Another Part Of Me?

Part 4.8



Part 4.8

0Davine menghentakkan kakinya pada bagian lantai kayu itu, entah mengapa ia merasakan adanya sebuah bagian kosong di bawah sana. Berbeda dengan lantai rumah lainya yang tampak kokoh dan berisi, karena pada dasarnya lantai pondok itu memang hanya beralaskan kayu yang bertumpu langsung dengan tanah tempat pondok itu berdiri, membuat pondok itu tak menyisakan sedikit pun ruang atau kolong di bagian bawahnya.     

Davine yang sudah merasa sangat penasaran itu segera mencoba untuk menyingkap karpet itu, ia yakin jika di bawah sana pastilah terdapat sesuatu, pikirnya. Namun ketika ia baru saja ingin melakukan aksinya, tiba-tiba saja Lissa datang dan menegurnya dari belakang. Tampaknya wanita itu sedikit terlihat bingung akan tingkah Davine saat itu.     

"Hey, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Lissa, ia sedikit mengerutkan keningnya saat itu.     

Teguran itu segera mengejutkan Davine seketika. Bahu lelaki itu bahkan tampak sedikit terangkat karenanya.     

"Ah, tidak. Aku tidak melakukan apa pun!" jawab Davine, ia berusaha menutupi rasa penasarannya yang begitu besar saat itu. Sedangkan Lissa, wanita itu tampak sedikit menaruh curiga akan tingkah Davine saat itu.     

"Apa ada sesuatu yang aneh?" tanya wanita itu lagi, ia terlihat memegang erat mata kalung berbentuk kunci yang selalu ia kenakan di lehernya.     

Sebenarnya hal itu juga telah lama menjadi perhatian Davine, ia hanya merasa sedikit aneh saja dengan kalung yang selama ini Lissa kenakan di lehernya itu. Kalung cantik yang mungkin saja terbuat dari emas putih itu terlihat sangat kontras dengan mata kalung berbentuk kunci yang ia kenakan di lehernya. Mata kalung berbentuk kunci itu terlihat sangat biasa untuk ukuran kalung mewah yang ia kenakan. Davine merasa itu adalah sebuah kombinasi yang rasanya kurang sesuai saja.     

Tak hanya itu, Lissa juga selalu tampak sering sekali menggenggam mata kalung yang ia gunakan itu, seolah itu adalah benda yang sangat penting baginya.     

"Bagaimana keadaanmu?" jawab Davine, jelas sekali lelaki itu sedang mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mereka.     

Lissa tentu saja sangat sadar akan hal itu.     

"Yeah, cukup baik. Aku rasa luka ini akan segera sembuh," jawab wanita itu.     

Lissa segera mendekat ke arah Davine, sedang lelaki itu tampak sedikit salah tingkah di depan wanita saat itu. Saat itu ia merasa seperti seorang pencuri yang sedang tertangkap basah ketika ingin melakukan aksinya.     

Lissa yang memang sangat peka, tentu segera berusaha mengajak Davine untuk untuk keluar dan sedikit berbincang di luar pondok, tampaknya memang ada sesuatu yang wanita itu sembunyikan di balik lantai yang menjadi tempat Davine berdiri saat itu.     

Mereka berdua berada di posisi yang membuat mereka saling merasa tidak nyaman satu sama lain. Di satu sisi Davine merasa tidak enak hati karena baru saja hampir tertangkap basah dengan lancang memeriksa pondok milik Lissa yang kini sedang ia tumpangi, sedang di sisi lain, Lissa juga tampaknya tidak ingin Davine mengetahui apa yang ia sembunyikan di balik lantai tempat lelaki itu sedang berpijak.     

Davine pun segera menerima ajakan itu, walau rasa penasarannya begitu besar akan apa yang tersembunyi di balik lantai itu, namun ia juga tidak ingin Lissa menganggapnya sebagai lelaki yang tak tahu diri karena dengan lancang mencoba memeriksa apa yang tersembunyi di balik lantai pondok milik wanita itu, walau ia juga dapat melihat adanya sesuatu yang sengaja Lissa tutupi saat itu, Davine bisa melihat hal itu dengan sangat jelas dari sikap yang Lissa tunjukan.     

