Another Part Of Me?

Part 4.30



Part 4.30

0Davine kini berjalan untuk menghampiri lelaki yang masih berusaha mengembalikan kesadarannya sebab hantaman keras kepala Davine yang bersarang tepat di wajahnya itu, sedang lelaki yang lainnya tampak telah terkapar begitu saja.     

Sang lelaki yang telah berhasil mengembalikan kesadarannya itu segera menembak Davine dengan handgunnya. Untungnya jarak mereka saat itu kini lumayan senggang, membuat Davine masih bisa menghindari peluru itu dengan refleks cepat miliknya.     

Seperti biasa, sang alter yang mengambil alih tubuhnya itu memang jauh lebih kompeten dari pada Davine dalam situasi seperti itu. Gerakannya sangat lincah, Davine bahkan seolah tak mengerti bagaimana bisa ia bergerak dengan sangat leluasa seperti itu, sedang di pahanya kini telah bersarang sebutir peluru yang menembus dagingnya cukup dalam.     

Beberapa kali peluru itu sangat nyaris mengenai tubuh Davine, tampaknya kini sang alter mulai sangat kewalahan menghadapi lelaki yang terus saja menembakinya dengan sangat brutal itu. Hal itu juga membuat jarak di antara mereka semakin terpaut, tampaknya sang alter harus mau tidak mau bergerak menjauhi lelaki itu guna menghindari setiap serangan yang dilancarkan oleh lelaki tersebut.     

Davine yang hanya bisa menyaksikan hal itu tak dapat berbuat banyak. Ia telah berusaha sebisa mungkin untuk kembali merenggut kesadarannya dari sang alter, namun tampaknya ia masih belum mendapatkan cara untuk melakukannya. Sementara itu keributan yang di sebabkan oleh pertarungan itu tampaknya akan segera menarik perhatian pihak Kepolisian yang berada di pos-pos jaga yang terletak tidak jauh dari tempat itu.     

Davine kini berlindung di balik sebatang pohon yang berada di area itu, setidaknya volume pohon itu masih terbilang lebih dari cukup untuk menyembunyikan tubuhnya dari setiap serangan yang dilancarkan oleh lelaki itu.     

Kini keadaan mereka cukup berimbang, sang lelaki dan Davine masing-masing telah berada di posisi yang cukup terlindungi antara satu sama lain. Tampak kini sang lelaki yang awalnya berdiri dengan bebas di area itu, telah beranjak dan bersembunyi di balik sebuah gardu listrik yang terdapat di area itu, sedang lelaki lainya masih tampak tergeletak dan tak sadarkan diri. Tampaknya Davine benar-benar berhasil mengenai titik vitalnya, membuat lelaki itu tewas saat itu juga hanya dengan satu tembakannya saja.     

Davine mulai merasakan kebas di area pahanya, ia tak punya banyak waktu lagi, sementara ia juga yakin jika pihak Kepolisian tampaknya akan segera datang ke tempat itu.     

Davine menarik nafasnya panjang, walau ia masih tak dapat mengambil alih kesadarannya dari sang alter, namun di satu sisi saat itu fokus mereka sama-sama tertuju pada suatu hal. Gardu, pikir Davine.     

Saat itu Davine tidak mengerti, apakah pemikirannya dan sang alter saat itu saling terkoneksi, namun tampak jelas jika kini sang alter tegah berusaha mengarahkan bidikannya pada gardu listrik yang menjadi tempat lelaki itu bersembunyi. Tentu sebuah tembakan dari peluru handgun tak akan mampu membuat gardu itu meledak, namun setidaknya Davine yakin jika ia menembakkan senjatanya itu ke arah gardu listrik tersebut, percikan yang di sebabkan oleh kelistrikan pada gardu tersebut pasti akan terjadi.     

Tampaknya apa yang sedang ia pikirkan saat itu sama halnya dengan sang alter. Kini sang alter segera membidik dan menembakkan handgun miliknya pada gardu tersebut. Hal ini bertujuan semata hanya untuk membuat perhatian lelaki itu teralihkan.     

