Another Part Of Me?

Part 4.26



Part 4.26

0Hanna melayangkan pandangannya pada hamparan makan yang berada di sana, jika saja dugaannya benar, mungkin bukti yang Ryean maksud pastilah tersembunyi di antara luasnya area pemakaman itu. Namun sayangnya ia masih belum bisa memecahkan arti dari kelanjutan kalimat yang Ryean tuliskan dalam catatannya itu.     

"Menangis di antara F dan B yang berada di sekitarnya?" gumam Hanna, ia masih tak mengerti akan maksud dari kelanjutan kalimat itu.     

Hanna sudah mencoba memikirkan apa makna dari kata-kata itu semalam suntuk, walau ia sudah tahu arti dari pengalan kalimat sebelumnya, tentu saja ia tetap harus mengartikan kelanjutan kalimat itu jika ia ingin menemukan bukti yang Ryean maksud dalam catatannya itu. Sialnya Hanna benar-benar tak mengerti akan maksud dari kata 'F dan B' yang dengan sengaja disisipkan oleh lelaki itu dalam kalimatnya.     

Hanna kembali menelepon Bella, ia ingin tahu di mana letak lokasi Annie di makamkan di pemakaman umum itu, ia hanya berharap bisa menemukan sesuatu jika melihat makam itu dengan mata kepalanya sendiri. Tentu tak mudah baginya jika harus menemukan makan wanita itu di tengah hamparan makam-makam lainnya yang berada di sana.     

"Makam Annie berada di area pojok yang sedikit menjorok ke arah selatan di area pemakaman itu!" jelas Bella dalam panggilan itu.     

"Makam itu terletak di dekat pagar pembatas area pemakaman itu!" tambah wanita itu.     

Dalam panggilannya itu Bella sempat menanyakan apa maksud dan tujuan Hanna menanyakan hal itu, sejak panggilan yang di lakukan Hanna semalam padanya, Bella cukup bertanya-tanya dibuatnya.     

Hanna pun segera menjelaskan hipotesisnya tentang arti dari kalimat yang sampai saat itu sedang berusaha ia pecahkan, menurut Hanna bukti itu pasti tersimpan pada salah satu tempat di lokasi pemakaman itu.     

Bella yang mendengar penjelasan itu, cukup terkejut. Kini ada sedikit harapan baginya untuk mengungkap siapa sebenarnya dalang dari pembunuhan sahabatnya itu, benarkah pelaku pembunuhan itu adalah Davine yang selama ini mereka curigai, pikirnya. Setidaknya jika itu benar, ia ingin lelaki itu nantinya akan dihukum seberat-beratnya, tentu saja dengan bukti valid yang mereka miliki saat itu.     

Setelah mendapat sedikit gambaran di mana letak makam Annie berada, Hanna segera mematikan panggilan itu. Ia berjalan melewati celah-celah makan yang terlihat sangat berdempetan di area itu, bagaimana tidak, rasanya hal itu cukup wajar, mengingat jika itu adalah satu-satunya area pemakaman umum yang berada di daerah itu, pikirnya.     

Sampai di area yang di maksud, Hanna segera mencari di mana makan yang dimaksud, ia mau tidak mau harus membaca tiap-tiap nama yang terukir di sana. Untungnya tidak butuh waktu yang lama baginya untuk segera menemukan makam dari wanita itu.     

'Annie Williams' nama itu terukir dengan sangat jelas pada sebuah nisan yang kini tepat berada di hadapannya itu, sedang tepat di samping makan itu tertulis nama 'Jonathan Williams' yang tidak lain adalah makan ayah dari wanita itu sendiri. Sebelumnya Hanna juga sempat menyelidiki penyebab kematian dari ayah wanita itu, menurut data yang ia dapatkan, sang ayah tampaknya tewas karena kasus tabrak lari yang menimpanya beberapa tahun yang lalu, dan malangnya sampai saat ini diketahui jika pihak Kepolisian masih belum bisa mengetahui atau menangkap sang pelaku dari tabrak lari tersebut. Walau pihak kepolisian juga mencurigai jika ada sebuah faktor kesengajaan dalam tragedi tabrak lari tersebut, mengingat hasil penelusuran yang menyatakan jika kendaraan yang digunakan sang pelaku pada saat itu diketahui menggunakan pelat palsu. Pihak Kepolisian pada saat itu telah mencoba melacak keberadaan dan siapa pemilik kendaraan yang melakukan tabrak lari itu, namun nyatanya sampai saat ini pun hasilnya tetap saja nihil, kasus ini pun kini seolah terbengkalai begitu saja. Hal ini sebenarnya juga cukup menarik perhatian Hanna.     

