Another Part Of Me?

Part 4.45



Part 4.45

Annie memicingkan matanya, beberapa foto itu menampilkan tangkapan gambar sebuah mobil sport yang terasa sangat familier baginya. Melihatnya saja Annie tahu jika itu adalah mobil yang sama yang menabrak sang ayah tepat di depan kedua matanya. Tak hanya sampai di situ saja, wanita itu semakin dikejutkan ketika mendapati beberapa foto lainnya yang menampilkan sesosok lelaki yang juga sangat akrab di matanya itu keluar dari mobil tersebut. Davine, sosok itu tampak terlihat keluar dari mobil tersebut dalam beberapa foto lainnya.     

Dalam amplop itu tak hanya menyertakan beberapa foto itu saja, ada secarik kertas terselip di dalam amplop itu. Tangan Annie bergetar hebat, tulisan itu seolah menguatkan dugaannya saat itu. Tulisan itu tercetak dengan sangat jelas di atas secarik kertas tersebut.     

Annie menutup mulutnya dengan kedua tangannya, ia menjatuhkan kertas dan foto-foto itu berserakan begitu saja. Ia memang sudah mendengar kabar jika Davine telah kembali ke kota itu dari lelaki itu sendiri. Entah bagaimana Davine memang kerap tiba-tiba menghubunginya, Annie bahkan tak mengerti bagaimana lelaki itu bisa mendapatkan kontaknya, namun sekali waktu Davine pernah mengirimkan pesan kepadanya yang mengatakan jika ia bermaksud untuk kembali dan berkuliah di kota itu. Walau Annie segera menonaktifkan kontaknya dan mengganti dengan yang baru, namun sekali lagi entah bagaimana Davine masih saja dapat terus mengetahui kontak barunya itu.     

Annie kembali memungut beberapa foto yang baru saja ia terima dari seorang tak dikenal itu, ia terus mengamati setiap foto itu dengan saksama. Namun semakin ia melihat dan menatap foto itu, ia semakin yakin jika mobil yang terdapat di dalam foto itu adalah mobil yang sama yang ia lihat menabrak sang ayah, dengan kata lain pelaku tabrak lari itu tidak lain adalah Davine. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya tulisan yang seolah menegaskan hal itu, yang terdapat pada secarik kertas yang juga diterimanya.     

Annie yang mendapati hal itu segera berpikir jika apa yang ia takutkan kini menjadi kenyataan. Ia tak ingin Davine mengetahui perihal apa yang telah terjadi padanya bukan hanya karena ia merasa itu adalah aib yang memang seharusnya tak boleh lelaki itu ketahui, ada hal lain yang juga menjadi kekhawatiran baginya. Ia tahu jika di dalam diri Davine ada sebuah sosok yang sangat berbahaya. Sosok yang kerap muncul ketika lelaki itu merasa tertekan, bagaimanapun juga ia telah menghabiskan waktu yang cukup lama bersama lelaki itu, walau hal itu jarang sekali ditunjukkan oleh Davine, namun ia tahu jika lelaki itu tampaknya memiliki sebuah kepribadian lain di dalam dirinya.     

Hal ini pertama kali Annie ketahui di saat mereka sedang berada di tahun ke lima sekolah dasar. Saat itu mereka yang sedang berada di hutan tiba-tiba saja di hampiri oleh segerombolan anjing liar. Saat itu keadaan mereka sangat buruk, Annie menangis karena gerombolan anjing liar itu terus saja menggonggong dan mendekati mereka, jelas sekali jika anjing-anjing itu tampak sangat kelaparan. Annie dan Davine tak dapat berbuat apa-apa saat itu, mereka hanya bisa meringkuk di tengah-tengah para anjing liar yang saat itu tengah mengelilinginya.     

Tubuh kecil Annie bergetar hebat, sedang Davine, lelaki itu berusaha memeluk dan menyembunyikan Annie di balik badannya.     

