Another Part Of Me?

Part 3.58



Part 3.58

0Kevin segera menegak habis air mineral kemasan botol yang baru saja diberikan oleh Siska, tampaknya lelaki itu memang sedikit haus. Ia juga tampak berkeringat di beberapa bagian wajahnya.     

"Maaf aku sedikit terlambat," ujarnya.     

Menanggapi itu, Siska hanya tersenyum masam. Tampaknya lelaki itu telah masuk dalam perangkap yang wanita itu buat.     

"Yah, tidak apa-apa, lagi pula ini akan menjadi pertemuan terakhir kita!" sambut Siska. Wanita itu masih berusaha menyembunyikan kekesalannya.     

Kevin mengerutkan keningnya, tentu saja ia di     

sedikit dibuat bingung dengan apa maksud dari perkataan wanita itu.     

"Maksudmu?" tanya Kevin yang masih tak mengerti dengan apa maksud dari perkataan Siska.     

Siska tersenyum sinis, ia sedikit mengacak rambutnya, bagaimana bisa lelaki itu bersikap seolah ia tak mengerti dengan apa maksud dari perkataan yang baru saja ia ucapkan itu, pikirnya.     

"Oke, langsung pada intinya saja," sambung Siska.     

Wanita itu segera meletakan sebuah GPS tracker yang baru saja ia temukan terselip di dalam salah satu buku kuliahnya itu.     

"Benda ini milikmu kan?" tembak wanita itu.     

Ekspresi Kevin berubah panik saat itu juga, ia bahkan tak mampu menjawab pertanyaan yang baru saja Siska lontarkan.     

"Aku bertanya, apa benda ini milikmu!" tambah wanita itu lagi, ia semakin menyudutkan Kevin saat itu.     

Tentu saja Kevin segera berdalih jika benda itu bukanlah miliknya, ia bahkan berani bersumpah di depan wanita itu. Namun Siska tentu tidaklah bodoh, wanita itu telah menyiapkan sesuatu yang bisa ia jadikan alibi guna memaksa Kevin untuk mengakui hal tersebut.     

"Sudahlah kau tak perlu berdalih lagi. Apa kau bisa menjelaskan bagaimana kau tahu aku berada di tempat ini?" tanya Siska, ia kian memojokkan lelaki itu.     

"Bukannya kau yang menentukan tempatnya, aku hanya mengikuti sesuai janji yang telah kita buat!" tangkas Kevin. Ia masih berusaha memberikan pembelaannya.     

"Maaf, apa aku pernah menyebutkan di mana tempat kita akan bertemu?" sambung wanita itu.     

Kevin yang mendengar pernyataan itu terdiam seketika, ia baru menyadari jika saat itu ia telah melakukan kesalahan yang sangat besar. Jika ia ingat baik-baik lagi Siska memang tidak pernah memberitahukan titik lokasi di mana mereka akan bertemu saat itu, wanita itu hanya menyebutkan kapan waktu mereka akan melakukan janji temu itu.     

Mendapati Kevin yang saat itu telah sangat terpojok dan tak lagi dapat mengatakan apa-apa, Siska segera mengambil kesimpulan jika benar GPS tracker yang terselip di dalam tasnya itu sudah pasti adalah milik lelaki itu.     

"Aku peringatkan padamu, jangan pernah berusaha untuk mendekatiku lagi mulai saat ini!" ujar wanita itu dengan sangat kesal.     

"Apa kau mengerti!" tambahnya lagi.     

Siska dengan segenap kekesalannya segera meninggalkan Kevin yang masih mematung di tempat itu, ia masih tidak habis pikir dengan apa yang telah lelaki itu perbuat, apa maksud dan tujuannya, Siska bahkan sedikit merinding jika memikirkan hal tersebut.     

Sedangkan Kevin, lelaki itu tampak mengacak kasar rambutnya, ia benar-benar tertangkap basah kali ini, ia tak pernah menyangka jika Siska adalah tipe wanita yang sangat pandai dalam menyikapi apa yang telah ia perbuat. Wanita itu benar-benar menjebaknya, dan bodohnya ia tak sadar akan hal itu.     

