Another Part Of Me?

Part 3.55



Part 3.55

0Jam menunjukkan pukul 12.00 p.m. sedang Lissa masih tertidur dengan sangat pulas saat itu. Davine mengambil inisiatif untuk segera memasakkan sesuatu untuk wanita itu, untungnya di dapur itu masih terdapat beberapa bahan makanan yang masih bisa ia gunakan untuk membuat makan siang bagi mereka berdua. Selama ini Lissa sudah sangat membantunya, wanita itu bahkan mau menerimanya, yang notabenenya adalah orang asing untuk tinggal bersamanya di pondok itu. Bagi Davine, wanita itu bukan lagi orang asing untuknya, tentu ia tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa wanita tersebut.     

Davine memang telah memiliki firasat buruk sejak beberapa hari yang lalu, semenjak Lissa tampak sering pulang pergi ke suatu tempat untuk melakukan urusannya, ia sudah sangat merasa khawatir dengan wanita itu. Terlebih lagi Lissa yang terkesan selalu menyembunyikan apa yang sebenarnya tengah ia lakukan itu dari Davine, semakin membuatnya bertanya-tanya.     

Lissa terbangun dari tidurnya. Wanita itu terlihat berusaha bangkit dari tempat tidur di mana ia berbaring saat itu, namun Davine segera melarangnya. Menurut Davine, Lissa masih harus mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Walau Lissa bersikeras jika ia telah baik-baik saja, namun Davine tentu tak serta-merta menerima alasan tersebut.     

Davine segera menghidangkan masakan yang telah ia buat dengan seadanya itu, tentu ia bukankah tipe lelaki yang pandai memasak, mengingat selama ini ia selalu saja mendapatkan segala keperluannya dengan mudah tanpa harus berusaha lebih, untuk urusan makanan tentu ia juga lebih memilih untuk membelinya saja dari pada harus memasaknya sendiri.     

"Astaga, apa ini bisa dimakan?" ejek Lissa.     

"Tentu saja bisa. Kau tidak boleh melihatnya dari tampilannya saja!" jawab Davine. Meski ia sendiri tidak terlalu yakin dengan hasil dan rasa dari masakannya itu.     

Di luar dugaan, ternyata masakannya itu masih bisa untuk dinikmati, untuk seukuran lelaki yang tak pernah memasak, tampaknya ia memiliki sedikit bakat.     

Setelah mereka telah selesai dengan makan siangnya, kini Davine mulai menanyakan penyebab dari luka yang saat itu Lissa terima. Lissa menekankan jika Davine tak perlu cemas akan hal itu, wanita itu mengatakan jika saat itu ia hanya sedang apes karena tanpa sengaja bertemu dengan seekor hewan buas di perjalanan pulangnya menuju pondok itu.     

"Hewan buas itu menyerangku secara tiba-tiba, kau tahu kan jika di hutan ini masih sangat banyak hewan buas yang berkeliaran!" jelas Lissa.     

Tentu saja Davine tak mempercayai apa yang dikatakan oleh wanita itu, jelas sekali jika saat itu Lissa hanya berusaha berkelit saja. Belum lagi apa yang sempat ia ucapkan tadi pagi, membuat Davine semakin tak mempercayai alasan yang baru saja wanita itu berikan. Davine tahu benar jika luka seperti itu pastilah bukan disebabkan oleh serangan hewan buas seperti yang Lissa katakan. Tampaknya wanita itu masih saja berusaha menutupi apa yang sebenarnya sedang terjadi dari Davine.     

Untuk beberapa hari ke depan, Davine akan mengawasi pergerakan Lissa. Ia tak akan membiarkan wanita itu pergi dari pondok itu sampai ia benar-benar telah pulih. Davine juga akan berusaha dengan perlahan mengungkap apa yang sedang terjadi pada wanita itu. Davine juga akan meningkatkan kewaspadaannya kalau-kalau saja seseorang yang menyerang Lissa itu kembali datang ke sekitar pondok mereka, karena kemungkinan besar sang penyerang itu pasti telah mengetahui letak pondok tersebut.     

