Another Part Of Me?

Part 3.46



Part 3.46

Pihak Kepolisian yang seolah menutup mata atas setiap kejanggalan yang mereka temukan di tempat kejadian tentu menjadi keuntungan tersendiri bagi Davine, setidaknya ia berharap jika kasus itu hanya akan berakhir seperti yang telah dikabarkan dalam surat kabar itu.     

Tak banyak yang kini bisa ia lakukan, kepergian Davine dari kota itu tentu menjadi sebuah keresahan tersendiri bagi dirinya, bagaimana tidak, ia harus meninggalkan Annie, sementara wanita itu masih harus terus menghadapi masalah berat yang harus ia tanggung sendiri.     

Namun Davine bukanlah seorang lelaki yang mudah menyerah begitu saja, ia akan mencoba melakukan segala cara, bahkan jika itu adalah hal keji sekalipun guna membebaskan sahabatnya itu dari penderitaan yang tengah ia hadapi.     

******     

Waktu berlalu sangat cepat, kini Davine kembali seolah melompati waktu. Tak terasa hari itu adalah hari kelulusan Davine dari masa SMA-nya. Selama ini ia tidak hanya tinggal diam begitu saja, walau jarak memang menjadi kendala utama baginya untuk mengawasi setiap keseharian Annie di kota itu. Untungnya ia masih memiliki Kevin yang selama ini masih setia membantunya dalam mencari setiap informasi yang berkaitan dengan sahabatnya itu. Tentu saja berbeda seperti dulu, kini Davine mendapat bantuan dari Kevin dengan sejumlah uang yang sengaja ia janjikan. Saat ini Kevin telah bekerja paruh waktu sebagai salah satu reporter yang tergabung dalam perusahaan yang menerbitkan harian umum secara berkala di kota itu. Hal itu tentu akan sangat berguna bagi Davine sendiri nantinya.     

Selepas masa SMA-nya, Davine memutuskan untuk kembali dan melanjutkan kuliahnya di kota yang telah ia tinggalkan selama hampir sekitar 2 tahun itu. Tentu saja alasan utama ia mengambil keputusan itu, guna dapat kembali mengawasi secara langsung bagaimana keadaan sahabatnya yang berada di kota itu. Davine, tentu ia tak akan bisa merasa tenang selama sang ayah yang menjadi sember kesengsaraan bagi sahabatnya itu masih berada di dalam kehidupan wanita itu. Davine, lelaki itu memang telah berhasil menjebloskan Pak Jason ke dalam penjara beberapa tahun yang lalu, namun itu tak akan cukup untuk membebaskan Annie dari penderitaannya, selama sang ayah yang menjadi sumber utama dari semua permasalahan itu sendiri masih berada di sisi wanita itu.     

Kembalinya Davine ke kota itu seolah memberikannya sedikit harapan untuk dapat kembali bersama sahabatnya itu, rasa rindu tiada terbendung lagi, ia sangat ingin melihat wajah sahabatnya itu setelah sekian lama waktu berlalu, ia berharap dapat melalui hari-hari seperti dulu ketika mereka masih saling mengisi satu sama lain.     

Davine memasuki universitas yang berbeda dari Annie, ia tak punya pilihan lain saat itu, kedua orang tuanya sangat mengharapkan Davine agar nantinya anak angkatnya itu dapat meneruskan kepemimpinan atas perusahaan yang telah dibangun oleh keluarganya itu bersama kakak angkatnya kelak. Dengan beberapa pertimbangan itu pula akhirnya Davine secara mau tidak mau memutuskan untuk masuk ke universitas yang berbeda dari sahabatnya itu, karena ia harus mengambil jurusan marketing guna menunjang kapasitasnya dalam melanjutkan perusahaan keluarganya yang saat itu memang berkutat di bidang pemasaran alat berat.     

Namun bagi Davine hal itu bukanlah masalah, selagi ia masih dapat untuk kembali tinggal di kota yang sama dengan Annie, maka apa pun pasti akan ia lakukan.     