Dooorrr....     

Tepat seperti dugaannya, gardu itu segera mengeluarkan sedikit percikan, hal itu tentu saja membuat sang lelaki itu tampak sangat terkejut. Davine yang melihat kesempatan itu segera berlari ke arah yang cukup terbuka, ia berusaha menjangkau jalur targetnya saat itu.     

Doooorrr ....     

Davine kembali melontarkan timah panasnya itu, berkat pergerakannya Davine dapat membidik sang lelaki dengan sangat leluasa, dan dengan sangat akurat menyarangkan timah panas itu tepat pada bagian dada lelaki tersebut.     

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Davine kembali menembakkan beberapa peluru miliknya pada sang target, beberapa mengenai perut, sedang beberapa kembali bersarang di area dada lelaki itu.     

Rasa kebas yang terasa di bagian paha kirinya sebab luka tembak yang ia derita itu kian menjadi, tampaknya ia telah memaksakan dirinya terlalu jauh. Davine jatuh berlutut di tengah gang itu. Kini ia merasa jika pahanya itu seolah tak dapat ia gerakan lagi.     

Davine yang hanya bisa mengamati kejadian itu dari sudut pandangnya sendiri itu menatap ke arah sang lelaki. Tentu saja lelaki itu tewas seketika, rasanya tak mungkin ada manusia yang bisa selamat dari serangan yang baru saja sang alter miliknya itu lakukan.     

Situasinya sangat buruk saat itu. Di satu sisi ia harus segera meninggalkan area itu, namun di sisi lain ia tidak bisa meninggalkan kedua mayat itu tergeletak begitu saja, sedang pihak Kepolisian tentu saja sedang bergegas ke tempat itu sebab keributan yang baru saja mereka timbulkan.     

Kini sang alter kembali menggerakkan tubuhnya. Ia berjalan dengan susah payah menuju ke arah lelaki yang kini tengah tergeletak tak bernyawa itu. Namun apa yang dilakukan oleh sang alter tampaknya tak seperti yang ada di pikirannya. Sang alter dengan segera membuka pakaian yang dikenakan oleh lelaki itu, hal ini tentu menjadi perhatian bagi Davine yang menyaksikan hal aneh yang dilakukan oleh sang alter dalam sudut pandangnya sendiri itu. Bertapa terkejutnya Davine, setelah sang alter membolak-balikkan tubuh lelaki yang telah tak bernyawa itu. Davine mendapati sesuatu yang sangat mencengangkan, sebuah tato bertuliskan angka romawi tampak terselip di bagian ketiak lelaki yang telah tak bernyawa itu. Hal itu seketika mengingatkan Davine pada mimpi yang pernah ia alami beberapa waktu yang lalu, dalam mimpi itu ketika ia berhasil membunuh beberapa orang yang sedang mengejarnya, ia juga mendapati tato dengan angka romawi yang sama tercetak pada tubuh ketiga lelaki di dalam mimpinya itu.     

******     

Davine terkejut mendapati dirinya telah berada di penginapan yang ia telah ia sewa sebelumnya. Ia tak dapat mengingat dengan jelas apa yang terjadi setelah kejadian semalam. Yang terakhir ia ingat hanyalah kenyataan jika salah satu lelaki yang telah ia bunuh di malam itu memiliki tato yang sama dengan apa yang pernah ia lihat di dalam mimpinya.     

Davine mengacak kasar rambutnya, rasanya kepalanya masih terasa sangat pening saat itu. Ia bahkan tidak tahu bagaimana ia bisa berada dan terbangun di penginapannya itu. Tampaknya semalam ia telah kehilangan kesadarannya dan diambil alih sepenuhnya oleh sang alter miliknya.     

Kondisinya tidak cukup baik, bagaimana tidak, di paha kirinya masih bersarang sebuah peluru yang ditembakkan oleh salah satu lelaki itu dalam kejadian semalam. Sedangkan kepalanya tentu saja masih terasa sangat sakit. Hal ini tampaknya adalah kondisi yang memang selalu ia alami setelah sang alter miliknya itu mengambil alih kesadarannya. Terakhir kali ia juga harus pingsan sehabis sang alter miliknya mengambil alih tubuhnya dalam insiden baku tembak yang ia lakukan dengan Hanna dan rekannya saat itu.     

