Another Part Of Me?

Part 4.27



Part 4.27

0Tak mendapatkan sosok yang ia cari, Davine akhirnya memutuskan untuk berdiam diri sejenak di tempat itu. Bagaimanapun juga mungkin saja sang pemilik sudut pandang itu akan kembali lagi, mengingat jam kuliah Siska tampaknya sudah hampir selesai. Tentu saja itu adalah waktu yang telah ditunggu oleh sang pemilik sudut pandang itu. Ia pasti bermaksud untuk kembali mengikuti mantan kekasihnya itu ketika jam kuliah wanita itu telah selesai, dan hal ini pula yang menguatkan dugaan Davine jika sang pemilik sudut pandang itu mungkin masih berada pada suatu tempat yang berada di daerah sekitar kampusnya itu, yang di mana nantinya ia akan kembali ketika jam kuliah targetnya telah selesai. Karena sedari awal sang pemilik sudut pandang itu mungkin saja telah mengincar waktu tersebut.     

Hampir satu jam Davine bersiaga di area itu, ia tak akan membiarkan orang asing mana pun untuk bisa mendekati mantan kekasihnya itu. Setidaknya hanya itu satu-satunya yang bisa ia lakukan. Untungnya saat itu ia telah sedikit hafal siapa-siapa saja teman Siska yang kerap bergaul dengannya.     

Tak terasa waktu yang ditunggu telah tiba, sebagian dari mahasiswa dan mahasiswi kampus itu perlahan mulai keluar dari gerbang kampus, tampaknya jam kuliah mereka telah berakhir.     

Davine segera menempatkan dirinya di area yang sekiranya cukup aman untuk memantau pergerakan mantan kekasihnya itu. Ia tak bisa dengan terang-terangan muncul begitu saja di depan wanita itu. Setidaknya yang bisa ia lakukan saat ini adalah mengawasi tiap-tiap individu yang mungkin terlihat mencurigakan di sekitarnya.     

Tak berselang lama, Siska tampak keluar dari gerbang kampus mereka, Davine yang melihat hal itu segera memfokuskan pandangannya pada tiap-tiap individu yang terasa asing di matanya. Saat itu Siska terlihat tak seperti biasanya, wanita itu tampak memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, ia terlihat sedikit seperti orang yang bingung kala itu.     

Davine yang melihat hal itu segera menyadari jika saat itu tampaknya Siska telah mengetahui jika dirinya bisa saja sedang diikuti atau diincar oleh seseorang. Setelah pertemuan terakhirnya dengan wanita itu, Davine dapat menyadari jika Siska bukanlah wanita sembarangan. Menurut Davine, wanita itu memiliki penalaran yang sangat baik akan kondisi di sekitarnya. Berbekal hal itu juga Davine tahu jika saat ini Siska tampaknya telah mengetahui situasinya saat itu.     

Siska berjalan melewati beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang sedikit memenuhi area gerbang kampus mereka, sedang Davine dengan perlahan kini mulai bergerak, ia tak bisa terus memantau pergerakan mantan kekasihnya itu jika hanya berdiam diri di tempatnya berpijak saat itu.     

Tak seperti biasanya, Siska tampak berhenti tepat pada salah satu toko yang berada di pinggir jalan area itu, ia terlihat hanya diam dan seolah sedang menunggu seseorang di sana.     

Davine yang melihat itu sedikit mengerutkan keningnya, itu bukan sesuatu yang biasa Siska lakukan, pikirnya.     

Biasanya dalam situasi seperti itu, Siska akan terus berjalan untuk menuju halte terdekat, bukannya hanya berdiam diri di tempat itu, pikirnya lagi.     

Davine yang menyadari keanehan itu segera melangkahkan kakinya lebih dekat ke arah mantan kekasihnya itu, kali ini ia mencoba berbaur dan bersembunyi di tengah-tengah keramaian, memanfaatkan membeludaknya para mahasiswa dan mahasiswi yang baru saja keluar dari gerbang kampus mereka.     

