Another Part Of Me?

Part 3.53



Part 3.53

0Hampir 15 menit waktu berlalu, sedang Siska masih menunggu kedatangan bus di halte tempatnya berada saat itu. Sedangkan sang lelaki dengan setelan hitam itu tampaknya masih terlihat berada tidak jauh darinya.     

Rasa khawatir mulai bersarang di hati wanita itu, ia sangat takut pada lelaki dengan setelan hitam itu. Bisa saja lelaki itu memiliki niat jahat padannya. Siska ingin segera pergi dan meninggalkan lelaki itu, namun sialnya bus yang ia tunggu tak kunjung datang, membuat wanita itu semakin merasa panik dibuatnya. Untungnya di halte itu ia tidak seorang diri, masih terdapat beberapa warga yang juga sedang menunggu kedatangan bus di halte itu sama sepertinya.     

Sesekali Siska mencoba melirik lelaki dengan setelan hitam yang sedari tadi seolah sedang mengikutinya itu. Tampak sang lelaki itu juga sesekali mencuri pandang ke arahnya. Siska tak dapat melihat wajah lelaki itu dengan jelas, selain karena jarak di antar mereka yang memang cukup jauh, lelaki itu juga tampak menggunakan sebuah masker lengkap dengan topi hitam yang sedang dikenakannya.     

10 menit berlalu, namun bus itu belum juga tampak merapat ke halte itu. Beberapa orang yang sedari tadi juga menunggu kedatangan bus tersebut kini tampak mulai mengeluhkannya. Jika melihat dari jadwal pemberhentian, seharusnya bus itu sudah merapat dalam beberapa waktu yang lalu. Hal seperti itu memang kerap terjadi, mengingat bisa saja terjadi kendala dalam perjalanan bus itu sendiri, Siska sebenarnya sangat memaklumi hal itu, namun kini posisinya berbeda, adanya lelaki dengan setelan serba hitam itu membuat wanita itu sedikit gelisah.     

Beberapa orang yang awalnya berada di halte itu perlahan namun pasti mulai berkurang, beberapa terlihat memilih pergi karena merasa kesal dengan keterlambatan bus yang sedang mereka tunggu, sedang beberapa orang lainnya tampak lebih memilih untuk memutuskan menggunakan sarana transportasi lainnya. Hal itu tentu membuat Siska semakin menjadi kian panik. Ia tak ingin berada di tempat itu seorang diri bersama lelaki misterius yang sedari tadi ia duga sedang mengikutinya itu.     

Ditengah-tengah kecemasan itu, tiba-tiba saja Kevin datang lengkap dengan sebuah scooter matic yang ia kendarai.     

"Hay, kita bertemu lagi," sapa Kevin. Lelaki itu segera memarkirkan kendaraannya itu tepat di samping halte tempat Siska menunggu saat itu.     

Untuk ke sekian kalinya, entah bagaimana lelaki itu muncul begitu saja di hadapan Siska.     

Siska sedikit menghembuskan nafas lega, kedatangan Kevin saat itu sungguh sangat membantunya, jelas ia tidak ingin berada di tempat itu seorang diri bersama penguntit yang sedang mengikutinya itu.     

"Sedang menunggu bus?" tanya Kevin basa-basi.     

"Ya, sayangnya sampai saat ini bus itu belum kunjung datang!" jawab Siska, sembari melirik jam di tangan kirinya.     

"Aku rasa bus itu tak akan datang!" tukas Kevin dengan sangat percaya diri.     

"Maksudmu?" tanya Siska yang sedikit bingung dengan perkataan Kevin barusan.     

"Ya, mereka tidak akan datang. Mereka tak beroperasi hari ini!" jawab Kevin. Tampaknya ia tahu sesuatu.     

Kevin pun segera menjelaskan jika saat itu para sopir dari angkutan itu sedang melakukan mogok kerja, hal itu disebabkan oleh keterlambatan gaji yang seharusnya mereka terima. Kevin tahu hal itu, karena beberapa saat yang lalu ia baru saja mendatangi kantor tempat para sopir bus itu bekerja untuk meliput berita itu sebagai bahan yang akan ia masukan dalam surat kabar hariannya esok.     

