, hari itu mereka akan meninggalkan kota itu untuk pindah ke kota lain guna memperlancar urusan bisnis yang saat itu tengah Edward kelola di kota tersebut.     

Terasa sangat berat saat itu bagi Davine untuk melangkah meninggalkan kota yang penuh dengan kenangan bersama sahabatnya itu. Belum lagi saat ini ia tahu jika Annie sedang menghadapi sebuah masalah besar yang mau tidak mau harus sahabatnya itu pendam seorang diri. Walau Davine telah membereskan salah satu dari sumber masalah itu, namun selama wanita itu masih hidup bersama ayahnya, tentu Davine masih tak bisa tenang dibuatnya. Davine, lelaki itu bersumpah jika suatu saat sang ayah dari Annie itu pasti akan menerima akibat dari perbuatan keji yang telah tega ia lakukan pada anaknya itu sendiri.     

Monna memanggil Davine yang saat itu masih terdiam tepat di depan pintu rumah mereka, sedangkan Edward dan Monna saat itu telah selesai untuk memasukkan semua barang yang akan mereka bawa ke dalam bagasi mobil yang akan mereka gunakan untuk pergi dari kota itu.     

"Nak, apa kau sudah siap?" tanya Monna, yang seketika itu juga menyadarkan Davine dari lamunannya.     

"Aah, iya. Aku akan segera ke sana!" sahut Davine. Monna sedikit memicingkan matanya, ia terlihat sedikit khawatir dengan tingkah anak angkatnya itu.     

Davine segera bergegas menuju mobil itu, ia juga sempat mengambil sebuah koran harian yang tergeletak di ruang tamu rumah mereka, ia hanya ingin memastikan jika rencana yang ia lakukan malam itu berjalan sesuai dengan keinginannya.     

Setelah memasukan beberapa barang bawaannya di bagasi mobil itu, Davine segera membuka pintu belakang dan menyusul masuk ke dalam mobil tersebut, sedang Monna, wanita itu telah duduk di kursi depan bersama Edward yang saat itu tengah bertugas untuk mengemudikan mobil itu sendiri.     

"Baiklah, apa kalian siap?" tanya Edward, lelaki itu memandang Monna dan Davine secara bergantian.     

Setelah mendapat persetujuan dari istri dan anak angkatnya itu, Edward segera melajukan mobil yang ia kendarai, dan bergegas meninggalkan kota.     

Mobil itu melaju perlahan, meninggalkan segala kenangan yang terasa begitu berat untuk dilupakan. Davine memandang lekat rumah yang selama ini telah mengubah hidupnya itu secara 360° dari kehidupan yang ia jalani sebelumnya. Rumah itu telah mengajarkan apa arti kata 'pulang' yang awalnya tak pernah ia mengerti, sebuah lambang kehangatan yang tiada tara, sebuah keluarga, saudara, cinta, dan persahabatan, semua hal itu telah ia dapatkan seiring berjalannya waktu di rumah tersebut.     

Bagaimanapun memang terasa sangat berat baginya ketika harus meninggalkan rumah yang menjadi saksi tumbuh kembangnya itu, terlebih rumah itu adalah alasan bagaimana ia dapat bertemu dengan Annie. Davine sedikit tersenyum ketika ia mengingat bagaimana saat itu Annie seolah datang entah dari mana, saat itu Davine berpikir jika pertemuan mereka memang seolah telah ditentukan oleh sebuah takdir yang sangat misterius. Bagaimana tidak, jika diingat lagi, waktu itu Annie seolah datang dengan tiba-tiba dan masuk begitu saja ke dalam kehidupannya.     

Jam menunjukkan pukul 07.30 a.m. saat itu, Davine yang melintas di daerah dekat tempat tinggal Annie tak sengaja berpapasan dengannya, tampak wanita itu sedang bersiap untuk berangkat ke sekolahnya, mengingat jarak antara rumah mereka yang memang cukup dekat, wajar saja jika mereka tanpa sengaja berpapasan di pagi itu.     

Saat itu Annie terlihat sedang dibonceng oleh ayahnya, sedangkan Davine, lelaki itu tampak meluncur ke arah yang berbeda. Sesaat mata mereka bertemu dan saling menatap satu sama lain, saat itu Davine memang belum menutup kaca mobilnya, membuat mereka bertatapan secara langsung dalam beberapa detik, hingga akhirnya kedua kendaraan yang sedang mereka tumpangi satu sama lain itu itu berlalu begitu saja. Sesaat ketika mereka saling menatap, sebuah koneksi terjalin, mata Annie seolah terlihat memudar kala itu, wanita itu tahu jika Davine akan segera meninggalkan kota itu seperti apa yang telah lelaki itu katakan di pertemuan mereka sebelumnya. Sedangkan Davine, mata lelaki itu tampak cemas mengingat kini ia tak dapat lagi melindungi sahabatnya itu dari keadaan yang harus wanita itu hadapi.     

