Another Part Of Me?

Part 3.50



Part 3.50

Dalam surat kabar harian itu diberitakan jika ayah dari Annie tewas setelah mengalami gegar otak berat sebab benturan keras yang diterimanya dalam kejadian tabrak lari di malam itu.     

Davine tak tahu harus menyikapi hal itu seperti apa, apa ia patut bahagia karena telah berhasil menyingkirkan pria brengsek itu, atau malah ia harus merasa bersalah karena secara langsung telah membunuh ayah dari sahabatnya itu sendiri.     

Sebagai manusia tentu ia tak dapat membodohi dirinya sendiri, terdapat sebuah penyesalan besar di dalam hatinya. Bagaimanapun juga itu adalah pembunuhan pertama yang ia lakukan semasa hidupnya. Namun apakah hal itu sepadan dengan hasil yang ia harapkan, setidaknya ia berharap jika mulai saat ini Annie dapat kembali menjalani kehidupannya dengan normal. Davine, lelaki itu hanya ingin melihat Annie dapat kembali tersenyum dan menjalani hari-harinya layaknya wanita normal pada umumnya, dan bahkan jika bayaran dari semua itu adalah sebuah dosa besar yang harus ia tanggung sendiri, maka ia akan dengan senang hati untuk menerimanya.     

Davine terus saja tertawa, bukan karena perasaan puas akan semua hasil baik yang telah ia dapatkan, lelaki itu hanya berusaha untuk menutupi rasa bersalah karena telah melakukan pembunuhan terhadap pria berengsek itu. Di satu sisi ia yakin jika itu adalah pilihan terbaik yang dapat ia lakukan saat itu, namun di sisi lain ia juga tak dapat menanggalkan rasa kemanusiaannya, bagaimanapun juga membunuh seseorang bukanlah hal mudah untuk dilakukan, bahkan untuk lelaki seperti dirinya sekalipun. Davine kian bertanya-tanya, apakah ia bisa dikatakan sebagai pahlawan bagi kehidupan Annie, atau malah ia hanya lelaki keji sama halnya dengan pria berengsek yang telah ia bunuh itu.     

"Hey, kita bertemu lagi! Apa kau memang selalu menggunakan transportasi ini untuk pergi ke kampus?" tegur Siska, tampaknya wanita itu baru saja naik setelah pemberhentian pada halte sebelumnya.     

Kedatangan Siska dengan segera menyadarkan Davine dari lamunannya saat itu.     

"Tidak juga, tapi ... mungkin untuk seterusnya aku akan rutin menggunakan sarana transportasi ini!" jawab Davine.     

Untuk beberapa pekan awal ia memang kerap menggunakan mobil sport miliknya untuk pergi ke kampusnya, namun biasanya ia tidak memarkirkan mobil miliknya itu di kampus tersebut, ia lebih memilih untuk memarkirkan mobilnya itu di luar area kampusnya, agak risih baginya jika harus terlihat begitu mencolok dengan menggunakan mobil sport miliknya itu. Walau di beberapa hari awal ia memang kerap menggunakan mobil itu dan memarkirkannya secara langsung di area kampusnya, namun karena merasa menjadi pusat perhatian ia memutuskan mengakalinya dengan cara itu.     

"Itu bagus, hal itu akan membuat kita bisa sering bertemu di sini," tukas Siska.     

"Bolehkah aku duduk di sebelahmu?" tambah wanita itu.     

"Tentu saja!" jawab Davine, ia terlihat sedikit kikuk saat itu.     

Siska yang tampaknya mulai mengerti bagaimana kepribadian lelaki itu tampak tersenyum dan segera berusaha membuat situasi mereka menjadi lebih santai.     

Sampai di kampus, kedua orang itu segera berpisah karena jurusan yang mereka ambil memang berbeda satu sama lain. Namun sebelum itu Siska sempat mengajak Davine untuk bertemu kembali di jam kosong mereka, hanya untuk sekedar bersantai dan mengobrol saja. Davine segera menyetujui ajakan wanita itu, ia pikir hal itu tidak ada salahnya untuk dilakukan, mengingat Siska adalah tipe wanita yang sangat supel dalam berteman, yang tentu saja sangat berbanding terbalik dengan dirinya, namun ia merasa cukup nyaman dengan pesona wanita itu.     

