Another Part Of Me?

Part 4.24



Part 4.24

0Sebelum melakukan aksi gilanya itu, sang pemuda terlebih dahulu mengirimkan surat kepada pihak Kepolisian di kota itu, walau nyatanya itu adalah surat yang berisikan pernyataan langsung akan niat yang ingin dilakukan oleh pemuda itu, namun nyatanya hal itu seolah tak mendapat perhatian lebih dari pihak Kepolisian yang bertugas saat itu.     

Dalam suratnya, sang pemuda dengan tegas menyatakan niatannya untuk melakukan pembantai pada para kaum penyandang disabilitas yang berada di salah satu pusat perawatan khusus kaum disabilitas yang berada di kota itu. Walau pihak Kepolisian telah menempatkan beberapa CCTV guna mencegah tragedi itu terjadi, namun nyatanya hal itu sia-sia, kelalaian dari para petugas yang di tugaskan memantau kamera CCTV itu menjadi awal mula tragedi mengerikan itu terjadi.     

Dalam surat itu sang pemuda bahkan telah mencantumkan waktu dan tanggal kapan aksi pembantaiannya itu akan ia lakukan, namun tampaknya hal itu tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para penjaga yang bertugas untuk mengawasi CCTV itu, hingga akhirnya ketika waktu yang ditentukan tiba, sang pemuda dengan mudahnya berhasil memasuki pusat perawatan khusus penyandang disabilitas yang ia maksudkan dalam suratnya itu. Sang pemuda sebenarnya terekam jelas lewat CCTV yang telah dipasang pada pusat perawatan itu, namun karena keteledoran petugas yang berjaga, akhirnya sang pemuda dapat dengan mudah memasuki area tersebut tanpa di sadari oleh seorangpun penjaga yang bertugas di malam itu. Alhasil pemuda itu berhasil membunuh setidaknya sekitar 19 orang penyandang disabilitas, sedang 13 orang penyandang lainya mengalami luka parah, dan 26 penyandang lainnya mengalami luka ringan. Tentu saja itu adalah hal yang sangat gila, apalagi saat melihat kenyataan jika hal itu hanya di lakukan oleh pemuda itu seorang diri dengan berbekal sejumlah pisau yang ia bawa di dalam tas yang dikenakannya.     

Setelah melakukan pembantaian keji itu, sesuai dengan apa yang ia tuliskan di dalam surat yang telah ia kirimkan pada pihak Kepolisian sebelumnya, sang pemuda segera menyerahkan dirinya dengan suka rela pada pihak Kepolisian setempat.     

Berkaca dengan kejadian itu, Hanna menegaskan jika hal yang sedang terjadi saat ini seolah memiliki sebuah kesamaan, yang di mana korban yang berjatuhan adalah mereka para penyandang disabilitas, seperti orang-orang dengan keterbelakangan mental, dan gangguan jiwa. Walau metode yang digunakan saat ini terbilang cukup halus.     

"Jadi maksudmu, hal ini bukanlah kasus keracunan biasa?" tanya Hendrik untuk kembali memastikannya.     

"Entahlah, namun intuisiku berkata seperti itu!" jawab Hanna.     

"Kita tidak bisa menebak apa yang ada di dalam pemikiran seseorang. Aku telah banyak mendapati orang-orang dengan pemikiran gila seperti itu, dan mereka bisa saja berada di suatu tempat tanpa kita sadari," tambah Hanna. Ia     

"Dan tak menutup kemungkinan jika hal itu jugalah yang sedang terjadi di kota ini," tambahnya lagi.     

Setelah mendengar kata-kata itu dari Hanna, mereka seketika terdiam dan tenggelam dalam pemikiran mereka masing-masing. Sersan Hendrik tahu benar dengan apa yang Hanna maksud saat itu, sebagai seorang personil kepolisian tentu saja ia juga telah kerap kali mendapati kasus-kasus gila dengan alasan yang tak masuk akal seperti itu. Menurut Sersan Hendrik banyak sekali orang gila yang tak tampak gila berkeliaran di dunia ini.     