Annie berteriak dengan sangat kencang, salah satu anjing itu berlari dengan lidah menjuntai dan segera menuju ke arah mereka. Annie yang tak dapat berbuat apa-apa hanya bisa memejamkan matanya saat itu, sedang suara geraman terdengar tepat berada di depannya.     

Annie memberanikan diri untuk membuka matanya, bertapa terkejutnya ia mendapati sang anjing telah mendaratkan gigitannya pada lengan Davine. Sedangkan Davine, lelaki itu hanya terlihat terdiam dengan tatapan yang sangat kosong. Annie yang melihat hal itu tahu jika itu bukan hal normal yang biasa terlihat dari sahabatnya itu.     

Annie berkali-kali mencoba menyadarkan Davine yang terlihat seperti orang yang sedang kesurupan itu. Tentu saja ia merasakan ketakutan yang sangat hebat saat itu, bukan hanya dari segerombolan anjing liar yang sedang mengitarinya, namun sosok Davine yang sangat terlihat berbeda itu terasa jauh lebih menakutkan daripada ancaman yang ia rasakan dari segerombolan anjing liar tersebut.     

Annie beberapa kali memanggil nama Davine, namun lelaki itu tampak mengabaikannya, sedang tangan lelaki itu kini mulai meneteskan darah sebab gigitan yang diberikan oleh sang anjing. Bukannya merintih kesakitan, saat itu Davine tiba-tiba saja tersenyum dan mulai tertawa. Ia segera mengambil palu yang terdapat tidak jauh dari mereka. Annie juga menambahkan jika saat itu mereka memang sedang mengerjakan proyek untuk membangun sebuah rumah pohon di hutan itu. Itulah mengapa terdapat sebuah palu di sana.     

Davine yang telah berhasil meraih palu itu segera menghantamkan palu tersebut ke kepala anjing liar itu, sang anjing yang menerima hantaman keras itu seketika melepaskan gigitannya. Davine berdiri dan segera mengejar sang anjing yang saat itu tampak sempoyongan, Davine segera menerjang anjing itu dan mengunci lehernya dengan kedua lengan kecilnya. Anjing itu berontak, namun tak mampu melepaskan kuncian yang Davine berikan pada lehernya itu, sesaat anjing itu mulai terlihat kejang, hingga akhirnya seketika lemas dan mati karena tak mampu bernafas.     

Davine segera kembali bangkit, sedang beberapa anjing liar lainnya kini tampak berkumpul dan siap menyerang lelaki itu, Davine berusaha menggertak kumpulan anjing itu, ia berteriak dan mencoba menunjukkan gestur siap menyerang. Untungnya para gerombolan anjing liar itu memutuskan untuk mundur dan mulai pergi dari tempat itu.     

Annie yang merasa jika mereka telah aman segera berlari untuk mendekati Davine, walau di satu sisi ia masih merasa takut akan perubahan sikap yang ditunjukkan oleh lelaki itu, namun ia tetap berusaha mencoba untuk memberanikan dirinya, ia tahu Davine sedang tidak baik-baik saja saat itu.     

Baru saja Annie berhasil menghampiri Davine, lelaki itu tiba-tiba saja jatuh dan tak sadarkan diri. Annie yang melihat hal itu segera saja merasa panik. Untuk anak seumuran dirinya, tentu saja ia tak tahu harus melakukan apa saat itu, Annie hanya bisa menangis dan menunggu selama beberapa waktu hingga akhirnya Davine tersadar kembali.     

Davine yang baru saja tersadar tampak sedikit linglung, ia tak mengingat apa yang baru saja terjadi, seingatnya mereka saat itu sedang terancam sebab gerombolan anjing liar yang berusaha menyerang mereka.     

Itu kali pertama bagi Annie mendapati kejanggalan pada diri Davine, walau jarang sekali terlihat namun di beberapa kesempatan Annie masih kerap mendapati kejanggalan itu terjadi pada diri Davine. Entah mengapa lelaki itu seolah mempunyai kepribadian ganda di dalam dirinya.     