Sore itu Davine memutuskan untuk memancing dengan peralatan seadanya milik Lissa, selama tinggal di hutan itu ia memang telah cukup mahir dalam mencari persediaan makanan dengan memanfaatkan segala hal yang dapat hutan itu berikan, seperti apa yang Lissa ajarkan, ia hanya perlu sedikit berusaha dan sabar saja, maka ia akan mendapatkan hasil yang memuaskan.     

Pikiran Davine kian melayang, ia bahkan tak memperhatikan kail pancingnya yang telah disambar ikan saat itu. Ia masih saja memikirkan tentang Lissa, keadaan wanita itu saat ini tentu mengingatkannya seperti halnya apa yang telah terjadi pada Annie dulu. Ia merasa kecewa mengapa orang-orang yang ia anggap penting selalu saja berusaha menyembunyikan sesuatu darinya. Meski tak banyak waktu yang telah mereka habiskan bersama, namun Davine bisa merasakan sebuah ikatan antara dirinya dan Lissa. Selama ia hidup bersama wanita itu ia merasakan bagaikan memiliki seorang kakak wanita yang sangat menyayanginya. Hal itulah yang membuat Davine juga bertekad untuk dapat melindungi wanita itu, namun ia berjanji, jika cara yang ia lakukan kali ini akan berbeda dari apa yang pernah ia lakukan pada Annie dulu.     

Beberapa kali Davine kembali seolah melihat bayangan yang melintas di sudut matanya, ia bahkan telah beberapa kali mengucek kasar mata itu, namun rasanya bayangan itu bukanlah halusinasinya semata saja. Perasaan cemas kini mulai kembali menghantuinya, rasanya telah cukup lama ia meninggalkan wanita itu di pondok seorang diri. Tak berpikir panjang Davine segera mengemasi perlengkapannya, tangkapannya sore itu rasanya sudah lebih dari cukup.     

Davine mempercepat langkahnya, sedang pikirannya masih terus tertuju pada Lissa, ia takut kembali terjadi sesuatu pada wanita itu.     

Belakangan ini Davine memang kerap merasakan hal yang janggal, ia kembali sering mengalami berhalusinasi dan delusi, ia seolah merasa jika pergerakannya saat itu sedang diawasi oleh sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa itu. Rasa paranoid akan sesuatu yang tidak nyata? Pikirnya.     

Davine berkali-kali memanggil nama Lissa dari luar pondok, ia hanya ingin memastikan jika wanita itu baik-baik saja, namun tak kunjung ada jawaban dari wanita itu. Davine segera berlari untuk mengecek bagaimana keadaan Lissa saat itu. Ia menghembuskan nafas lega mendapati wanita itu masih tertidur pulas di dalam pondok tersebut.     

Davine mengacak kasar rambutnya, tampaknya ia telah berlebihan dalam mencemaskan sesuatu. Selama potongan dari ingat-ingatan miliknya itu berangsur kembali, ia memang kerap merasa cemas akan apa yang sedang terjadi, ia tidak ingin apa yang dulu ia alami kian terulang kembali, baik itu untuk Lissa dan juga Siska, mereka adalah dua orang yang sangat penting baginya saat ini.     

"Apa kau mendapatkan tangkapan bagus?" tanya Lissa, tampaknya kedatangan dan sedikit kegaduhan yang ditimbulkan oleh Davine saat itu sedikit mengganggu tidurnya.     

"Tentu saja, lihat ini!" jawab Davine, ia segera menunjukkan beberapa ekor ikan hasil tangkapannya saat itu.     

"Wah, rasanya kau cukup terampil dalam melakukan hal apa pun!" puji Lissa, wanita itu mengacungkan salah satu jempolnya pada Davine.     

Mendapat pujian dari wanita itu, Davine sedikit merasa tersipu.     

"Baiklah, aku akan menyiapkan makan malam untuk kita," ujar Davine.     

"Biarkan aku membantumu!" sambut Lissa, wanita itu segera memaksa tubuhnya untuk bangkit dari kasur yang sedang ia tiduri itu.     

Tentu saja Davine melarang dan menyuruh Lissa untuk tetap beristirahat saja, namun Lissa segera menolak dan mengatakan jika ia sudah bosan karena hampir seharian penuh ia habiskan hanya dengan berdiam diri di atas tempat tidur itu.     

