Another Part Of Me?

Part 4.23



Part 4.23

0Siska segera menghubungi Hanna, ia bermaksud untuk memberitahukan apa yang baru saja terjadi pada lelaki itu, tampaknya ia merasakan adanya sedikit kejanggalan sebab kejadian yang baru saja ia temui, walau sekali lagi nyatanya itu bisa saja hanya dugaan yang berlebihan darinya saja. Namun rasanya tidak ada salahnya untuk melaporkan hal tersebut pada kakak sepupunya itu.     

Di luar dugaan, Siska yang awalnya hendak melaporkan kejadian yang baru saja ia temui, malah dikagetkan dengan Hanna yang mengatakan jika ia saat itu sedang menangani sebuah kejadian yang sama, namun di tempat yang berbeda di dalam panggilan telepon yang ia lakukan.     

"Astaga, apa itu benar, kau tahu aku baru saja ingin memberitahukan perihal kejadian yang sama kepadamu!" ujar Siska, wanita itu sedikit tersentak dalam panggilannya.     

"Apa maksudmu?" tanya Hanna, lelaki itu tak kalah terkejutnya mendengar apa yang baru saja Siska katakan.     

"Aku berada di daerah sekitar barat daya kota ini, lebih tepatnya beberapa kilo meter dari kampusku, dan aku bersumpah aku baru saja menemukan kejadian yang sama seperti apa yang baru saja kau katakan!" tukas Siska.     

"Tunggu dulu tolong jelaskan ini dengan baik!" titah Hanna, ia tahu ada sesuatu yang tidak beres tentang hal itu.     

Siska pun segera menceritakan dengan sangat detail kejadian yang baru saja ia temui pada Hanna. Di sini Siska menjelaskan jika terdapat seorang pria tua yang berkemungkinan memiliki gangguan jiwa yang saat itu terlihat sangat jelas jika ia seolah sedang keracunan oleh sesuatu. Siska juga mengatakan jika di dekat pria tua itu terdapat sebuah nasi dengan kemasan kotak yang jatuh berserakan. Ia menduga kuat jika pria tua itu sedang menderita keracunan makanan, hal itu di perkuat dari adanya busa yang keluar dari mulut pria tua dengan gangguan jiwa tersebut.     

Mendengar hal itu Hanna segera memerintahkan Siska untuk setidaknya melihat bagaimana bentuk dari kotak yang membungkus makanan itu, apakah ada ciri atau tanda khusus yang bisa menjadi petunjuk dari mana kotak makanan itu berasal. Namun Siska segera menegaskan jika kotak makanan itu hanya berwarna putih polos tanpa adanya label atau tanda apapun yang bisa menjelaskan dari mana makanan itu berasal.     

"Sial!" maki Hanna dalam panggilannya itu.     

Hanna pun mengatakan hal yang sama, tampaknya makanan itu sama dengan makanan yang menyebabkan keracunan pada seseorang di tempat dirinya berada saat itu. Di tempat itu Hanna juga menegaskan jika bentuk kotak itu mungkin saja sama, hanya berwarna putih polos tanpa adanya label atau petunjuk siapa yang memproduksinya. Dengan kata lain bisa saja nasi kotak itu dengan sengaja dibagikan oleh seseorang. Hanna juga menambahkan jika korban yang ia temui juga kemungkinan memiliki keterbelakangan mental, tentu saja hal itu membuat Siska kaget tidak main.     

"Aku punya firasat buruk tentang ini!" gumam Hanna dalam panggilan itu.     

Hari itu para warga dihebohkan dengan adanya beberapa temuan korban keracunan makanan yang terjadi di beberapa titik berbeda di kota itu. Tampaknya korban dari makanan dengan kemasan kotak itu tak hanya berhenti pada masing-masing korban yang ditemukan oleh Hanna dan Siska. Gilanya korban yang berjatuhan hampir melingkupi di setiap area kota tersebut.     

Hanna telah menerima laporan jika setidaknya ada 6 korban yang mengalami keracunan sebab makanan dengan kemasan kotak yang tampaknya berasal dari orang yang sama. Hal ini tentu saja menjadi sebuah kecurigaan bagi Hanna, apakah hal itu memang disengaja, atau mungkin hal ini hanyalah kecelakaan semata. Namun yang menjadi perhatian utama lelaki itu bukan saja kasus keracunan makanan yang terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan di tiap titik yang berbeda di kota itu, yang menjadi fokus utamanya adalah para korban yang di ketahui hampir keseluruhan adalah penderita keterbelakangan mental dan gangguan jiwa.     