Sampai di luar pondok, Lissa terlihat meregangkan setiap sendi dari tubuhnya sembari menarik nafasnya sedalam mungkin. Udara pagi di hutan itu memang terasa sangat nyaman dan asri. Tampaknya wanita itu sudah cukup bosan karena tidak bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa sebab luka yang di deritanya. Bagi Davine itu adalah hal wajar, Lissa memanglah wanita yang sangat aktif, ia bahkan telah melakukan segala hal seorang diri di hutan itu jauh sebelum kedatangannya, jadi rasanya wajar saja jika Lissa sedikit merasa bosan jika harus berdiam diri tanpa bisa melakukan rutinitas kesehariannya.     

"Entah mengapa punggungku sedikit terasa sakit jika harus terlalu lama berdiam diri dan tak melakukan apa pun," keluh wanita itu.     

Davine hanya bisa tersenyum menanggapi hal itu, ia tahu benar jika Lissa memang adalah tipe wanita tangguh dan pekerja keras.     

"Lalu, apa yang akan kau lakukan ke depannya?" tanya Lissa.     

"Maksudku, bagaimana dengan Siska, apa kau tak menghawatirkan keadaan wanita itu?" lanjutnya.     

"Tentu saja hal itu selalu menjadi pikiranku saat ini," jawab Davine, ia memang tak dapat sedetik pun menanggalkan rasa cemasnya akan mantan kekasihnya itu.     

"Bagaimana jika dugaan tentang sudut pandang itu adalah benar, walau terasa tak masuk akal namun seperti yang telah aku katakan, hal itu bukan tidak mungkin terjadi!" tukas Lissa.     

Davine mengangguk setuju dengan perkataan Lissa barusan. Bagi Davine tak ada sedikit pun keraguan yang ia rasakan tentang hal itu, ia yakin benar jika dugaan tentang dirinya yang terkoneksi dengan seseorang lainnya yang berada di kota itu adalah benar, dan tentu saja yang kini selalu menjadi pikirannya adalah Siska. Ia tahu dalam sudut pandang yang dilihatnya saat itu, Siska seolah tengah menjadi target dari sang pemilik sudut pandang tersebut. Hal itu membuat Davine merasa harus segera mengambil tindakan guna mencegah sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi.     

"Aku yakin jika orang itu sedang mengincar Siska!" tanggap Davine. Lelaki itu tampak melayangkan pandangannya jauh ke awan. Jelas rasa khawatir akan keselamatan mantan kekasihnya itu terasa begitu kuat bersarang di hatinya.     

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Lissa lagi.     

"Tentu saja aku tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padanya. Tidak, tidak lagi, aku tak ingin merasakan penyesalan seperti ini lagi!" jawab Davine tegas.     

Mendengar jawaban itu, Lissa tampak tersenyum, sedari awal ia sangat tahu jika Davine bukanlah orang jahat, walau banyak misteri yang terdapat dalam diri lelaki itu, namun ia yakin jika pada dasarnya Davine adalah orang baik.     

Semenjak kedatangannya di pondok itu, Davine telah mengalami berbagai kejadian yang sangat mencengangkan dalam hidupnya, semua ingatan miliknya yang secara perlahan kembali itu, mulai mengungkap satu per satu akan ingatan yang seolah telah terlewatkan dalam hidupnya. Banyak kenyataan pahit yang harus ia lalui semenjak ia kecil, bagaimana penderitaannya ketika masih berada di yayasan itu, dan bagaimana pedihnya ketika ia menyadari apa yang telah terjadi antara dirinya dan Annie, ia bahkan mendapati jika ternyata dirinyalah yang menjadi penyebab kematian ayah dari sahabatnya itu sendiri.     