"Sial...!" maki lelaki itu kesal.     

Kevin meratapi dirinya sendiri, ia tahu benar apa yang telah ia perbuat itu adalah sebuah kesalahan, namun ia melakukan itu semata-mata untuk bisa terus berdekatan pada wanita itu. Ia telah menunggu untuk waktu yang cukup lama agar bisa mendekatinya, namun kini ketika baru saja hampir berhasil melakukannya, lelaki itu harus menerima jika usaha semua yang kini ia lakukan telah gagal total.     

Kevin telah cukup lama mengamati wanita itu, ia telah jatuh hati padanya jauh sebelum wanita itu menjalin hubungan dengan Davine. Pertemuan pertama mereka terjadi saat Kevin sedang meliput sebuah aksi sosial yang di mana saat itu Siska adalah salah satu wanita termasuk dalam aksi sosial tersebut.     

Hal itu terjadi begitu saja, saat itu Kevin yang tengah meliput aksi sosial itu tanpa sengaja menabrak wanita itu ketika mereka sedang berpapasan pada sebuah lorong yang terdapat di dalam sebuah bangunan yang menjadi tempat mereka melakukan aksi sosial mereka kala itu. Kevin yang saat itu terlalu fokus dengan kamera yang sedang ia bawa, membuatnya tidak memperhatikan jalan yang ada di depannya, dan di saat yang bersamaan pula Siska tiba-tiba saja lewat di lorong itu, membuat Kevin tanpa sengaja menabrak wanita itu.     

Merasa jika itu adalah kesalahan darinya, Kevin segera meminta maaf pada wanita itu, untungnya Siska tak terlalu mempermasalahkannya, wanita itu bahkan tersenyum sangat manis pada Kevin, membuat Kevin seketika jatuh hati dalam pandangan pertamanya.     

Setelah kejadian itu, Kevin mulai mencoba mencari tahu berbagai macam hal tentang Siska, ia telah jatuh hati dengan senyuman manis yang wanita itu berikan padanya saat itu. Namun tampaknya tidak begitu dengan Siska, wanita itu bahkan tak pernah mengingat Kevin sedikit pun setelah kejadian itu. Kevin tahu hal itu, karena dalam pertemuannya yang lain bersama wanita itu, Siska tampak tak mengingatnya sama sekali, membuat hatinya sedikit merasa sakit.     

Namun Kevin tak akan berhenti hanya karena hal itu, ia selalu mencari cara untuk mendekati Siska, namun setiap kali ia melakukan usahanya itu, setiap kali itu juga Siska tampak selalu mengabaikannya, ia bahkan bagaikan angin lalu di mata wanita itu.     

Hingga akhirnya Davine kembali untuk berkuliah di kota itu, dan sialnya entah mengapa Siska dan Davine tiba-tiba saia menjadi sangat dekat, membuat Kevin tak dapat mendekati Siska lagi, ia tahu Davine orang seperti apa, ia tak ingin mencari masalah dengan lelaki gila sepertinya.     

Hingga kenyataan pahit bersarang di hatinya, ia merasa tak percaya untuk kedua kalinya Davine kembali menghancurkan kisah cinta yang ingin ia perjuangkan, ia ingat benar alasan Annie menolaknya dahulu juga karena wanita itu telah mencintai seseorang yang tidak lain adalah Davine, dan kini entah bagaimana Siska dan Davine tiba-tiba telah menjalin hubungan, hal itu sekali lagi menghancurkan apa yang ia impikan, kali ini ia bahkan telah gagal sebelum mencoba mendekati Siska dengan benar.     

Bagi Kevin, Davine selalu saja menjadi penghalang di hidupnya. Bukan hanya soal masalah percintaan, namun pada hal-hal lainnya juga, mungkin Davine tak menyadarinya, namun Kevin tahu benar siapa Davine sebenarnya, seperti apa masa lalu lelaki itu, ia tahu dengan sangat pasti.     