Davine masih terus meningkatkan kewaspadaannya, ia melayangkan pandangannya ke setiap tempat yang ia rasa cukup strategis untuk mengawasi pergerakan Siska.     

Sebuah taksi terlihat berhenti tepat di depan Siska saat itu, Davine segera memicingkan matanya, siapa gerangan orang yang berada di dalam taksi tersebut, pikirnya.     

Tak berselang lama setelah perhentiannya, tampak seorang lelaki turun dari pintu belakang taksi itu.     

Lelaki itu adalah Hanna, ini kali pertama Davine melihat Hanna menyambangi Siska secara langsung ke kampusnya itu, selama ini ia bahkan tidak pernah sekalipun melihat lelaki itu datang untuk menemui mantan kekasihnya itu di kampus tersebut.     

Melihat sosok lelaki itu membuat Davine tampak merasa sedikit tenang, setidaknya kini mantan kekasihnya itu tengah bersama orang yang tepat. Walau ia masih bertanya-tanya mengapa Hanna sampai repot-repot menjemput Siska di kampusnya saat itu, bukannya selama ini Siska lebih memilih untuk pulang sendiri ke rumahnya, atau mungkin Siska sengaja melakukan hal itu karena merasa dirinya sedang terancam, dan jika itu benar, tentu saja itu pilihan yang sangat baik, pikir Davine.     

Hanna yang turun dari taksi itu tampak segera berbicara pada Siska, sedang matanya terlihat seolah menerawang ke segala arah. Hanna, lelaki itu tidak memfokuskan pandangannya pada wanita itu di tengah pembicaraan mereka. Melihat hal itu benar sudah rasanya jika apa yang saat itu sedang ia duga adalah benar, tampaknya saat ini Siska memang telah mengetahui jika dirinya sedang dalam bahaya.     

Setelah pembicaraan singkat itu, kini Hanna dan Siska segera menaiki taksi itu, tampaknya mereka tak ingin berlama-lama lagi di tempat itu.     

Davine yang mendapati Siska kini telah pergi bersama Hanna segera menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya untuk saat ini Siska telah cukup aman, pikirnya.     

******     

Davine berlari dengan sangat tergesa, ia melewati beberapa gang yang tampak cukup sepi saat itu. Ia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa sang pemilik sudut pandang itu masih saja terus mengikuti Siska saat itu.     

Waktu menunjukkan pukul 10.15 p.m. sedang Davine masih saja terus berlari menuju sebuah halte pemberhentian tempat di mana saat itu Siska sedang menunggu angkutan umum.     

Beberapa saat yang lalu, Davine kembali mendapatkan sebuah penglihatan yang di mana dalam sudut pandangnya itu, ia kembali terlihat sedang mengikuti Siska dari arah belakang. Davine tahu keberadaan mereka saat itu, mereka tampak berada sebuah di halte pemberhentian tempat di mana Siska selalu menunggu kendaraan umum itu untuk ia tumpangi ke arah rumahnya. Davine sedikit dejavu dengan keadaan itu, itu sama persis dengan penglihatan yang ia alami beberapa waktu yang lalu ketika ia pertama kali menyadari jika ia memiliki koneksi secara langsung pada pemilik sudut pandang itu. Semuanya tampak sama, yang berbeda hanyalah waktu berlangsungnya kejadian itu.     

Davine bergumam kesal, dalam penglihatannya barusan ia mendapati sang pemilik sudut pandang itu tampak berdiri beberapa meter di belakang Siska, sedang keadaan sekitar mulai cukup sepi, yang di mana hanya menyisakan beberapa orang lainnya yang juga sedang berada di halte itu untuk menunggu kedatangan bus yang ingin mereka tumpangi.     

Kali ini Davine harus berpacu dengan waktu, ia tak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada mantan kekasihnya itu, sedang waktu dan situasinya sedang sangat mendukung bagi sang pemilik sudut pandang itu jika ia ingin melakukan aksinya.     