Tentu saja Davine tak memiliki banyak pilihan saat itu. Ia tak bisa dengan serta merta membawa dan meminta pertolongan pada rumah sakit untuk mengangkat peluru yang saat ini masih bersarang di paha kirinya itu. Jika ia melakukannya, tentu pihak rumah sakit akan segera mempertanyakan bagaimana ia bisa mengalami luka tembak seperti itu. Tentu ia tak ingin hal itu nantinya malah menarik perhatian pihak rumah sakit yang mungkin saja malah akan berimbas buruk padanya. Selain itu, saat ini Davine juga tidak memiliki cukup uang jika harus membayar biaya penanganan itu, pikirnya.     

Davine segera membersihkan darah mengering yang menempel di lukanya. Ia akan segera mengeluarkan peluru itu dengan caranya sendiri. Berbekal sebuah pisau lipat yang sebelumnya sempat ia beli ketika baru saja kembali memasuki kota itu, Davine pun menyiapkan sedikit mentalnya untuk melakukan hal tersebut.     

Davine membuka gesper miliknya dan segera memasangkannya pada lingkar paha kirinya, ia menarik gesper itu sedikit kencang guna sedikit menghentikan peredaran darah yang mengalir ke area tersebut.     

Davine menarik nafasnya panjang, kini ia telah siap melakukan aksinya itu. Tampaknya peluru itu memang bersarang cukup dalam di paha kirinya, sedang luka terbuka yang di sebabkan oleh masuknya peluru itu tidak cukup besar, membuat Davine mau tidak mau harus sedikit mengiris bagian luka itu guna dapat menjangkau letak peluru yang bersarang di pahanya itu.     

Davine sedikit meringis, jelas irisan itu memberikan perasaan yang sangat tidak nyaman baginya. Setelah merasa luka itu sedikit lebih terbuka, Davine berusaha mencungkil dan segera mengeluarkan peluru yang bersarang di pahanya menggunakan pisau lipatnya saat itu juga. Butuh beberapa kali percobaan hingga ia berhasil melakukan itu, sedang darah kini mulai kembali keluar dengan cukup pasif dari lukanya tersebut.     

Davine menghembuskan nafasnya lega, akhirnya peluru itu bisa ia keluarkan dari paha kirinya. Walau pekerjaannya itu tampak sedikit kasar, namun setidaknya kini peluru itu tak lagi bersarang di pahanya lagi.     

Davine segera membasuh luka itu dan membersihkannya sebisa mungkin, sebelumnya ia juga telah membersihkan pisau lipat yang ia gunakan untuk mengeluarkan peluru itu, tentu ia tak ingin luka itu terinfeksi karena adanya bakteri yang nantinya akan berakibat buruk pada luka tersebut, mengingat ia tak memiliki antiseptik guna mensterilkan luka yang di deritanya.     

Kini lelaki itu terdiam, pikirannya melayang pada kejadian yang ia alami semalam. Tentu saja alasan mengapa kedua lelaki itu menyerangnya menjadi pertanyaan yang kian melekat di benaknya. Dari perkataan yang lelaki kedua lelaki itu ucapkan, tampaknya hal itu dilatari sebuah penghianatan. Namun mengapa mereka melakukan itu terhadapnya, Davine bahkan tak pernah merasa mengenal atau memiliki urusan dengan orang-orang itu. Jelas sekali itu adalah sebuah kesalahan. Lantas apa benar kedua lelaki itu telah salah mengenalinya sebagai orang lain pikir Davine.     

Banyak hal yang kian menjadi pertanyaan dari kata-kata yang kedua lelaki itu layangkan padanya malam itu. Namun jika dugaannya benar, tampaknya masalah ini tentu akan menjadi semakin rumit kedepannya, pikirnya lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.