Another Part Of Me?

Part 3.52



Part 3.52

0Pikiran Davine kian melayang. Perkataan Lissa tentu ada benarnya, namun bagaimana cara untuk memperbaiki sesuatu yang telah terlanjur ia lakukan itu. Tak mungkin baginya untuk menghidupkan kembali orang yang sudah mati, itulah mengapa pembunuhan termasuk sebagai dosa yang sangat besar. Tentu saja setelah kau membunuh seseorang, maka kau tak akan punya kesempatan lagi untuk meminta maaf, dan memperbaiki hal tersebut, pikir Davine. Membuatnya semakin merasa tak pantas untuk dikatakan sebagai seorang manusia. Namun di tengah percakapan itu, Lissa juga meyakinkan jika tak ada manusia yang luput dari kesalahan, menurutnya yang harus Davine lakukan saat ini adalah segera mencari kembali jati dirinya yang hilang, dan berusaha sebaik mungkin untuk melakukan hal yang ia anggap benar, tentu saja ia juga menekankan jika hal itu harus Davine lakukan dengan cara yang benar pula.     

"Banyak sekali manusia yang sangat egois dan merasa dirinya benar, dan dengan pemikiran itu mereka mulai melakukan segala cara, entah itu benar ataupun salah, selama mereka bisa mencapai tujuannya, maka mereka akan melakukan hal itu tanpa peduli bagaimana dengan perasaan orang lain," tukas Lissa. Mata wanita itu kini seakan menerawang jauh.     

******     

Hari itu para mahasiswa kembali melakukan unjuk rasa guna menentang kebijakan jam malam yang sampai saat ini masih terus diberlakukan oleh pihak pemerintah. Saat itu Siska ditunjuk sebagai perwakilan dari kampus mereka untuk melakukan orasi di depan publik. Dalam orasinya itu, Siska turut mempertanyakan kinerja pemerintahan yang ia anggap sangat tidak maksimal, menurunnya beberapa sektor ekonomi kian menjadi polemik tersendiri bagi warga kota saat itu. Dalam pidatonya Siska turut mempertanyakan tentang sikap pemerintah yang seolah menutup mata akan hal itu, yang mereka butuhkan saat itu hanyalah ruang gerak. Warga kota tak lagi mengharapkan bantuan langsung dari pemerintah kota, sekali lagi yang mereka butuh kan hanyalah ruang untuk dapat memperjuangkan ekonomi mereka sendiri. Melonjaknya tingkat kemiskinan di kota itu juga tak luput dari perhatian para mahasiswa saat itu, bagi mereka keterbatasan ruang dan waktulah yang menjadi faktor utama dalam menurunnya kesejahteraan warga saat ini.     

Aksi unjuk rasa itu berjalan ricuh, para mahasiswa yang sudah sangat geram akan sikap pemerintah tak lagi dapat membendung kekecewaannya, tak ayal beberapa fasilitas umum menjadi bulan-bulanan mereka. Merasa jika aksi unjuk rasa itu tak lagi dapat dikendalikan, pihak Kepolisian segera berusaha membubarkan secara paksa para mahasiswa itu.     

Aksi pembubaran paksa itu tak lepas dari tindak kekerasan dari pihak Kepolisian yang bertugas pada para mahasiswa itu. Tak ayal beberapa mahasiswa harus mengalami luka ringan sebab tindakan itu. Tak lagi dapat terbendung, kini unjuk rasa itu berakhir dengan aksi saling serang antara para mahasiswa dan pihak Kepolisian yang bertugas.     

Siska yang menjadi pemimpin dalam orasi mereka segera diamankan oleh para mahasiswa itu, beberapa mahasiswi yang juga terlibat dalam unjuk rasa itu segera digiring ke area yang dirasa cukup aman. Unjuk rasa itu seketika berubah menjadi sebuah kericuhan yang tak lagi dapat dibendung. Setelah merasa cukup terpojok, akhirnya para mahasiswa itu kini memilih untuk segera menghentikan aksi mereka.     

Tentu saja kericuhan itu menjadi sorotan bagi media kota. Para wartawan tampaknya telah mengabadikan kejadian itu untuk mereka angkat ke dalam surat kabar esok hari.     