Tepat seperti apa yang Bella beritahukan, makam itu terdapat di area pojok yang sedikit menjorok ke arah selatan, tepat beberapa meter di samping pagar yang menjadi pembatas area pemakaman itu.     

Hanna menatap makam dan memperhatikan area yang terdapat di sekitarnya. Tak banyak yang ia temui, makan itu tampak seperti makan pada umumnya, tak ada yang aneh di sana, hanya terdapat beberapa lily putih yang telah layu. Hanna memalingkan pandangannya, tentu saja ia tak berpikir jika bukti yang di sembunyikan Ryean berada tepat di makam wanita itu, lelaki itu pasti menyembunyikannya di suatu tempat yang berada dekat degan makam Annie sebagai patokannya.     

Seketika angin berembus kencang dari celah pohonan beringin yang terdapat tidak jauh dari makam itu, pohon beringin yang terletak di luar pagar pemakaman itu seolah berjejer rapi antara satu sama lain, sedang akar gantungnya terlihat beterbangan sebab tertiup angin yang cukup kencang saat itu.     

Tiba-tiba saja Hanna dikagetkan oleh nada panggilan di smartphone miliknya. Ia menatap nama yang tertera di balik panggilan itu, Hanna mengerutkan keningnya, tak biasanya wanita itu meneleponnya, mengingat saat itu sang wanita itu pasti sedang berada di tengah jam kuliahnya.     

******     

Davine tak dapat memfokuskan dirinya saat itu, bagaimana tidak, beberapa saat yang lalu ia kembali tertarik masuk ke dalam sudut pandang yang terkoneksi langsung dengannya, dan yang menjadi kekhawatirannya saat itu adalah posisi di mana sudut pandang itu berada. Walau seperti biasa penglihatannya dari sudut pandang itu begitu terasa kabur, namun ia masih bisa untuk mengenali tempat itu. Davine sangat yakin jika kini sang pemilik sudut pandang itu tengah berada di kampusnya, yang di mana hal itu juga berarti merupakan tempat di mana Siska berada saat itu.     

Saat itu waktu menunjukkan pukul 10.30 a.m. tentu saja Davine tahu jika itu masih dalam jam kuliah Siska, dan tampaknya pemilik sudut pandang itu tengah berusaha mengintai keberadaan mantan kekasihnya itu.     

Davine tentu tak bisa membiarkan hal itu terjadi, ia tak dapat membuang pikirannya seolah saat itu sedang tak terjadi apa-apa, sedang di satu sisi ia tahu benar apa maksud di balik tujuan sang pemilik sudut pandang itu.     

Davine yang tak dapat mengabaikan rasa khawatirnya memutuskan untuk menanggalkan sejenak pencarian yang sedang ia lakukan pada yayasan tepatnya tinggal dulu, ia lebih memikirkan keselamatan Siska saat ini.     

Dalam sudut pandang yang ia dapatkan sebelumnya, tampak sang pemilik sudut pandang itu kini sedang duduk di salah satu kedai kopi yang terdapat di luar pagar universitas itu. Dalam sudut pandang itu Davine juga terlihat beberapa kali menatap jam yang dikenakan sang penilik sudut pandang tersebut, hal itu jelas menegaskan jika saat itu sang pemilik sudut pandang seolah sedang menunggu seseorang, yang tentu saja tidak lain adalah mantan kekasihnya itu, pikir Davine.     