Davine masih saja terus berlari, ia mencoba mengambil setiap jalan pintas yang ia tahu guna memangkas waktu yang ia butuhkan untuk sampai ke tempat di mana Siska berada. Ia mau tidak mau harus berlari karena di daerah itu memang sangat jarang ada angkutan umum selain bus yang melewati area itu di atas jam 10.00 p.m. mengingat saat itu posisinya juga memang sedang berada tidak terlalu jauh dari tempat di mana Siska berada, sebelum penglihatan itu tiba-tiba datang padanya.     

Entah mengapa belakangan ini intensitas datangnya penglihatan itu seolah jauh lebih tinggi, seingatnya dulu penglihatan itu sangat jarang ia dapati, namun kini dalam sehari saja ia bahkan bisa mendapati penglihatan itu secara berulang ulang. Namun itu bukan yang fokus Davine kali ini. Yang ia pikirkan adalah keselamatan sang mantan kekasihnya itu. Walau di satu sisi hal itu juga ada baiknya, dengan pengalihan sudut pandang yang ia alami saat itu, hal itu juga membuatnya dapat melihat apa saja pergerakan dari sang pemilik sudut pandang itu sendiri.     

Kini Davine telah hampir sampai di halte itu, namun ia dikagetkan oleh seseorang yang tiba-tiba saja menabraknya dari samping tepat di sebuah pertigaan yang terdapat di gang sempit yang sedang ia lalui itu.     

Bruuuuuaakk ....     

Menerima tubrukan itu Davine terhempas dan terjatuh seketika, sedang orang yang menabraknya dari samping itu juga tampak tersungkur tidak jauh dari tempatnya saat itu.     

Betapa terkejutnya Davine mendapati siapa orang yang baru saja menabraknya itu.     

"Hanna!" pekik Davine.     

Sedang Hanna yang saat itu baru saja berusaha bangkit dari tempatnya juga tak kalah terkejutnya mendapati jika orang yang baru saja ia tabrak tanpa sengaja itu adalah Davine.     

Tersadar akan situasi itu, mereka berdua segera merespons keadaan itu satu sama lain. Davine dan Hanna dengan serentak segera mengeluarkan masing-masing handgun milik mereka. Saling todong tak lagi dapat terhindarkan saat itu.     

"Apa yang kau lakukan di tempat ini?" tanya Hanna. Lelaki itu sudah bersiap dengan jemari yang siap menekan pemicu handgunnya itu.     

Sedang Davine, ia tentu tak akan tinggal diam mendapat perlakuan itu dari Hanna. Kini mereka saling berada di situasi yang saling tidak menguntungkan.     

"Aku peringatkan padamu, aku tak akan segan-segan untuk menembakmu jika kau bergerak sedikit saja dari tempatmu!" ancam Davine. Ia juga telah bersiap dengan jari yang telah menempel pada pemicu handgun miliknya.     

Hanna dan Davine saling beradu pandang, mereka tak dapat sembarangan untuk melakukan pergerakan mereka saat itu. Situasinya imbang, mereka saling terancam satu sama lain.     

"Siska!" ujar Davine.     

Hanna mengerutkan keningnya, apa yang baru saja Davine katakan saat itu adalah alasan mengapa ia sangat tergesa-gesa hingga membuatnya tanpa sengaja menabrak Davine di tempat itu.     

"Wanita itu sedang dalam bahaya!" tegas Davine. Ia tahu jika saat itu ia tak bisa membuang waktu lebih banyak lagi hanya untuk meladeni Hanna yang berada di depannya.     

Mendengar hal itu, seketika Hanna merasa dilema. Ia memang sedang bergegas untuk menuju lokasi di mana adik sepupunya itu berada. Sebelumnya ia telah mendapat sebuah pesan dari Siska yang mengatakan jika saat itu tampaknya ia sedang diikuti oleh seseorang. Hal inilah yang membuat Hanna dengan sangat tergesa-gesa berusaha menuju ke lokasi yang telah adik sepupunya itu beritahukan lewat pesannya. Namun di satu sisi, saat ini tepat di hadapannya ada Davine yang merupakan target yang selama ini ia cari.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.