Pihak Kepolisian dan tim forensik segera membawa sampel makanan itu guna mengetahui zat jenis apa yang mungkin terkandung dan menjadi penyebab keracunan yang mereka alami. Uji lab segera dilakukan dan hasil yang keluar cukup mencengangkan.     

Dari hasil uji lab itu ditemukan kandungan sianida dengan jumlah yang cukup besar dalam sampel makanan yang telah mereka uji. Meski zat beracun yang terkandung dalam makanan itu berbeda dengan temuan yang mereka dapati pada kasus yang terjadi pada para penyandang disabilitas beberapa bulan lalu, namun Hanna tetap meyakini jika hal itu mungkin memiliki saling keterkaitan antara satu sama lain.     

Kasus keracunan sianida sebenarnya telah kerap kali di temukan, tampaknya zat itu cukup memang populer untuk dijadikan cara untuk meracuni seseorang. Sianida sendiri adalah bahan kimia mematikan yang terbagi dalam beberapa bentuk, ada yang dalam bentuk gas dan ada pula yang berbentuk kristal, yang di mana zat itu kerap digambarkan memiliki aroma serupa almond busuk. Zat ini sangat berbahaya bagi tubuh manusia, hanya perlu sekitar 90 miligramnya saja sudah cukup mematikan bagi seseorang yang terpapar oleh zat tersebut.     

Apabila seseorang terpapar zat itu, baik itu pada kulit, terhirup, ataupun tertelan maka akan mengalami beberapa efek seperti, sakit kepala, mual, muntah, nafas terasa cepat, jantung berdebar, dan lemas. Untuk paparan dalam jumlah besar maka efek yang ditimbulkan akan mencakup, kejang, tekanan darah rendah, pingsan, luka pada paru-paru, melemahnya detak jantung, gagal dalam pernafasan, hingga menyebabkan kematian. Ciri-ciri ini sesuai dengan apa yang dialami setiap korban yang saat ini ditemukan. Diketahui pula jumlah kandungan sianida yang terdapat dari hasil sampel makanan yang mereka uji berada di sekitar 11 sampai 15 gram, tentu saja itu adalah jumlah yang sangat banyak. Jika 90 miligram saja sudah cukup untuk membunuh seseorang, lalu bagaimana dengan jumlah kandungan yang dapat dikatakan terbilang masif dalam sampel makanan yang mereka temukan saat itu.     

Jelas hal ini adalah sebuah kesengajaan, Hanna tak terpikirkan hal lain yang bisa saja menjadi penyebab mengapa hal seperti itu bisa terjadi, dan yang paling ia sesalkan mengapa hal itu terjadi pada mereka yang merupakan orang-orang dengan keterbelakangan mental dan gangguan jiwa. Apakah hal itu dianggap sebagai sebuah lelucon oleh pelakunya, apakah nyawa dari mereka yang merupakan orang dengan keterbelakangan seperti mereka itu sangatlah tidak berharga, pikirnya.     

Sersan Hendrik segera meminta Hanna untuk menemuinya, ia ingin sedikit membahas perihal apa yang baru saja terjadi di kantornya. Hanna yang menerima permintaan itu segera bergegas menuju kantor kepolisian saat itu juga.     

Sampai di kantor kepolisian terlihat Sersan Hendrik sedang berada di dalam ruangannya, ia tampak sedang memegangi kepalanya, lelaki itu benar-benar tak habis pikir dengan apa yang baru saja terjadi di kota itu. Mereka yang bahkan baru saja mendapat sedikit sanjungan baik dari para warga kota kini kembali harus menerima keluhan atas kejadian yang menimpa para penyandang keterbelakangan mental dan gangguan jiwa itu. Para warga menyesalkan mengapa pihak Kepolisian dan Pemerintah kota terkesan tidak peduli akan kehidupan para warga dengan keterbelakangan seperti mereka. Yang mereka keluhkan adalah pihak Pemerintah dan Kepolisian yang membiarkan para warga seperti mereka tetap berkeliaran di jalanan umum tanpa adanya pengawasan yang baik. Tentu saja para warga hanya bisa mengeluh saja, walau nyatanya mereka tak pernah benar-benar turut membantu pihak Kepolisian dan Pemerintah akan hal itu.     