Di jam yang telah di tentukan, Davine dengan berat hati harus membatalkan janji yang telah ia buat dengan Siska. Saat itu Davine menerima sebuah pesan dari Kevin yang mengabarkan jika hari itu proses pemakaman ayah dari Annie akan dilakukan. Davine memang telah meminta tolong pada Kevin sebelumnya, ia beralasan jika telah melihat kabar tentang kematian ayah dari Annie dalam surat kabar yang baru ia baca tadi pagi, dan segera meminta Kevin untuk mengabari kapan proses pemakaman ayah dari Annie itu akan dilangsungkan, mengingat jika Kevin memanglah berkuliah di kampus yang sama dengan Annie.     

Menurut informasi dari Kevin, hari itu Annie tidak masuk kuliah dengan alasan akan melakukan proses pemakaman untuk sang ayah yang tewas karena sebuah kecelakaan tabrak lari yang menimpanya semalam. Hal itu bisa Kevin ketahui setelah sedikit mencari informasi dari teman-teman yang berada satu kelas dengan Annie. Tentu saja itu bukanlah hal sulit bagi Kevin, terlebih ia memang bekerja sebagai reporter, jadi mudah baginya dalam mencari informasi yang Davine inginkan.     

Mendapat informasi itu, Davine segera bergegas untuk menuju tempat di mana sang ayah dari Annie itu akan dimakamkan. Menutur Kevin, pemakaman itu akan di lakukan di sebuah pemakaman umum yang terdapat di daerah kota bagian utara, yang terletak tidak begitu jauh dari kediaman Annie.     

Sebelum kepergiannya, Davine menyempatkan diri untuk menemui Siska di sebuah taman tempat yang sebelumnya telah mereka janjikan untuk bertemu ketika jam kosong mereka hari itu.     

"Maafkan aku, aku punya sedikit keperluan yang mendadak!" tukas Davine. Ia sedikit tidak nyaman karena harus membatalkan janji mereka.     

Namun tampaknya Siska dapat memaklumi hal itu, walau jelas terlihat sedikit kekecewaan terlukis di wajah manisnya.     

"Ya, tidak masalah, kita masih mempunyai banyak waktu, mungkin kita bisa bertemu besok!" ujar wanita itu. Ia tampak sangat pengertian.     

******     

Sampai di lokasi pemakaman, Davine segera mencoba melihat bagaimana proses pemakaman itu akan berlangsung. Ia tak menyambangi tempat itu dengan terang-terangan, ia menyembunyikan dirinya di antara ramainya para kerabat yang hadir di prosesi pemakaman tersebut. Saat itu Davine telah lengkap dengan sebuah kemeja hitam dan sebuah topi yang baru saja ia beli saat di perjalanannya menuju tempat itu.     

Dari kejauhan tampak Annie dan kedua adiknya sedang menatap proses pemakaman ayahnya itu dengan penuh haru, sedangkan ibu dari Annie, wanita paruh baya itu tampak menangis sejadi-jadinya, jelas sekali ia tidak dapat menerima kematian dari suaminya itu. Entah mengapa untuk ukuran pria berengsek seperti itu, sang ibu dari Annie tampak sangat terpukul atas kematian suaminya itu. Jelas sekali jika wanita paruh baya itu sangat menyayangi suaminya tersebut.     

Sedangkan Annie, wanita itu juga tampak menangis, entah apa yang ia tangisi saat itu, bagi Davine rasanya air mata dari wanita itu sangat tidak pantas menetes untuk seorang pria berengsek seperti ayahnya itu. Namun bagaimanapun sebagai seorang anak, tentu saja rasa kehilangan kini bersarang di hati wanita itu.     