Kini Davine menyadari jika ia hanyalah seorang pengecut yang mencoba lari dari setiap kenyataan yang tak mampu ia hadapi, memaksa munculnya sang alter untuk menanggung semua beban yang ia rasakan, walau nyatanya cara sang alter miliknya dalam menghadapi setiap masalah sangatlah berbeda darinya, namun ia tahu sang alter miliknya itu hanya berusaha melindungi dirinya dari setiap rasa sakit yang harus ia emban, menangung beban berat yang tak mampu ia pikul seorang sendiri, membungkus dan merenggut setiap ingatan itu darinya. Membuat Davine berpikir jika hidupnya selama ini sangatlah berjalan dengan sangat baik seperti yang selalu ia harapkan.     

"Aku akan melindunginya, dengan caraku sendiri, aku tak akan membiarkan alter milikku mengambil alih atas diriku lagi, aku bukan pengecut yang hanya bisa berlari dari kenyataan," sambung Davine.     

"Aku bersumpah akan menjaga wanita itu semampuku, bahkan jika aku harus membahayakan keselamatanku sendiri maka aku akan tetap melakukannya!" tegas Davine.     

"Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi yang telah terjadi pada Annie, terjadi pula Siska! " tambah lelaki itu.     

"Aku tidak ingin merasakan penyesalan dalam hidupku lagi!" tambahnya lagi.     

Davine menatap tajam mata Lissa saat itu, menegaskan jika ia sangat bersungguh-sungguh dengan perkataan yang baru saja ia katakan. Hal itu membuat Lissa semakin mempercayai Davine, ia merasa jika Davine adalah orang yang dapat diandalkan.     

"Cepat atau lambat aku harus segera kembali ke kota itu, aku tidak bisa membiarkan hal ini berjalan lebih berangsur-angsur lagi!" tegas Davine.     

Lissa mengangguk paham. Segera mengingatkan kembali pada Davine, jika kali ini ia harus menyelesaikan masalah itu dengan cara terbaik yang bisa ia lakukan. Lissa tak ingin Davine kembali merasa terbebani jika akhirnya nanti lelaki itu kembali mengambil keputusan yang salah.     

"Ingat, hal baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula!" ingat Lissa pada lelaki itu.     

******     

Hanna masih berkutat di depan laptop miliknya, ia kembali membuka file docx milik Ryean, lelaki itu bahkan telah membaca catatan itu berulang kali, ia berharap dapat memecahkan sebuah teka-teki yang Ryean berikan di dalam catatannya itu.     

Hanna masih terus mencari apa makna dari sebuah kalimat yang menurut Ryean adalah petunjuk di mana ia menyembunyikan bukti sesungguhnya akan kematian Annie.     

"Karena LILY adalah gadis yang malang di utara, menangis di antara F dan B yang berada di sekitarnya." Hanna terus saja menggumamkan kalimat itu, ia masih belum bisa memahami setiap maksud dari kata-kata itu.     

Sebenarnya Hanna hanya perlu berpikir dam memecahkan apa maksud di balik kalimat itu, dengan begitu mungkin saja keadaan saat ini akan berubah. Tentu Hanna merasa ada sebuah kejanggalan dari sikap Ryean berikan, mengapa lelaki itu tak memilih untuk langsung memberikan bukti itu secara blakblakan, mengapa ia lebih memilih untuk menyembunyikannya di suatu tempat, atau malah itu hanya omong kosong semata. Hanna mengacak rambutnya, lelaki itu benar-benar tidak tahu apa arti dari kalimat yang Ryean cantumkan dalam catatannya itu. Namun ada hal yang menarik dan sedikit membuatnya berpikir ulang di dalam catatan itu. Di dalam catatan itu Ryean sempat menyinggung tentang dirinya yang sangat membenci Davine, dan hal itu tidak lain karena penolakan yang Annie berikan kepadanya, saat itu Annie mengatakan jika di dalam hatinya hanya ada satu orang lelaki, dan lelaki itu adalah Davine.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.