Di awal kedatangannya kembali ke kota itu, Davine dengan segera berusaha untuk menemui Annie, ia berharap setelah berlalunya waktu di antara mereka, wanita itu tak lagi berusaha menghindar darinya seperti dulu. Namun hal itu nyatanya salah besar, Annie yang mendapati Davine kembali ke kota itu memang tampak sangat terkejut di buatnya, namun sekali lagi, sama halnya seperti dulu, wanita itu masih saja terus berusaha untuk menghindar dari lelaki itu.     

Banyak perubahan yang terjadi setelah berlalunya waktu, Annie memang tampak telah tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik, namun di satu sisi Davine juga bisa melihat perubahan yang teramat mencolok dari kepribadian wanita itu, tak seperti dulu yang mana Annie adalah tipe wanita yang sangat periang dan supel dalam bergaul, kini wanita itu tampak lebih pendiam dan sangat tertutup. Menurut informasi yang kerap Kevin berikan padanya, wanita itu memang terlihat sangat berubah semenjak kepergian Davine dari kota itu, ia bahkan tampak tak memiliki banyak teman seperti dulu. Bukan karena tidak ada yang mau atau enggan berteman dengannya, namun karena Annie sendirilah yang memang tampak tak ingin bergaul dan membatasi kehidupan sosialnya. Kevin sangat mengetahui itu karena ia memang berkuliah di universitas yang sama dengan Annie sendiri.     

Kevin juga menegaskan jika Annie hampir tidak pernah terlihat berhubungan dengan satu pun lelaki yang berada di kampus mereka, walau nyatanya banyak lelaki yang sangat tergila-gila karena kecantikan wanita itu, namun Annie tampak enggan dan lebih memilih menutup hatinya pada siapa pun. Dalam kesehariannya, Annie hanya kerap terlihat bersama seorang wanita yang menjadi sahabat karibnya di kampus tersebut.     

Davine bukanya tidak pernah mencoba menghubungi wanita itu, ia telah kerap mencoba menghubunginya walau hanya untuk sedikit menanyakan kabar, namun Annie, wanita itu selalu saja mengganti nomor telepon yang ia pakai setiap kali Davine berhasil mendapatkannya dari Kevin. Hal itu tentu juga membuat hati Davine terasa sakit, namun ia yang telah tahu apa yang saat itu sedang sahabatnya itu hadapi, terus saja mencoba memaklumi hal tersebut, Davine bahkan hampir terlihat seperti lelaki yang tak tahu diri di depan wanita itu. Namun di satu sisi Davine juga masih meyakini jika suatu saat nanti mereka akan dapat kembali bersama seperti dulu lagi.     

Di awal masa kuliahnya, Davine memang sedikit tidak fokus dengan mata kuliahnya itu, waktu yang ia habiskan saat itu hanyalah untuk kembali terus mengawasi keseharian Annie semata, jika dipikirkan ia sudah tampak sama halnya seperti seorang penguntit, yang terus berusaha mengikuti setiap keseharian sahabatnya itu tanpa diketahui.     

Dalam pemantauan yang ia lakukan dalam beberapa hari terakhir itu, Davine tidak menemukan sesuatu yang salah dari keseharian Annie, ia tampak seperti wanita normal pada umumnya. Annie adalah salah satu anak berprestasi di kampusnya itu, hal itu terbukti dengan beasiswa yang diberikan langsung oleh pihak universitas itu pada wanita itu, keadaan ekonomi keluarga mereka memang tergolong tidak cukup baik, sebab itu juga Annie tampak harus bekerja part time di sela-sela kesibukan rutinitas kuliahnya guna sedikit membantu beban keluarga mereka. Mungkin hal itu juga yang menjadi salah satu penyebab Annie tampak tidak terlalu bergaul seperti wanita-wanita seumurannya, ia memilih untuk memanfaatkan setiap waktu yang ia miliki dengan sebaik mungkin.     

