Another Part Of Me?

Part 4.19



Part 4.19

0Pukul 08.30 p.m. Davine memasuki kota, ia telah menetapkan hatinya, ia tak lagi bisa hanya berdiam diri mendapati kedua orang yang ia anggap penting di dalam hidupnya itu tengah berada dalam masalah, ia tidak bisa hanya mementingkan keselamatannya sendiri saja.     

Yang pertama harus ia lakukan saat ini adalah mencari keberadaan Hanna, ia benar-benar harus segera memberitahu perihal seseorang yang bisa saja sedang mengincar nyawa Siska pada lelaki itu, walau ia tidak tahu apa hubungan pasti di antara lelaki itu dengan Siska, namun nyatanya ia pernah mendapati Hanna sedang berada di rumah yang sama dengan mantan kekasihnya itu, hal itu seolah-olah lelaki itu memang mendiami kediaman Siska. Mungkin saja Hanna adalah keluarga dari Siska, setidaknya itulah yang dapat ia simpulkan saat itu, karena ia tahu benar jika Siska bukan tipe wanita yang sembarangan mengajak atau memperbolehkan lelaki asing untuk tinggal di rumahnya.     

Situasi kota saat itu tampak ramai tak seperti biasanya, namun mengingat saat itu masih belum memasuki jam malam yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota, rasanya hal itu cukup wajar di mata Davine.     

Davine telah lengkap dengan seluruh setelan yang ia kenakan guna menutupi identitasnya, tampaknya sebuah hoodie dan masker mulut yang ia gunakan sudah cukup membuat orang-orang sekitar tak mengenalinya.     

Tak banyak pikir panjang, Davine segera menuju ke kediaman Siska, ia tahu itu adalah tempat paling masuk akal guna mencari keberadaan Hanna. Tentu ia tidak akan dengan bodohnya langsung berkunjung dan menemui lelaki itu, ia akan mencoba mengintai sejenak kediaman mantan kekasihnya itu untuk menentukan langkah yang harus ia ambil selanjutnya.     

Sampai di kediaman Siska ia segera menuju ke sebuah kedai yang dulu juga pernah ia gunakan untuk mengintai kediaman itu, rasanya tempat itu memang area yang paling strategis guna memantau ke kediaman mantan kekasihnya tersebut.     

Waktu telah menunjukkan pukul 09.00 p.m. ia tak punya banyak waktu lagi sebelum jam malam yang di terapkan di kota itu akan diberlakukan, ia hanya bisa berharap akan segera menemukan keberadaan Hanna di tempat itu.     

Seperti apa yang pernah ia lakukan dulu, Davine segera memesan segelas kopi untuk menyamarkan aksi pengintaiannya, ia tidak ingin sang pemilik kedai itu menaruh curiga padanya.     

Tak banyak yang bisa ia lakukan saat itu, ia tak punya pilihan lain selain hanya menunggu kemunculan sosok Hanna di rumah itu.     

Sekitar 15 menit berlalu, Davine sedikit dikejutkan oleh sosok Hanna yang terlihat keluar dari rumah itu, dan gilanya lagi lelaki itu tampak sedang menuju ke arahnya. Tentu saja itu bukanlah hal yang tak diharapkannya, namun ia juga sedikit merasa waswas jika Hanna segera mendapati dirinya sebelum ia sempat mengutarakan apa yang ingin ia sampaikan pada lelaki itu.     

Hanna terus berjalan dan semakin mendekati kedai itu, sedang Davine segera kembali mengenakan masker mulut yang sebelumnya telah ia lepaskan, ia juga segera menudungkan tudung yang terdapat pada hoodie yang ia kenakan di kepalanya.     

Tanpa disangka Hanna segera duduk hampir tepat di sebelah Davine, entah itu adalah sebuah kebetulan yang datang di saat yang tepat saja. Sebelumnya Davine berencana hanya untuk memantau pergerakan lelaki itu dari sana, dan akan mencoba mengikuti lelaki itu ketika ia meninggalkan kediaman milik mantan kekasihnya itu, Davine bermaksud akan mengikuti dan menemuinya ketika ia merasa mendapatkan tempat yang pas untuk melakukan aksinya itu. Namun kini lelaki itu tengah berada tepat di sebelahnya, membuat Davine sedikit gugup akan situasi yang harus ia hadapi kala itu.     