"Astaga, pantas saja mereka tak kunjung datang, aku seperti orang bodoh menunggu kedatangan mereka di sini!" keluh Siska, wanita itu sedikit kesal.     

Kevin yang melihat hal itu hanya bisa tertawa kecil.     

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Kevin segera menawarkan diri untuk mengantar Siska pulang ke rumahnya. Lelaki itu tahu jika saat itu Siska tidak akan bisa menolak tawaran tersebut. Siska yang memang sudah merasa sangat tidak nyaman jika harus terus berlama-lama berdiam di tempat itu, mau tidak mau harus menerima tawaran dari lelaki tersebut. Belum lagi jika memikirkan tentang lelaki dengan setelan hitam yang terlihat sedang mengikutinya itu, tak memberikannya pilihan lain selain menerima tawaran dari Kevin saat itu.     

Kevin sedikit sumringah mendapati Siska yang akhirnya mau menerima tawarannya itu. Bagi Kevin hal itu adalah sebuah kemajuan dari setiap usaha yang telah ia coba lakukan untuk mendekati wanita itu selama ini. Lelaki itu tampak menjadi sangat bersemangat kala itu.     

Kevin segera mengambil scooter matic miliknya yang terparkir tepat di samping halte bus itu, ia segera mempersilahkan wanita itu untuk duduk, sementara ia akan mengantarkan wanita itu pulang.     

Siska sadar apa yang dilakukannya saat itu bukanlah pilihan tepat dengan menerima tawaran itu, karena bagaimanpun juga hal itu sama saja ia sedikit memberikan signal bagi lelaki itu untuk terus mendekatinya, namun sekali lagi ia tidak punya pilihan lain kala itu.     

Siska sempat kembali melayangkan pandangannya pada sang lelaki dengan setelan serba hitam yang sedari tadi terlihat sedang mengikutinya itu. Namun entah mengapa kini lelaki itu tak lagi berada di tempatnya, lelaki dengan setelan serba hitam itu seolah menghilang begitu saja dari tempat itu, Siska bahkan tak menyadari kapan lelaki itu meninggalkan tempatnya. Lelaki itu benar-benar seolah menghilang ditelan bumi.     

"Apa ada masalah?" tanya Kevin yang saat itu sedikit menyadari tingkah yang wanita itu tunjukan.     

"Ahh, tidak. Tidak ada apa pun!" jawab Siska, wanita itu segera naik ke scooter matic milik Kevin.     

Masih merasa tidak yakin, Siska kembali melayangkan pandangannya menerawang ke segala arah di tempat itu, namun benar saja, kini ia tak lagi mendapati keberadaan dari lelaki dengan setelan serba hitam yang sangat misterius itu. Membuatnya bertanya-tanya apa benar lelaki itu memang sengaja mengikutinya, dan memilih pergi karena melihat kedatangan Kevin saat itu.     

Di tengah perjalanan mereka Kevin segera menanyakan mengapa saat itu Siska tampak terlihat cemas, lelaki itu hanya ingin memastikan jika tak terjadi sesuatu apa pun yang tidak diinginkan pada wanita itu. Namun Siska segera mengatakan jika saat itu ia baik-baik saja, tentu wanita itu tak akan menceritakan perihal lelaki dengan setelan serba hitam yang ia duga tengah menguntitnya itu. Siska juga masih belum bisa memastikan hal itu, bisa saja ia hanya salah menyangka dan sedikit berprasangka buruk saja.     

Kevin terus saja membuka percakapan di antara mereka, walau Siska hanya menjawab pertanyaan demi pertanyaan itu dengan sangat singkat, namun sepertinya lelaki itu selalu saja berhasil mendapatkan topik lain untuk mereka bahas di dalam perjalanan pulangnya itu.     