"Mereka hanya bisa mengeluh, mereka pikir kami hanya menutup mata pada orang-orang dengan gangguan jiwa seperti mereka!" keluh Hendrik.     

"Kami bahkan telah rutin melakukan razia untuk membawa para penyandang keterbelakangan mental itu pada panti-panti yang menampung orang-orang seperti mereka," tambahnya lagi.     

Hanna cukup paham dengan apa yang Sersan Hendrik keluhkan, ia tahu benar jika saat ini para warga rasanya sudah cukup keterlaluan, mereka hanya mau melihat apa yang ingin mereka lihat, dan akan segera mengeluhkan jika ada hal yang berada di luar ekspektasi mereka tanpa tahu bagaimana dan seperti apa hal itu bisa terjadi. Begitulah manusia, selalu egois dan hanya bisa saling menyalahkan, pikir Hanna.     

"Apa mereka adalah orang yang sama?" tanya Hendrik pada Hanna.     

"Maksudku, kasus keracunan yang terjadi pada para penyandang disabilitas itu?" lurus Hendrik.     

"Aku tak bisa mengatakannya dengan pasti, namun ...." kata-kata Hanna mengambang begitu saja.     

"Namun apa?" sambut Hendrik.     

"Aku rasa aku mulai mengerti akan tujuan dari oknum yang melakukan hal ini!" tukas Hanna.     

"Apa Kakak, pernah mendengar sebuah kasus pembantaian yang dilakukan oleh seorang pemuda pada para penyandang disabilitas yang terjadi di suatu negara sekitar 10 tahun yang lalu?" Hanna balik bertanya.     

"Tentu saja, tragedi itu cukup terkenal dan sangat menghebohkan publik saat itu," jawab Hendrik.     

"Lantas apa Kakak, tahu apa yang menjadi alasan atau faktor yang mendorong pemuda itu melakukan pembantaian kejinya saat itu?" tanya Hanna lagi.     

Hanna pun sedikit menjelaskan bagaimana dan mengapa kejadian itu bisa terjadi. Di negara yang menjadi tempat terjadinya tragedi itu, kebanyakan masyarakatnya memang masih memegang teguh tingkat sosial mereka, yang di mana hal itu membuat mereka menganggap seseorang dengan disabilitas adalah aib bagi mereka. Pemikiran seperti itu bukan hanya tumbuh di kalangan masyarakat, bahkan pemerintah negara itu pun melakukan hal yang sama, pemerintah seolah menyembunyikan keberadaan para penyandang disabilitas itu, sekali lagi hal ini terjadi karena tingginya tingkat standar sosial di negara itu, karena pada dasarnya sebagian besar dari penduduk negara itu menganggap diri mereka superior, kesempurnaan dalam hal mental dan fisik tentu saja menjadi hal penting bagi mereka, pemikiran seperti itulah yang membuat mereka para penyandang disabilitas semakin menjadi minoritas di negara tersebut.     

Berbekal akan pemikiran itu, seorang pemuda yang merupakan penduduk asli negara itu melakukan pembantai pada sebuah pusat penampungan para penyandang disabilitas yang berada di salah satu kota di negara itu. Ia melakukan aksinya dengan sangat keji, dengan berbekal sebuah alasan untuk menyelamatkan masa depan negaranya dengan cara menghapuskan setiap kaum disabilitas yang berada di negara tersebut. Menurutnya para penyandang disabilitas itu hanyalah merupakan aib yang harus segera disingkirkan guna kelangsungan dan kesempurnaan ras mereka.     

Tentu saja itu adalah hal yang sangat gila. Setelah aksi pembantai yang menewaskan cukup banyak korban yang keseluruhannya adalah penyandang disabilitas itu, sang pemuda itu segera menyerahkan dirinya kepada pihak Kepolisian di kota itu. Ia tak pernah sekalipun menyesali perbuatanya dan bahkan menganggap dirinya sebagai seorang pahlawan atas aksi keji yang telah ia lakukan terhadap para penyandang disabilitas itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.