Davine melirik jam di tangganya, masih cukup lama rasanya sampai jam kuliah mantan kekasihnya itu berakhir. Ia tak bisa membiarkan sang pemilik sudut pandang itu berbuat sesuka hatinya. Saat ini ia telah mengetahui di mana letak posisi pasti sang pemilik sudut pandang itu, karena itu adalah kampusnya, jadi wajar saja jika Davine mengetahui tata letak beberapa tempat dan bangunan yang berada di sekitarnya.     

Davine berusaha bergegas untuk menuju kedai yang berada di area luar universitas miliknya itu dengan harapan ia bisa menemukan siapa pemilik sudut pandang itu sebenarnya. Tentu ia juga harus berpacu dengan waktu karena ia juga tak bisa memastikan jika sang pemilik sudut pandang itu tidak akan bergerak dari tempatnya.     

Butuh sekitar 20 menit bagi Davine untuk bisa sampai ke kampusnya dari tempat ia berada saat itu. Ia hanya bisa berharap jika sang pemilik sudut pandang itu tidak meninggalkan tempat terakhir di mana ia berada yang telah Davine ketahui lewat sudut pandang itu.     

Sepanjang perjalanan Davine terlihat sangat gelisah, walau ia tahu jika saat itu Siska masih tidak akan bergerak dari kampus itu sampai jam kuliahnya selesai, namun tetap saja rasa khawatirnya sudah terlanjur bersarang hebat di dalam hati.     

Tak hanya itu, tentu saja Davine juga berharap ia bisa mengetahui siapa sang pemilik sudut pandang yang kerap terkoneksi padanya itu, walau ia telah mempunyai dugaan siapa orang yang berada di balik sudut pandang itu, namun tetap saja membuktikan hal itu dengan mata kepalanya sendiri juga merupakan perkara yang sangat penting.     

Sampai di halte pemberhentian, Davine segera berlari menuju kampusnya itu, namun ia juga tak menurunkan kewaspadaannya terhadap area sekitar. Tentu saja ia tidak ingin ada seorang pun yang melihat keberadaannya di tempat itu.     

Seperti biasa, saat itu Davine telah lengkap dengan penyamarannya, ia menggunakan hoodie yang ia tudungkan menutupi kepalanya lengkap dengan sebuah masker yang ia kenakan guna menutupi sebagian wajahnya.     

Tak membuang waktu, Davine segera melangkahkan kakinya menuju kedai di mana sang pemilik sudut pandang itu terakhir kali ia lihat dalam penglihatan yang baru saja datang beberapa saat yang lalu itu.     

Tepat beberapa meter sebelum ia sampai di kedai itu, Davine segera menghentikan larinya, kini ia berusaha terlihat berjalan seperti biasa, membuatnya sebisa mungkin untuk tidak terlihat mencurigakan.     

Sampai di kedai itu Davine segera mendengus kesal. Tak ada siapa pun yang terlihat di tempat itu, tampaknya sang pemilik sudut pandang itu telah bergerak dari tempatnya selagi Davine berusaha menuju tempat itu.     

Davine mencoba kembali mengatur nafasnya, tentu saja ia juga sudah memikirkan kemungkinan itu sebelumnya, namun yang menjadi pertanyaannya saat ini adalah, kemana perginya sang pemilik sudut pandang itu, sedang Davine sangat yakin jika orang yang menjadi pemilik sudut pandang itu pastilah masih berada di sekitar area kampusnya itu.     

Tak ingin menyerah begitu saja, Davine berusaha untuk sedikit mengitari area kampus itu dengan harapan ia bisa menemukan di mana lokasi sang pemilik sudut pandang itu berada. Namun sekali lagi tampaknya hal itu sia-sia ia tak akan bisa mengenalinya dengan benar tanpa tahu seperti apa perawakan sang pemilik sudut pandang itu dengan pasti. Apa ia harus berusaha mencari seseorang yang memiliki postur seperti dirinya sendiri, pikir Davine.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.