Kevin juga telah menyelidiki apa yang telah Davine lakukan terhadap Annie, ia bahkan tahu siapa dalang di balik kematian yang terjadi pada ayah dari wanita itu. Bagi Kevin Davine adalah sumber dari semua permasalahan yang kini terjadi dalam hidupnya, semua kemalangan yang ia rasakan tidak lain adalah hasil ulah dari lelaki itu, walau nyatanya Davine sendiri tidak pernah menyadari apa yang telah ia perbuat pada Kevin, dampak seperti apa yang telah Davine berikan pada kehidupan lelaki itu.     

Sampai saat ini Davine selalu menjadi momok tersendiri bagi dirinya, semua kegagalan yang ia alami sampai saat ini, tidak lain berasal dari lelaki itu, kevina bahkan tak akan pernah memaafkan apa yang telah terjadi pada Annie, ia bersumpah jika suatu saat Davine harus membayar semua yang telah ia lakukan.     

"Berengsek kau Davine!" teriak Kevin di tempat itu, membuatnya seketika itu juga menjadi pusat perhatian. Namun bukannya merasa malu, Kevin malah segera membentak orang-orang yang tengah melihatnya dengan ekspresi bingung saat itu. Lelaki itu benar-benar telah kehilangan akalnya.     

******     

Siska segera menghempaskan tubuh lelahnya di atas kasur, ia masih tak habis pikir dengan orang-orang seperti Kevin. Menurutnya di dunia ini sangat banyak orang-orang dengan kepribadian menyimpang seperti itu, yang di mana mereka rela melakukan segala hal untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sama halnya dengan apa yang telah Kevin lakukan padanya, jelas lelaki itu sudah lewat dari batasnya.     

Bagi Siska, lelaki itu sudah sangat keterlaluan, ia tak jauh beda seperti seorang penguntit, jika Siska tak menyadari hal itu lebih awal, mungkin saja nantinya Kevin akan bertindak lebih dari sekedar apa yang telah lelaki itu lakukan untuk saat ini, membayangkan hal itu saja sudah cukup membuat bulu kuduk wanita itu berdiri.     

Siska sendiri masih belum mengerti akan maksud sebenarnya dari lelaki itu. Bagaimana tidak, jika dipikirkan lagi, mengapa lelaki itu bisa datang tiba-tiba dan mencoba mendekatinya hingga rela melakukan hal di luar akal sehat seperti itu. Tentu saja lelaki normal tidak akan melakukan hal seperti itu, menaruh sebuah GPS tracker pada wanita yang ia sukai, itu benar-benar gila, pikir Siska.     

Namun di satu sisi wanita itu juga mencoba untuk mengambil sisi baik dari apa yang baru saja ia alami, alangkah tidak baik baginya jika harus mempercayai orang yang baru saja ia kenal seperti itu. Ia harus lebih teliti dalam memilih atau memutuskan berteman dengan seseorang. Hal itu juga seolah membuka matanya, jika banyak orang sinting yang berkeliaran dan hidup menyerupai orang normal di dunia ini.     

Siska menghembuskan nafasnya panjang, rasanya banyak sekali masalah yang ia hadapi dalam beberapa waktu belakangan ini, belum selesai dengan kasus pembunuhan berantai yang sampai saat ini masih belum bisa dipecahkan oleh pihak Kepolisian, dan lagi kenyataan jika saat ini pihak Kepolisian sedang mencurigai Davine sebagai tersangka kasus pembunuhan yang menimpa Annie. Hal itu saja rasanya sudah cukup membuat ia tak dapat bernafas dengan lega, pikirannya selalu tertuju pada mantan kekasihnya itu. Entah bagaimana kasus ini akan berlanjut, ia hanya berharap suatu saat Davine bisa terbebas dari tuduhan itu, karena ia sangat percaya jika lelaki itu tidak akan melakukan hal seperti apa yang saat ini Hanna dan pihak Kepolisian itu duga. Siska bahkan seolah mengutuk dirinya sendiri karena tidak dapat melakukan hal apa pun saat itu. Ia merasa sangat tak berguna, walau di satu sisi ia sangat meyakini jika Davine bukanlah orang yang melakukan pembunuhan terhadap Annie, namun sekali lagi ia tak mempunyai bukti apa pun untuk melakukan pembelaannya pada mantan kekasihnya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.