"Aku sudah baik-baik saja sekarang, kau tak perlu merasa khawatir seperti itu!" sambung Lissa.     

"Kau tahu, aku bukan nenek-nenek yang harus kau perlakukan seolah aku tak dapat melakukan apa pun!" gerutu Lissa, wanita itu sedikit memanyunkan bibirnya, membuat Davine tertawa seketika itu juga.     

Mereka pun segera membagi tugas masing-masing, Davine bertugas untuk menyiapkan kayu bakar yang akan mereka pakai dan menyalakan api. Sedangkan Lissa, wanita itu bertugas untuk membersihkan ikan hasil tangkapan Davine hari itu. Saat itu Davine kembali mendapati tangan Lissa yang sedikit bergetar ketika wanita itu memegang pisau dapurnya. Entah apa yang membuat Lissa seperti itu, namun yang pasti itu bukan hal wajar yang biasa wanita itu tunjukan.     

Melihat hal itu Davine segera mengambil alih pekerjaan yang Lissa kerjakan saat itu, ia juga tak menyinggung akan sedikit kejanggalan yang wanita itu tunjukan. Davine beralasan jika sebaiknya ia saja yang melakukan hal itu, sementara Lissa bisa menyiapkan bumbu untuk melengkapi beberapa ikan yang nantinya akan mereka masak bersama.     

Lissa sedikit kesal karena Davine mengambil alih pekerjaannya, namun Davine hanya tersenyum dan terlihat sedikit mengejek Lissa. Namun wanita itu tampaknya menyadari jika saat itu Davine sedikit menemukan sesuatu yang salah pada dirinya. Memang semenjak beberapa waktu belakangan ini, Lissa merasa sedikit trauma dengan benda itu, hal itu pulalah yang menyebabkan tangannya selalu bergetar ketika ia menggunakan benda tersebut.     

Semua hal tampaknya berjalan dengan sangat baik, makan malam sederhana itu kini telah tersaji di depan mereka. Sebelum mereka mulai menyantap makanan itu, Lissa menyempatkan dirinya untuk mengambil sesuatu di dalam tas kecil yang biasanya selalu ia bawa ke mana-mana itu.     

Tak diduga, wanita itu memberikan sebotol pil antidepresan yang entah dari mana ia dapatkan pada Davine.     

"Tampaknya kau membutuhkan pil ini!" ujar Lissa sembari menyodorkan botol pil yang berada di tangannya saat itu.     

Davine mengerutkan keningnya, tentu Lissa sudah mendengar jika Davine memang merasa sering sekali berhalusinasi belakangan ini, terlebih Lissa juga tahu mengenai perihal dugaan adanya sebuah kepribadian ganda yang terdapat pada diri Davine. Hal itu tidak terlalu mengejutkan bagi lelaki itu, ia juga tahu jika Lissa memang sedikit banyaknya tahu akan dunia kedokteran, hal itu dapat ia simpulkan dari beberapa buku milik Lissa yang beberapa waktu lalu tanpa sengaja ia temukan, dan juga dari pengalaman langsung ketika wanita itu melakukan pengobatan pada dirinya. Jelas hal itu semakin membuat Davine berpikir jika wanita itu pasti dulunya bekerja atau menggeluti hal-hal yang berkaitan dengan dunia kedokteran. Namun Lissa yang seolah tak ingin Davine menyinggung atau membahas hal tersebut, membuatnya hanya bisa menerka-nerka siapa sebenarnya wanita itu, apa profesi Lissa sebelum wanita itu memutuskan untuk mengasingkan diri di hutan itu. Banyak hal abu-abu tentang Lissa. Banyak hal yang tidak ia ketahui tentang wanita itu, pikir Davine.     

Davine segera menyambut botol pil yang diberikan Lissa saat itu. Ia tak banyak bertanya dari mana Lissa mendapatkan antidepresan itu, setahunya pil itu tidak diperjual belikan secara bebas di apotek tanpa adanya resep dokter yang menganjurkannya. Sama halnya dengan yang Malvine lakukan dulu, Davine masih bertanya-tanya bagaimana kedua orang itu bisa mendapatkan pil itu dengan mudah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.