Another Part Of Me?

Part 4.28



Part 4.28

0Davine dan Hanna saling menatap tajam satu sama lain, sedang jemari mereka telah siap pada pemicu handgun mereka masing-masing. Walau saling berhadapan langsung, namun atensi mereka sama-sama tak tertuju pada situasi itu, mereka lebih memikirkan keadaan Siska saat ini.     

"Apa kau mau membuang-buang waktu seperti ini, sementara Siska bisa saja sedang dalam bahaya!" tukas Davine.     

Hanna menggenggam erat handgun miliknya, ia sangat kesal karena apa yang Davine katakan saat itu adalah benar. Ia tak bisa membuang waktu lebih lama lagi di tempat itu.     

Davine yang juga dapat membaca kekhawatiran yang tersirat pada lelaki yang sedang menodongkan handgun kepadanya itu segera menarik nafasnya panjang. Ia tak ingin terus terjebak di situasi yang serba salah itu.     

Seketika Davine menurunkan handgun yang awalnya ia arahkan tepat ke arah Hanna. Ia segera melemparkan senjata itu ke atas tanah kemudian mengangkat kedua tangannya.     

"Apa kau lebih memilih untuk menangkapku daripada memastikan keadaan Siska saat ini?" tanya Davine.     

"Jika itu yang kau mau, maka lakukanlah. Namun jika terjadi sesuatu yang buruk pada wanita itu, akan aku pastikan jika kau akan menyesali hal itu seumur hidupmu!" ancam Davine dengan sangat tegas.     

Kini posisi Davine sangat terbuka, ia tak lagi menjadi ancaman bagi Hanna jika lelaki itu memilih untuk menangkapnya. Namun Hanna, lelaki itu juga sedang dalam pilihan yang sangat sulit.     

Davine menelan kasar ludahnya, ia tak setenang kelihatannya, ia hanya berharap saat itu Hanna akan mengambil keputusan seperti apa yang ia harapkan. Hal ini seperti perjudian bagi Davine sendiri.     

Beberapa saat Hanna terdiam, ia masih menatap lekat pada sang target yang kini berada tepat di depan kedua matanya itu. Butuh sedikit waktu baginya untuk mengambil keputusan itu.     

"Cepat putuskan berengsek. Mungkin saat ini Siska sudah tak punya waktu lagi!" bentak Davine. Ia tak dapat membuang waktu lebih lama lagi, ia tak ingin sesuatu yang buruk menimpa mantan kekasihnya itu.     

Kini giliran Hanna yang menarik nafasnya panjang. Lelaki itu kini melirik jam di tangan kirinya, tampaknya telah beberapa menit berlalu dan mereka masih terjebak dalam situasi itu.     

Hanna segera menurunkan handgun miliknya, walau ia masih menatap kesal pada Davine, namun sekali lagi apa yang lelaki itu katakan adalah benar. Ia tak bisa membuang waktunya lebih lama lagi.     

"Kau bajingan yang sangat beruntung!" maki Hanna.     

Setelah mengucapkan kata-kata itu Hanna segera bergegas dan kembali berlari menuju tempat di mana Siska berada, dengan berat hati ia harus mengambil keputusan itu dan meninggalkan Davine yang masih berdiri dengan kedua tangan yang mengambang di udara.     

Hanna terus memaki kesal di dalam hatinya, ini kedua kalinya ia melewatkan kesempatan untuk menangkap Davine yang saat ini adalah targetnya utamanya itu. Namun mempertimbangkan, keselamatan Siska tentu saja jauh lebih penting saat ini.     

Davine masih terdiam di tempatnya, ia tak langsung bergerak. Lelaki itu lebih memilih membiarkan Hanna pergi menjauh dari tempatnya terlebih dahulu.     

Merasa Hanna telah sedikit jauh meninggalkannya, Davine segera meraih handgun miliknya yang saat itu tergeletak di tanah begitu saja. Ia sedikit bersyukur saat itu Hanna mengambil keputusan seperti apa yang telah ia perkirakan.     