Siska duduk di sebuah taman yang terdapat tidak jauh dari tempat mereka melakukan unjuk rasa saat itu, ia harus sedikit mengistirahatkan dirinya. Namun sesaat wanita itu sedikit dikagetkan dengan kemunculan seseorang yang tidak dikenalnya.     

"Minumlah!" ujar seorang lelaki lengkap dengan sebuah kamera yang tergantung di lehernya. Lelaki menyodorkan sebotol air mineral pada Siska.     

Siska yang merasa tak mengenali lelaki itu hanya bisa terdiam dan mengerutkan keningnya.     

"Ambil ini, kau pasti merasa haus setelah sebuah orasi yang kau lakukan barusan!" tambah lelaki itu.     

Siska yang masih merasa bingung akan siapa lelaki itu hanya terdiam. Tentu saja ia sedikit sungkan jika harus menerima pemberian dari orang yang tak ia kenal.     

Melihat reaksi Siska yang tampak bingung, lelaki itu segera meraih tangan wanita itu dan segera memberikan air mineral yang sedari tadi ia tawarkan pada wanita tersebut.     

Mendapat perlakuan itu, tentu Siska merasa sedikit risih, namun ia masih mencoba berpikir positif. Setidaknya niat dari lelaki itu adalah baik.     

"Terima kasih!" ujar Siska, ia tampak memperhatikan air mineral pemberian lelaki itu, ia harus memastikan jika minuman itu masih tersegel dengan baik.     

"Hey, aku tak berniat meracunimu!" ujar lelaki itu lagi. Ia sedikit bergurau menanggapi tingkah Siska.     

Merasa sikapnya kurang sopan Siska segera meminta maaf akan hal itu.     

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti itu," ujar Siska.     

"Aku hanya sedikit waspada terhadap seseorang yang tak aku kenal!" jelasnya.     

"Ya, tak mengapa, tampaknya kau wanita yang cerdas!" tukas lelaki itu.     

"Aku tak pernah melihatmu sebelumnya, aku rasa kau bukan salah satu mahasiswa dari kampusku!" Siska memicingkan matanya pada lelaki itu, ia masih merasa sedikit bingung mengapa lelaki itu tiba-tiba saja menghampirinya.     

"Ya, kau benar. Aku bukan salah satu dari mahasiswa yang berkuliah di kampusmu. Aku berkuliah di salah satu kampus yang berada di daerah sekitar timur laut kota ini," jelas lelaki itu.     

"Perkenalkan, namaku Kevin!" lelaki itu segera menyodorkan tangannya pada Siska.     

"Siska!" jawabnya, mau tidak mau ia menyambut dan menjabat tangan lelaki itu.     

Kevin pun segera menjelaskan bagaimana bisa, ia yang notabenenya berkuliah di kampus yang berbeda bisa ikut berada di tempat yang menjadi lokasi unjuk rasa saat itu. Kevin menjelaskan jika ia adalah seorang reporter yang bekerja paruh waktu pada salah satu perusahaan media yang ditugaskan untuk meliput aksi unjuk rasa yang saat itu tengah mereka lakukan. Tampaknya lelaki itu tertarik pada Siska.     

"Aku sangat setuju dengan apa yang baru saja kau orasikan, tampaknya kau wanita yang sangat menarik!" puji Kevin.     

Mendengar hal itu, Siska seketika semakin menjadi merasa risih di buatnya. Ia memang tidak terlalu menyukai tipe lelaki yang terlalu agresif sepeti itu.     

"Maaf, tampaknya aku harus pergi sekarang!" ujar Siska, ia tak ingin terlibat lebih jauh dengan lelaki itu.     

Namun tampaknya Kevin tidak peka dengan sikap yang ditunjukkan Siska saat itu. Lelaki itu tampak masih berusaha terus mendekatinya, ia bahkan sempat meminta nomor telepon dari Siska, merasa tak enak hati, Siska akhirnya mau tidak mau harus memberikan kontaknya pada lelaki itu.     