Davine menarik nafasnya panjang, ia tak tahu bagaimana harus mengatasi perasaan yang terasa sangat berat di hatinya itu, bagaimanapun juga ia telah terbiasa berada di sisi wanita itu, walau waktu mereka untuk bertemu di setiap harinya tidaklah banyak, namun ia sangat menikmati setiap detik kebersamaannya bersamanya bersama Annie. Davine tidak terlalu mengerti akan apa itu cinta, namun jika ia harus memilih untuk mencintai seseorang, tentu saja wanita itu adalah Annie. Itulah sebabnya ia mengatakan cintanya di pertemuan mereka kemarin, walau nyatanya ia sendiri masih tidak terlalu mengerti akan apa yang sedang ia rasakan. Perasaan ingin terus bersama, keegoisan mutlak di mana ia tak ingin ada seorang pun yang dapat memiliki wanita itu selain dirinya, perasaan sakit dan kehilangan yang ia rasakan ketika Annie mulai menjauh darinya, semua hal yang dirasakannya saat itu membuatnya berpikir jika mungkin saja ia telah jatuh cinta pada sahabatnya itu.     

Davine meraih surat kabar yang sedari tadi ia letakan tepat di sisinya. Ia sangat penasaran akan kelanjutan dari aksinya semalam. Berpikir mungkin saja hal itu akan di angkat dalam surat kabar itu, Davine segera mencoba mencari berita tersebut.     

Tak butuh waktu lama, berita itu menjadi sorotan dan topik utama dalam surat kabar harian itu, terbukti dari bagaimana berita itu di tuliskan secara masif di halaman depan koran tersebut.     

Davine cukup terkejut melihat berita itu, ia tak berpikir jika berita itu akan dengan cepat masuk ke dalam liputan media, mengingat jika hal itu baru saja terjadi tadi malam.     

Dalam surat kabar itu menuliskan jika pihak Kepolisian telah berhasil meringkuk salah satu gembong narkoba berskala besar yang menjadi salah satu pemasok utama barang haram berjenis heroin di kota itu. Pihak kepolisian juga mencurigai jika pria yang telah mereka ringkus malam itu turut tergabung dalam sindikat narkoba antar provinsi, mengingat keterangan hasil interogasi yang dilakukan oleh pihak Kepolisian. Menurut salah satu petugas yang memimpin proses interogasi itu, mereka mendapati adanya hubungan antara sang pria paruh baya itu dengan sindikat besar narkoba yang memang menjadi momok tersendiri bagi negara itu.     

Dalam berita yang tertulis dalam surat kabar itu, pihak Kepolisian tampaknya tak memberikan penjelasan bagaimana proses penangkapan itu mereka lakukan, namun yang pasti pihak Kepolisian tampak menyatakan jika hal itu memanglah murni berkat dan usaha dari operasi yang tengah mereka jalankan. Tak seperti kenyataannya, tampaknya pihak Kepolisian lumayan picik, terlihat dari bagaimana mereka mengakui secara penuh jika hal itu adalah hasil dari usaha dan operasi yang memang sedang mereka jalankan. Mereka bahkan tak menyinggung sedikit pun perihal laporan kecelakaan yang Davine berikan di malam itu.     

Davine sedikit terkekeh ketika membaca berita itu, jelas sekali jika pihak Kepolisian tampak memanfaatkan keadaan yang saat itu Davine ciptakan dengan sangat baik, menjadikan hal tersebut sebagai prestasi mutlak yang mereka raih tanpa adanya campur tangan dari pihak lain.     

Namun di satu sisi memang itulah yang diharapkan Davine sedari awal, itulah rencana yang ia buat guna keluar dari situasi yang telah ia buat malam itu. Ia bahkan telah memperkirakan jika nantinya pihak Kepolisian akan mengakui secara langsung jika hal itu adalah hasil kerja keras mereka sendiri, bagaimanapun juga tertangkapnya Pak Jason sebagai gembong narkoba berskala besar itu akan turut mendongkrak nama baik dari pihak Kepolisian di mata warga kota saat itu.     

Untungnya Davine telah memastikan jika tidak ada satu pun bukti darinya yang tertinggal di lokasi tempat kejadian itu semalam, ia juga melakukan aksinya malam itu lengkap dengan menggunakan sarung tangan, membuat sidik jarinya pun tak akan tertinggal di tempat kejadian itu.     

Tentu saja pihak Kepolisian tidaklah bodoh, mereka jelas telah melakukan investigasi dan menemukan beberapa kejanggalan dalam laporan palsu yang telah Davine buat malam itu. Banyak hal yang tentunya sangat janggal yang mereka temukan di tempat kejadian, seperti kenyataan tidak ada bukti kerusakan pada setiap bagian mobil yang digunakan oleh tersangka saat itu, jika mengingat laporan awal yang mereka terima saat itu adalah sebuah kecelakaan tunggal, lantas mengapa tidak ada satu pun kerusakan yang diderita oleh mobil tersebut. Belum lagi luka yang di alami oleh Pak Jason itu sendiri, jelas sekali itu bukanlah luka yang disebabkan oleh sebuah kecelakaan, pihak Kepolisian tentu tahu benar akan hal itu, namun mereka seolah menutup mata dan tak menindak lanjuti hal itu lebih lanjut lagi, bagi mereka tangkapan besar yang mereka temukan malam itu sudah lebih dari cukup.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.