Tak membuang banyak waktu Davine segera berlari untuk menyusul Hanna, namun tampaknya ia harus mengambil jalan yang berbeda. Tentu saja akan sangat merepotkan jika ia menempuh rute yang sama dengan lelaki itu. Untungnya Davine cukup hafal rute lain yang juga dapat memangkas waktu untuk menuju ke tempat di mana Siska berada.     

******     

Siska tak dapat menyembunyikan ketakutannya, tangannya bergetar dengan sangat hebat saat itu. Wanita itu kini berada di dalam sebuah minimarket yang terdapat tidak jauh dari halte tempat ia menunggu sebelumnya. Ia memutuskan untuk sedikit mencari perlindungan dengan memasuki minimarket itu, bagaimana tidak, beberapa orang lainnya yang sebelumnya juga berada di halte itu secara perlahan mulai pergi satu persatu, sebagian dari mereka tampak di jemput, sedang sebagian lagi tampak meninggalkan halte itu dengan berjalan kaki. Tampaknya mereka telah lelah menunggu kedatangan bus yang tak kunjung merapat pada halte tersebut.     

Siska mencoba mengintip keluar dari dalam minimarket, tampak jelas orang yang sangat mencurigakan itu masih terlihat berdiri tak jauh dari halte tempat ia berada sebelumnya, lelaki dengan setelan hitam yang tampak sama seperti yang pernah ia lihat beberapa waktu yang lalu. Bedanya saat itu ada Kevin yang tiba-tiba saja datang dan menawarkan tumpangan sebelum akhirnya lelaki dengan setelan hitam itu menghilang begitu saja. Namun kini posisinya lebih buruk dari sebelumnya, tampaknya selama ini sang lelaki itu masih saja terus mengikutinya tanpa sepengetahuannya.     

Siska merasa tak habis pikir. Beberapa waktu yang lalu, ketika ia sedang dalam jam kuliahnya, ia juga sempat melihat orang mencurigakan itu berkeliaran di sekitar kampusnya. Entah itu hanya rasa paranoid yang ia rasakan saja, namun jika di perhatikan baik-baik postur lelaki itu tampak sama, walau baju yang mereka kenakan tampak berbeda. Namun Siska yakin jika lelaki mencurigakan yang ia lihat berkeliaran di kampusnya itu adalah orang yang sama dengan lelaki yang kini tengah berdiri tak jauh dari halte tempatnya semula menunggu.     

Saat ini Siska sedang menunggu kedatangan Hanna, ia telah menghubungi kakak sepupunya itu untuk segera menjemputnya, sama halnya dengan yang ia lakukan ketika ia baru saja pulang dari kampusnya siang tadi. Siska lebih memilih untuk meminta pertolongan dari kakak sepupunya itu daripada harus mengambil risiko sendiri. Walau ia belum bisa memastikan apakah benar lelaki itu memang sedang tengah mengawasinya, namun melihat gerak-geriknya cukup membuat Siska berpikir jika hal itu adalah benar.     

Siska juga telah memberitahukan apa yang ia alami saat ini pada Hanna. Walau ini hanya dugaan semata, namun tampaknya Hanna menanggapi hal itu dengan sangat serius. Bagaimana tidak, selain Siska yang dalam beberapa waktu belakangan ini sedang di teror dengan pesan-pesan dari pengirim misterius, tentu saja Hanna juga tak dapat mengabaikan apa yang telah Davine peringatkan kepadanya, dan hal itu kini terasa sangat nyata bagi Hanna, lelaki itu bahkan tak mengerti bagaimana Davine bisa mengetahui jika saat ini keselamatan Siska bisa saja sedang terancam.     

Para petugas di minimarket itu kini terlihat tengah melakukan persiapan untuk menutup toko mereka. Tampaknya ia tak lagi punya banyak waktu untuk sekedar berlindung di dalam minimarket tersebut, sedang saat ini Hanna belum juga menunjukkan batang hidungnya.     

Siska mengacak kasar rambutnya, bagaimana hal seperti itu bisa terjadi padanya, apa yang diinginkan oleh lelaki mencurigakan di luar sana darinya, mengapa sang lelaki misterius itu tampak dengan sengaja terus mengikuti pergerakannya. Siska tak habis pikir dengan apa yang menimpanya saat itu. Dalam beberapa hari belakangan ini ia rasanya tak dapat bernafas dengan lega.     