Setelah pertemuan itu, Kevin dengan rutin terus saja menghubungi Siska. Tentu saja dengan berbagai alasan yang terkesan sangat dibuat-buat oleh lelaki itu. Siska bahkan telah berusaha untuk tidak menggubrisnya, namun lelaki itu tampak sangat kekeh dan terus saja mencoba mendekati wanita itu. Tampaknya Siska telah salah besar dengan memberikan nomor telepon miliknya pada lelaki itu.     

Di suatu waktu mereka pernah tanpa sengaja kembali bertemu. Saat itu Siska sedang berada di sebuah caffe yang terletak tidak jauh dari kampusnya, membuat Siska harus mau tidak mau kembali untuk sedikit meladeni lelaki itu. Akan sangat tidak sopan jika ia mengusir lelaki itu secara terang-terangan, pikir Siska saat itu.     

Namun seperti telah ditakdirkan, entah itu adalah sebuah kebetulan atau tidak, kini Siska rasanya sering sekali tanpa sengaja bertemu dengan lelaki itu di beberapa tempat yang berbeda, dan anehnya alasan lelaki itu selalu saja sama, Kevin mengatakan ia berada di tempat itu karena pekerjaan yang harus ia lakukan. Awalnya hal itu terasa cukup masuk akal, mengingat lelaki itu adalah seorang yang bekerja sebagai reporter di kota itu.     

Setelah beberapa pertemuan tak sengaja yang ia alami, kini Siska sedikit merasa curiga dengan lelaki itu. Bagaimana tidak, rasanya hampir setiap hari ia bertemu dengan lelaki itu, membuatnya mempertanyakan pertemuan di antara mereka saat itu. Apakah benar itu adalah sebuah kebetulan saja, Siska merasa jika lelaki itu seolah selalu mengetahui di mana letak keberadaan dirinya.     

"Aku bertanya-tanya, mengapa kau selalu saja menemukan keberadaanku?" tanya Sika pada lelaki itu.     

"Aku rasa ini hanya sebuah kebetulan saja!" jawab Kevin. Hari itu mereka kembali tanpa sengaja bertemu di sebuah taman yang terdapat di sekitar tengah kota itu.     

"Bukankah itu hal yang bagus, tampaknya kita memang ditakdirkan untuk berteman dengan baik!" tambahnya.     

Siska hanya bisa mengembuskan nafasnya panjang saat itu. Jelas wanita itu sudah merasa cukup muak dengan lelaki itu.     

Setelah sedikit berbincang, seperti biasa Siska segera meninggalkan lelaki itu dengan berbagai alasan yang ia berikan. Tentu saja hal itu hanya akal-akalannya saja, wanita itu hanya sedikit enggan dengan lelaki itu, terlebih sikap dan kepribadian Kevin yang menurutnya kurang bisa membuatnya tertarik.     

Saat itu waktu menunjukkan pukul 08.30 p.m. sedang Siska masih berada di perjalanan pulangnya setelah mengerjakan sedikit tugas bersama teman-teman kampusnya.     

Entah mengapa saat di perjalanan pulangnya itu, Siska merasakan ada sedikit perasaan yang mengganggunya. Ia merasa seolah sedang diikuti oleh seseorang, entah itu hanya perasaannya saja, namun hatinya berkata jika hal itulah yang tengah ia alami saat itu.     

Sedari tadi ia telah menyadari adanya seorang lelaki dengan setelan serba hitam yang tampak sedang mengikutinya. Ia bahkan telah menyadari hal itu selepas ia meninggalkan rumah teman kampusnya yang menjadi tempat ia dan teman-temannya yang lain mengerjakan tugas bersama.     

Bagaimana tidak, lelaki dengan setelah hitam itu seolah selalu berada tidak jauh darinya. Awalnya Siska berpikir jika itu hanya kebetulan semata, bisa saja lelaki dengan setelan hitam itu memang memiliki arah tujuan yang sama dengannya. Namun ia berubah pikiran setelah menyadari sang lelaki dengan setelan hitam itu yang tampak memang seolah sedang memperhatikannya dari jarak tertentu. Siska juga dengan sengaja mampir ke beberapa tempat untuk membuktikan hal itu, namun tepat seperti apa yang ia duga, setiap kali ia singgah di salah satu tempat, setiap kali itu juga sang lelaki dengan setelan hitam itu berhenti di tempat itu. Hal itu tentu sangat aneh bagi Siska.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.