Sesuai arahan Siska, akhirnya mereka sampai tepat di depan kediaman Siska. Tak dapat dipungkiri, kedatangan Kevin malam itu terasa sangat membantunya, membuat Siska kembali berpikir ulang tentang lelaki itu, kini ia berpikir jika tidak ada salahnya untuk menerima lelaki itu sebagai temannya. Rasanya tidak etis saja baginya jika terus menghindar dari segala usaha yang telah lelaki itu lakukan, dengan catatan ia akan membatasi pertemanan itu, dan tak akan memberikan ruang bagi Kevin untuk mendekatinya lebih dari seorang teman semata. Siska, wanita itu tampaknya masih belum bisa melupakan Davine, ia masih sangat mencintai lelaki itu dengan sepenuh hatinya.     

Setelah mengucapkan terima kasih, Siska segera bergegas untuk masuk ke rumahnya, sedangkan Kevin, lelaki itu juga segera pergi dari tempat itu. Hati lelaki itu terasa sangat berbunga-bunga kala itu, ia bahkan terdengar bersenandung kecil karena usahanya malam itu tidaklah sia-sia.     

Hanna menyambut kedatangan Siska, tampaknya kakak sepupunya itu melihat jika saat itu Siska tengah diantar pulang oleh seorang lelaki. Tentu saja hal itu segera ia jadikan bahan untuk menggoda adik sepupunya itu. Hanna memang tak pernah bosan untuk mengganggu adiknya itu, hal itu sudah seperti hiburan tersendiri baginya.     

"Apa dia pacar barumu?" goda Hanna.     

"Tentu saja tidak, dia hanya teman yang baru aku kenal beberapa waktu yang lalu!" jawab Siska. Ia mencoba mengacuhkan kakak sepupunya itu.     

"Teman ... rasanya aku tak pernah melihatmu diantar teman lelaki untuk pulang sebelumnya?" tanggap Hanna, lelaki itu ada benarnya.     

Siska memang tak pernah sekalipun terlihat diantar teman lelakinya untuk pulang ke rumahnya, walau nyatanya cukup banyak teman kampusnya yang menawarkan hal tersebut. Namun Siska merasa enggan dan lebih memilih untuk pulang dengan menggunakan angkutan umun. Namun kali ini berbeda, ia tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran yang diberikan Kevin saat itu. Tentu saja Hanna tak akan mengerti akan hal itu.     

Sebenarnya jika dipikirkan lagi, Kevin dan sang lelaki dengan setelan serba hitam itu sama misteriusnya, entah mengapa untuk ke sekian kalinya tanpa disengaja mereka kembali bertemu di tempat itu. Ini bukan sebuah kebetulan biasa, Siska merasa jika seolah-olah Kevin memang telah merencanakan setiap pertemuan yang tanpa sengaja mereka alami itu, namun ia juga tidak bisa mencurigai seseorang tanpa alasan yang jelas. Daripada memikirkan hal itu, ia lebih penasaran dengan siapa sang lelaki yang tampak menguntitnya malam itu. Jelas jika lelaki itu terlihat terus saja mengikutinya bahkan sedari ia pulang dari rumah temannya saat itu. Siska telah memastikan hal tersebut dengan mencoba mengecoh dan mengulur waktu, namun nyatanya sang lelaki dengan setelan serba hitam itu terus saja dan terlihat tetap mengikutinya, terbukti dari bagaimana lelaki itu terlihat hanya diam di halte bus itu, sebelum akhirnya ia menghilang begitu saja, pikir Siska.     

Siska segera beranjak ke kamarnya, ia tidak ingin meladeni Hanna yang saat itu terus saja menggodanya, lelaki itu tampak sangat menikmati kegiatannya itu, bagi Hanna apa pun itu, selama ia bisa menggoda adik sepupunya itu, maka itu akan sangat menghiburnya. Tampak jelas jika saat ini Hanna sedang mencoba menghibur diri sendiri di tengah penatnya pekerjaan yang sedang ia lakukan, Siska pun tahu hal itu, ia tahu bagaimana kakak sepupunya itu bekerja keras demi memecahkan kasus yang saat ini sedang terjadi di kotanya itu. Siska juga tahu, bagaimana lelaki itu kekurangan waktu bahkan hanya untuk beristirahat karena terus berusaha memikirkan bagaimana kasus itu akan ia pecahkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.