Pukul 10.45 p.m. Siska akhirnya dapat menghembuskan nafasnya lega, tampak sosok Hanna terlihat berlari dan segera berhenti pada halte bus yang berada di luar minimarket itu. Siska yang melihat hal itu segera bergegas untuk menghampiri kakak sepupunya itu, tentu saja Hanna tidak tahu jika saat itu ia tengah berada di dalam minimarket yang sebentar lagi hampir tutup itu.     

Siska tak lupa mengambil sebotol air mineral untuk ia beli sebelum meninggalkan minimarket itu, rasanya tidak enak hati jika ia hanya memanfaatkan minimarket itu sebagai tempat perlindungan tanpa membeli sesuatu dari sana. Setelah melakukan pembayaran di kasir Siska tak lupa mengucapkan rasa terima kasihnya pada sang kasir yang bertugas di minimarket itu, walau sang kasir tidak begitu mengerti mengapa Siska tampak sangat berterima kasih seperti itu padanya hanya karena membeli sebotol air mineral. Tentu saja sang kasir tampak sedikit mengerutkan keningnya pada Siska, namun wanita itu mengabaikannya dan segera pergi untuk menemui Hanna yang saat itu masih terlihat bingung mencari keberadaannya.     

Keluar dari minimarket itu, Siska segera melayangkan pandangannya ke tempat di mana sang lelaki misterius itu berada sebelumnya, namun sekali lagi lelaki itu tampak menghilang begitu saja seperti di telan bumi. Hal ini sama seperti yang terjadi ketika Kevin tiba-tiba datang menghampirinya di halte itu beberapa waktu yang lalu, sang lelaki yang saat itu terlihat menguntitnya itu juga tiba-tiba saja menghilang begitu saja.     

Hanna yang melihat Siska keluar dari minimarket itu segera berlari menghampirinya, lelaki itu segera merangkul adik sepupunya itu, sedang matanya masih terlihat menerawang ke segala arah berusaha mencari orang yang Siska duga tengah menguntit dirinya itu.     

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Hanna.     

Lelaki itu tampak mengusap-usap pundak wanita itu, ia tahu jika saat itu Siska masih sedikit gemetar karena rasa takutnya.     

Hanna segera meraih botol air mineral yang berada di tangan Siska dan membukakannya.     

"Minumlah, dan sebisa mungkin tenangkan dirimu!" ujar Hanna.     

Siska tak banyak mengeluh seperti biasanya, ia segera menuruti apa yang diucapkan kakak sepupunya itu. Bagaimanapun perasaan yang ia alami dalam beberapa waktu belakangan ini cukup membebani pikirannya, ia merasa tak setegar dirinya yang dulu, teror dari pesan-pesan yang diterimanya, dan ditambah adanya sosok lelaki misterius yang terlihat kerap mengikutinya itu kini mulai berdampak pada psikis wanita itu.     

"Hey, its okey, semua akan baik-baik saja. Percayalah!" ujar Hanna, lelaki itu mencoba menenangkan Siska yang tampak masih sangat merasa tertekan.     

Hanna kini sangat mengkhawatirkan kondisi adik sepupunya itu. Ia sangat tahu jika Siska bukanlah wanita yang manja, namun tampaknya ia juga tak dapat membodohi dirinya jika teror dan rasa paranoid yang dialami wanita itu tentu cepat atau lambat akan segera berdampak pada psikis adik sepupunya itu. Tampak seperti yang ia lihat saat ini. Kini Siska mulai merasakan tekanan pada psikisnya karena rentetan teror yang berupa pesan dan perasaan seperti sedang diikuti oleh seseorang yang kini tengah ia alami. Hanna pun tak meragukan apa yang Siska katakan. Ia sangat yakin jika apa yang wanita itu rasakan adalah benar. Saat ini wanita itu pasti memang sedang diawasi oleh seseorang. Hal ini juga semakin diperkuat sebab pernyataan yang Davine katakan beberapa waktu yang lalu padanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.