******     

Siska masih saja merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi di kota itu. Ia tak habis pikir bagaimana hal serupa terjadi di beberapa titik berbeda dalam rentan waktu yang hampir bersamaan. Apakah benar jika hal itu adalah tindakan yang dilakukan oleh oknum yang tak bertanggung jawab, atau itu hanyalah murni sebuah kecelakaan semata, pikirnya.     

Menanggalkan hal itu, Siska kini kembali memfokuskan atensinya pada sosok yang terasa sangat familier di matanya itu, ia merasa sangat yakin jika lelaki yang baru saja ia lihat di tengah ramainya warga kota itu adalah Davine yang tidak lain merupakan mantan kekasihnya. Namun mengapa lelaki itu dengan ceroboh berkeliaran seperti itu di tengah kota, bukankah saat ini ia sedang diburu oleh pihak Kepolisian kota itu. Sialnya saat itu Siska tak dapat memastikan jika apa yang baru saja ia lihat itu adalah benar. Di tambah lagi kini ia telah kehilangan jejak lelaki itu karena kekacauan yang sempat terjadi di tempat itu. Hal itu kini menyisakan tanda tanya besar yang bersarang di hati wanita itu.     

Siska merasa jika dirinya mungkin saja hanya sedang berkhayal karena pikiran yang belakangan ini selalu bersarang di kepalanya. Bagaimana tidak telah semenjak ia menemukan foto-foto dari Davine yang kini telah dijadikan bukti oleh Hanna dan pihak Kepolisian, tentu saja ia selalu memikirkan bagaimana situasi yang tengah di hadapi mantan kekasihnya itu, di tambah kemunculan Davine di hari ulang tahunnya beberapa waktu yang lalu, dan yang Terakhir adalah pertemuannya bersama Malvine yang juga terjadi tepat beberapa hari yang lalu itu semakin membuat Siska kian memikirkan bagaimana situasi dan kondisi Davine saat ini. Mungkin saja hal itu yang memacu otaknya hingga membuat dirinya berhalusinasi seolah melihat sosok yang selalu ia pikirkan itu di tengah keramaian kota, sedang hal itu rasanya sungguh tidak masuk di akal.     

Di tengah lamunannya, Siska di kejutkan oleh sebuah pesan yang kembali masuk pada smartphone miliknya.     

"Kau sedang memikirkan apa cantik?" tulis pesan itu.     

Siska yang membacanya seketika tersentak hebat, ia segera melayangkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ia jangkau, berharap ia akan menemukan siapa sang pengirim pesan misterius itu. Namun bagaimana ia bisa menemukan sosok tersebut, sedangkan ia tak tahu sama sekali seperti apa ciri-ciri dari orang itu. Namun ada satu hal pasti yang ia ketahui. Sang pengirim pesan misterius itu tentu sedang mengawasinya dari suatu tempat yang tidak jauh dari tempatnya berada.     

Bulu kuduk Siska merinding, ia tak habis pikir bagaimana bisa ada seseorang yang melakukan hal menjijikkan seperti itu, menguntit dan mengirimnya pesan secara berkala, tentu itu bukan tindakan manusia normal, orang itu lebih seperti sedang mengalami gangguan mental, pikir Siska.     

Tak ingin berlama-lama lagi di tempat itu, Siska segera bergegas untuk pergi dari sana, ia tak ingin terus dijadikan perhatian bagi orang yang menurutnya tidak waras itu. Siska tahu jika saat ini ia tidak boleh terus berkeliaran seorang diri karena hal itu bisa saja membahayakan nyawanya, ia juga menghindari untuk melewati tempat-tempat yang menurutnya rawan dan sepi. Wanita itu tidak dapat membodohi dirinya sendiri, ia benar-benar mulai merasa tertekan sebab pesan-pesan yang terus menerornya secara berkala itu.     

Untungnya saat itu terlihat sekumpulan teman kuliahnya, mereka adalah para mahasiswa dan mahasiswi yang belakangan ini kerap melakukan demonstrasi bersamanya guna mengecam kebijakan pemerintah yang akhirnya mulai membuahkan hasil itu.     