Jarak antara kampus mereka memang terbilang cukup jauh. Saat itu Davine berkuliah pada sebuah kampus yang terdapat di daerah sekitar barat daya kota, sedangkan Annie, wanita itu berkuliah di universitas yang berada di perbatasan timur laut kota tersebut.     

Namun hal itu tak menjadi kendala bagi Davine untuk tetap bisa terus mengawasi setiap pergerakan sahabatnya itu, ia secara rutin selalu menyempatkan diri untuk sekedar melihat bagaimana keadaan wanita itu walau hanya dari kejauhan, ia kerap mengikuti setiap keseharian yang Annie lakukan sepulang kuliahnya, membuat Davine cukup hafal dengan setiap rutinitas dari wanita tersebut. Annie tampak selalu menyempatkan dirinya untuk mengunjungi sebuah pantai yang terletak di daerah timur kota itu, tampaknya itu adalah salah satu tempat favorit wanita itu untuk sekedar menghabiskan waktu seorang diri di sana.     

Tak banyak yang Annie lakukan selagi ia berada di pantai itu, ia tampak selalu duduk di sebuah pondok kecil yang berada di pantai tersebut untuk sekedar menikmati setiap terpaan angin yang membelai rambutnya, dengan melihatnya saja Davine dapat mengerti, jika sampai saat ini wanita itu masih saja terus menanggung sebuah beban yang sangat berat di pundaknya, tak jarang dalam beberapa kesempatan wanita itu tampak menangis tersedu di tengah kesendiriannya. Davine yang saat itu hanya bisa melihatnya dari jauh, hanya bisa menatap sayu wanita itu, ia sangat ingin duduk dan berada di samping sahabatnya itu, ia ingin memberikan pundaknya sebagai sandaran bagi setiap beban yang wanita itu rasakan saat itu, namun sial ia tak dapat berbuat apa pun di situasinya saat itu, karena pada dasarnya Annie tak lagi menginginkan kehadirannya lagi.     

Saat itu jam menunjukkan pukul 05.50 p.m. sedang Annie masih duduk termenung di pantai itu. Wanita itu tampak menikmati setiap detik yang ia habiskan di tempat itu.     

Pukul 06.05 p.m. Annie terlihat mengangkat sebuah panggilan yang masuk di smartphone miliknya.     

Pukul 06.10 p.m. Annie tampak berlari secepat mungkin setelah ia menerima panggilan yang entah itu dari siapa, wanita itu tampak dengan sangat terburu-buru segera meninggalkan pantai itu.     

Davine yang melihat gelagat Annie yang tampak sangat aneh itu segera memutuskan untuk kembali mengikutinya, ia khawatir kalau saja ada sesuatu yang terjadi pada wanita itu. Benar saja ketika ia sampai di ruas jalan yang berada di luar pantai itu, Davine mendapati Annie segera di jemput oleh pria paruh baya yang sudah sangat tidak asing baginya, pria itu adalah ayah dari Annie. Davine yang melihat pria itu segera kembali terbakar emosinya, ia masih belum bisa dan tak akan pernah bisa memaafkan apa yang telah pria paruh baya itu lakukan pada Annie.     

Davine yang mengawasi hal itu dari jauh dapat melihat jika saat itu sang ayah tampak sedang sangat marah pada Annie, pria paruh baya itu bahkan tampak menampar Annie dengan sangat keras. Melihat hal itu, tentu Davine sangat di buat kesal bukan kepalang, ia sangat ingin untuk segera mendatangi pria itu dan memberikan bogem mentah miliknya. Namun hal itu tak mungkin ia lakukan, untuk ke sekian kalinya Davine hanya bisa terus menahan dirinya melihat perilaku kasar yang diberikan oleh ayah dari Annie itu.     

Menerima tamparan itu Annie tampak menangis, terlihat jelas air mata wanita yang berlinang itu kian bercahaya karena pantulan lampu jalan yang menerangi mereka. Davine merasakan sakit di hatinya, ia sungguh tak dapat melihat wanita yang ia sayangi itu terus disakiti oleh pria berengsek itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.