Hanna yang baru saja duduk di sebelahnya itu segera memesan secangkir kopi, tampaknya lelaki itu hanya ingin sedikit bersantai sambil menikmati suasana malam di kedai itu.     

Hanna sempat melayangkan pandangannya pada Davine yang duduk tepat di sebelahnya, namun Davine segera memalingkan pandangannya dari lelaki itu, tampaknya Hanna tidak menyadari jika lelaki yang tengah duduk di sebelahnya itu adalah orang yang saat ini tengah ia cari-cari.     

Hanna sempat sedikit membungkukkan tubuhnya untuk sekedar menyapa Davine yang tengah duduk di sebelahnya, tampaknya lelaki itu hanya sedikit ingin menyapa agar situasinya tidak terlalu canggung. Tentu saja Davine segera membalas perlakuan itu, walau setelahnya ia kembali memalingkan wajahnya dari lelaki tersebut. Hanna tampak sedikit mengerutkan dahinya, tentu Davine yang sedang menggunakan setelan seperti itu sedikit memancing perhatiannya, jika dipikirkan lagi untuk apa seseorang yang sedang menikmati secangkir kopi sepertinya malah terlihat menggunakan masker mulut yang di mana hal itu hanya akan mempersulit dirinya untuk menikmati kopi tersebut.     

Davin yang menyadari hal itu segera berpura-pura bersin, agar ia tak lagi tampak aneh karena sedang menggunakan masker mulut itu, ia tak bisa sembarangan dalam memperlihatkan gestur tubuh atau sesuatu apa pun yang bisa saja menarik perhatian Hanna, tampaknya lelaki itu sangat jeli dalam melihat dan memahami situasi yang sedang terjadi di sekitarnya.     

Davine yang sesekali mencuri pandang terhadap Hanna, ia mendapati jika lelaki itu tampak terlihat sedikit frustrasi. Terkadang mata lelaki itu tampak terlihat kosong dan menerawang jauh tanpa arah dan tujuan, sedang kopi yang ia pesan kini lebih terlihat seperti ia abaikan begitu saja.     

Beberapa waktu situasi canggung itu berjalan, hingga akhirnya sang pemilik kedai kopi itu mulai membuka pembicaraan guna mengisi waktu luangnya. Sang pemilik kedai kopi itu mengatakan rasa bersyukurnya karena saat itu jam malam tidak diberlakukan lagi di kota itu. Mendengar hal tersebut Davine seketika mengerutkan keningnya, ia bahkan tidak tahu mengenai informasi yang baru saja ia dengar dari sang pemilik kedai kopi itu. Menurut sang pemilik kedai kopi tersebut, itu adalah hal yang sudah sewajarnya dilakukan oleh pemerintah kota saat ini, walau nyatanya pencabutan jam malam itu masih dalam masa percobaan, namun tampaknya hal itu sangat disambut baik oleh para warga kota. Sang pemilik kedai kopi itu juga mengatakan jika selama penerapan jam malam dilakukan di kota itu, maka pendapatannya semakin hari semakin kian menurun, karena notabenenya pengunjung pada kedai kopi miliknya itu dulunya sebagian besar adalah para remaja dan beberapa pekerja malam yang kerap menikmati secangkir kopi untuk menikmati malam yang mereka habiskan dengan sekedar saling bercerita satu sama lain.     

Tentu Davine dan Hanna yang mendengar pernyataan itu sangat mengerti akan situasi kota yang sedang mereka hadapi saat itu. Peraturan jam malam yang diberlakukan oleh pihak Pemerintah nyatanya memang berdampak cukup besar untuk para wira usaha kecil sepeti sang pemilik kedai kopi itu. Namun di satu sisi mereka juga dapat sedikit memahami akan usaha yang coba pemerintah kota lakukan guna menghindari kembali terjadinya kasus pembunuhan berantai yang notabenenya memang kerap dilakukan oleh sang serial killer itu pada malam hari. Hal itu dapat diketahui dari hasil autopsi dari tiap-tiap mayat korban pembunuhan berantai yang di temukan di kota itu.     