Siska yang melihat keberadaan teman-temannya itu tanpa pikir panjang segera menghampiri dan bergabung bersama mereka, setidaknya dengan begitu perasaan waswas yang sedang ia rasakan saat itu kini akan sedikit berkurang.     

******     

Davine sedikit merasa terkejut, ia baru mengetahui jika di kota itu telah lama tak mempunyai fasilitas seperti yayasan penampungan anak yatim dan para gelandangan. Bagaimana bisa kota itu tak memiliki fasilitas yang rasanya cukup penting seperti itu. Hal ini baru ia ketahui ketika ia mencoba menanyakannya pada pemilik warung internet itu, setelah tak menemukan petunjuk apa pun dalam pencariannya yang coba ia lakukan di dunia maya itu, akhirnya ia memutuskan untuk mencoba menanyakan perihal tersebut.     

Menurut sang pemilik warung internet itu, ia memang sudah lama tak pernah mendengar adanya fasilitas yayasan seperti yang baru saja Davine tanyakan itu. Entah itu adalah keteledoran pemerintah dalam pengembangan struktur kota tersebut, atau ada hal lain yang menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk tak menyediakan fasilitas tersebut. Namun jika dipikirkan baik-baik, tentu saja itu adalah hal yang sangat janggal. Davine tahu jika kota itu memiliki pusat perawatan untuk para penyandang disabilitas, namun rasanya aneh jika kota itu tak memiliki fasilitas yayasan seperti yang ia maksud.     

Hal ini juga bertentangan dengan ingatan masa kecilnya, yang di mana ia sendiri dibesarkan pada sebuah yayasan yang menampung anak yatim dan para anak gelandangan yang ia sendiri sangat yakin jika yayasan tersebut berada di kota itu.     

Lantas sejak kapan kota itu tak lagi memiliki fasilitas penampungan anak yatim dan para gelandangan seperti yang ia tempati dalam ingatan masa kecilnya itu. Apakah yayasan itu telah lama ditutup, atau malah yayasan yang di prakarsai oleh pihak swasta itu memang sebelumnya tidak pernah ketahui keberadaannya oleh para warga kota, mengingat letak yayasan tersebut tampaknya juga berdiri jauh dari pusat kota.     

Lalu bagaimana cara ia dapat menemukan yayasan itu jika para warga kota saja bahkan tak tahu menahu akan adanya yayasan tersebut, dan lagi tidak ditemukannya data apa pun yang berkaitan dengan yayasan itu di internet, membuat Davine seolah kehilangan arah dalam usaha pencariannya kala itu.     

Davine tentu tak dapat dengan serta merta mencari keberadaan yayasan itu dengan cara menyambangi tempat-tempat yang menurutnya bisa saja menjadi tempat di mana yayasan itu berdiri, lelaki itu terkendala oleh status yang sedang melekat pada dirinya. Tentu saja ia tidak bisa berkeliaran dengan bebas di kota itu, sedang pihak Kepolisian masih terus mencarinya, di tambah tingkat keamanan kota yang saat itu memang tengah di tingkatkan guna meminimalisir tingkat kejahatan di kota itu, mengingat saat ini pihak Pemerintah sedang melakukan masa percobaan pelepasan jam malam di kota tersebut.     

Davine masih berkutat dalam pemikirannya, entah mengapa ia merasa jika mungkin saja hal itu adalah ulah pemerintah yang dengan sengaja menyembunyikan keberadaan fasilitas itu, walau ini hanya sebuah spekulasi Davine semata, namun bisa saja ada sesuatu yang dengan sengaja berusaha pemerintah tutupi terkait hal itu. Davine yang juga baru mengetahui betapa kejamnya keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam upaya mempersatukan kota itu guna membentuk tatanan kota seperti apa yang mereka inginkan, menjadikannya cukup mengerti jika banyak hal yang sebenarnya dengan sengaja berusaha disembunyikan oleh pemerintah kota guna menjaga nama mereka, dan tak menutup kemungkinan jika perihal yayasan yang sedang ia cari itu juga berkaitan dengan tindakan terselubung yang mungkin pernah oleh pemerintah kota tersebut, pikir Davine.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.