Setelah beberapa foto yang ia terima dari pengirim tidak dikenal itu, kini Annie dapat memastikan jika pelaku tabrak lari itu tidak lain adalah Davine. Annie bahkan sangat yakin jika mobil yang berada di foto itu sama persis dengan mobil yang menewaskan ayahnya dalam kejadian itu, dan foto itu juga seolah menegaskan jika Davine adalah pemilik mobil tersebut.     

Annie memang sudah sedikit mencurigai jika Davine tampaknya telah mengetahui akan masalah yang tengah ia hadapi saat itu, walau tak punya bukti untuk membuktikan hal itu, namun kata hatinya memang selalu berkata seperti itu, tampaknya kata hati seorang wanita tak dapat dianggap sepele.     

Mendapati kenyataan jika orang yang telah membunuh ayahnya itu adalah Davine, Annie segera mencari dan berusaha menemui lelaki itu. Ia tahu jika saat ini Davine sedang berkuliah di salah satu universitas yang terletak di area sekitar timur kota.     

Setelah beberapa hari memantau universitas itu akhirnya Annie dapat mengetahui di mana tempat tinggal lelaki itu. Ia segera menghampiri lelaki itu ketika jam kuliahnya telah selesai. Saat itu Annie datang dengan kemarahan yang sangat besar, bagaimanapun juga karena lelaki itu kini sang ibu tampak sangat menderita sebab kematian sang ayah, dan Annie menyalahkan hal itu sepenuhnya pada sosok Davine.     

Annie segera menampar wajah Davine. Saat itu ia sengaja menunggu lelaki itu untuk melewati sebuah jalan yang seharusnya memang selalu lelaki itu lalui untuk menuju ke arah tempat apartemennya.     

Di sana Annie segera meluapkan kekesalannya pada lelaki itu, sedang Davine tampak hanya terdiam dan tak dapat menjawab perkataan yang Annie berikan saat itu, lelaki itu bahkan tampak seperti orang bingung.     

Annie menangis sejadi-jadinya, ia tak tahu harus menyikapi situasi yang sedang ia hadapi itu seperti apa, di satu sisi ia sangat merasa bersyukur karena kini dirinya tak perlu lagi menanggung beban yang selama ini ia rasakan, namun di sisi lain ia sangat merasa bersalah pada sang ibu, bagaimanapun juga kematian sang ayah tidak lain adalah sebab dirinya sendiri. Walau Annie tak melakukan hal itu secara langsung, namun kenyataan jika sang ayah tewas di tangan Davine membuatnya secara tidak langsung merasa sebagai pembunuh ayahnya sendiri.     

Annie terus menampar wajah Davine tanpa henti, sedang air matanya terus saja mengalir dengan derasnya, hal itu terus ia lakukan hingga akhirnya Davine mulai bereaksi dan menangkap tangannya. Kini lelaki itu tampak berbeda, ia tahu tatapan itu. Itu adalah tatapan dari kepribadian lain yang terdapat di dalam diri lelaki itu.     

Davine yang saat itu tengah di ambil alih sepenuhnya oleh sang alter, menarik tangan Annie dan segera memeluk wanita itu, di saat itulah sang alter miliknya mengakui jika memang dirinyalah yang membunuh ayah dari wanita itu, sang alter mengatakan jika ia melakukan hal itu semata-mata untuk membebaskan diri wanita itu dari penderitaan yang selalu diberikan oleh sang ayah. Sang alter juga mengatakan jika lelaki berengsek itu memang sudah sepantasnya mati saja.     

Annie yang berada di dalam dekapan Davine hanya bisa terus menangis. Di dalam hatinya ia tahu jika lelaki itu hanya ingin melindunginya, namun tetap saja ia tak dapat memaafkan dirinya sendiri, perasaanya sangat bercampur aduk, di satu sisi ia sangat setuju terhadap kepribadian lain dari Davine, ia juga bahkan merasa jika lelaki berengsek seperti ayahnya itu memang tak pantas untuk hidup. Namun di sisi lain ia tak dapat membodohi dirinya sendiri, ia merasa sangat bersalah pada sang ibu yang sampai saat ini tampak masih sangat terpukul karena kematian sang ayah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.