Hanna tampak tak terlalu banyak menanggapi apa yang dikatakan oleh sang pemilik kedai kopi itu, pikirannya lebih terlihat seolah melayang jauh ke suatu tempat daripada berada di tempat itu. Sedangkan Davine, ia hanya diam dan mendengarkan apa yang sang pemilik kedai kopi itu bicarakan dengan saksama.     

Davine yang sudah merasa sangat tidak nyaman memutuskan untuk segera meninggalkan kedai kopi itu, ia lebih memilih untuk menunggu di suatu tempat yang terletak tidak jauh dari kedai kopi dan kediaman Siska itu guna menunggu waktu yang tepat untuk melakukan aksi yang telah ia rencanakan pada Hanna. Setidaknya dengan begitu ia tidak perlu merasa terlalu cemas jika Hanna akan mengetahui identitasnya saat itu, terlebih situasi canggung yang ia rasakan saat itu sudah berada pada batasnya.     

Setelah membayar kopi yang ia pesan kepada sang pemilik kedai kopi itu, Davine segera pergi untuk meninggalkan kedai tersebut, tampaknya Hanna sedikit mencurigai gelagatnya, karena bagaimanapun juga semenjak lelaki itu tiba di kedai itu, Davine tak pernah sekalipun menyeruput kopi yang telah ia pesan. Tentu saja Davine tidak ingin lelaki itu melihat wajah yang tersembunyi di balik masker yang ia kenakan.     

Sedikit menjauh dari tempat itu, dan setelah memastikan Hanna tak lagi memperhatikannya, Davine segera mencari tempat yang sekiranya aman dan strategis baginya untuk kembali mengawasi pergerakan Hanna, ia akan mencoba melakukan aksinya nanti, ketika lelaki itu telah selesai dengan apa yang ia lakukan di kedai itu, waktu yang sangat tepat adalah ketika ia akan pergi dan berjalan untuk kembali pulang ke kediaman milik Siska itu, pikir Davine.     

Tak berselang lama, hanya sekitar 15 menit menunggu kini tampak Hanna telah bergerak dari kedai kopi itu, tampaknya ia sudah selesai dengan apa yang ia lakukan di tempat itu. Setelah membayar kopi yang ia pesan, lelaki itu terlihat berjalan untuk kembali menuju ke kediaman Siska, Davine yang melihat hal itu segera bergegas untuk mengikuti Hanna dari belakang, ia harus melakukan aksinya saat itu juga, jika tidak mungkin ia tak akan lagi bisa mendapatkan kesempatan seperti itu, pikirnya.     

Hanna terlihat berjalan dengan santai, jarak antar kedai dan kediaman Siska saat itu memang tidak cukup jauh, Davine yang dengan sigap mengikuti lelaki itu kini telah berada tepat beberapa meter di belakang lelaki tersebut.     

Merasa itu adalah saat yang tepat Davine segera merangkul lelaki itu dari belakang dengan salah satu lengannya, sedang tangan satunya lagi dengan sigap menodongkan handgun miliknya tepat di area sekitar pinggang lelaki tersebut.     

Hanna yang mendapat perlakuan itu tentu sangat terkejut tidak main dibuatnya, ia sempat memberontak, namun aksinya itu terhenti ketika ia menyadari ada sebuah handgun yang mengarah langsung pada bagian belakang perutnya. Hanna masih dapat merasakan dingin dari moncong handgun yang menempel pada kulit berlapis kaos yang memang sedikit tipis yang sedang ia gunakan malam itu.     

"Aku peringatkan, jangan bergerak dan melakukan perlawanan, atau berteriak sedikit pun!" bisik Davine tepat pada kuping lelaki itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.