Davine yang melihat hal itu dari jauh hanya bisa terdiam, kini ia kembali mempertanyakan apakah tindakan yang telah ia ambil saat itu adalah hal yang benar. Namun di satu sisi, ia juga tidak dapat terus melihat Annie tersiksa sebab perlakuan keji yang dilakukan oleh pria berengsek itu padanya. Davine terus menatap lekat wajah wanita itu dari kejauhan, sebelum akhirnya ia mulai merasa dirinya seolah memudar secara perlahan, hingga akhirnya semua pandangannya berangsur menghilang saat itu juga.     

******     

Davine tersadar, masih dengan kotak musik usang miliknya yang ia genggam. Kotak itu kini tak lagi berdenting. Ia menatap lekat tangannya yang saat itu kian bergetar hebat, ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat dalam mimpinya itu.     

Peluh mengalir di setiap tubuhnya, Davine, lelaki itu meringkuk di ujung tempat tidur, sedang nafasnya masih terasa sangat tak beraturan. Bagaimana tidak, kini ia harus mendapati jika dirinya adalah pembunuh sang ayah dari sahabatnya itu sendiri. Banyak hal yang akhirnya kini kembali dalam ingatannya, ia merasa sangat bodoh bagaimana bisa ia melupakan hal sepenting itu dalam hidupnya. Kini bukan hanya rasa bersalah akan dugaan jika ia adalah pembunuh dari sahabatnya itu. Kini ia kembali mendapati sebuah kenyataan yang tak terduga jika ia adalah sang pembunuh yang telah menghabisi nyawa dari ayah sahabatnya itu sendiri.     

Davine menangisi segala ingatan yang baru saja kembali ia dapatkan itu, banyak hal tak terduga yang ternyata telah terjadi di dalam hidupnya, dan Annie, ia adalah wanita yang sangat malang. Davine kini semakin menyalahkan dirinya atas semua hal yang telah terjadi pada sahabatnya itu, kini ia tahu bagaimana penderitaan yang selama ini wanita itu alami. Walau nyatanya Davine melakukan pembunuhan itu guna menyelamatkan Annie dari penderitaannya, namun ia tahu pasti jika cara yang ia lakukan saat itu adalah sebuah kesalahan besar. Namun di satu sisi ia benar-benar merasa jika ia tak mampu mengendalikan pikiran dan tubuhnya saat itu. Sang alter seolah mengambil alih atas semua tindakan yang telah ia lakukan di masa itu.     

Tak seperti apa yang ia rasakan dalam mimpinya, pada kenyataannya saat itu ia tak dapat mengendalikan apa yang telah terjadi, Davine memaki kesal, andai saja ia bisa mengontrol semua tindakan yang ia lakukan, mungkin kematian ayah dari Annie itu tidak perlu terjadi, baginya pasti ada cara yang lebih baik untuk dapat keluar dari permasalahan yang saat itu ia dan Annie hadapi, namun nyatanya cara berpikir dari sang alter sangatlah berbeda. Namun di sisi lain dengan kembalinya ingatan itu, kini Davine sedikit dapat memahami bagaimana cara berpikir dari sang alter yang ia miliki.     

Dari ingatan itu pula kini ia tahu bagaimana hubungan antara dirinya dan Annie harus berakhir. Tidak seperti yang ia duga sebelumnya, nyatanya ia masih terus saja menjalin hubungan dengan Annie bahkan setelah kecelakaan yang menimpa sahabatnya itu sewaktu mereka kecil. Walau nyatanya hubungan mereka juga harus kandas karena keputusan yang harus wanita itu ambil, walau nyatanya Davine juga tahu akan apa yang menjadi alasan mengapa wanita itu memutuskan untuk menjauh darinya.     

Dari ingatan itu pula kini Davine dapat mengerti mengapa kotak musik usang miliknya yang telah lama hilang itu bisa berada di dalam sebuah rumah pohon yang terdapat di salah satu bagian hutan itu. Hal itu tidak lain adalah perbuatan dari Annie. Tampaknya itu adalah hadiah yang ia janjikan pada Davine setelah mereka berhasil menyelesaikan rumah pohon tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.