Another Part Of Me?

Part 4.46



Part 4.46

0Annie bisa saja melaporkan tentang kasus tabrak lari yang dialami oleh sang ayah kepada pihak Kepolisian, ia sudah punya cukup bukti, di tambah kesaksian darinya, rasanya itu sudah cukup untuk dijadikan bukti permulaan bagi pihak Kepolisian dalam melakukan penangkapan pada Davine. Namun hal itu ia urungkan.     

Bagaimanapun Davine hanyalah lelaki malang dengan niat baik yang tak dapat ia aplikasikan dengan cara yang benar saja, pikirnya. Namun di sisi lain, hal ini kian membebani pikirannya sendiri.     

Rasa bersalah kini mulai ia tumpukan kepada dirinya sendiri, semakin hari psikis Annie semakin terganggu, rasa bersalah itu menghantui dirinya bahkan hampir di setiap waktu. Setiap kali ia melihat sang ibu yang sedang bersedih, maka ia akan semakin merasa jika itu semua adalah kesalahannya, walau nyatanya ialah yang paling dirundung selama ini. Entah itu ketika sang ayah masih hidup, ataupun saat ini ketika sang ayah telah tiada. Annie, wanita itu seolah tak diberikan kesempatan untuk dapat menjalani kehidupannya dengan baik.     

Hari berlalu, walau sang ibu kini tak lagi tampak bersedih, namun Annie tahu jika semenjak kematian sang ayah, wanita itu kian berubah. Terlihat jika saat ini sang ibu bagai kehilangan pedomannya untuk hidup, kini tak lagi terlihat senyuman tercetak di wajah sang ibu, dan Annie, tentu saja wanita itu menyalahkan dirinya atas hal itu.     

Annie mulai kerap mengalami mimpi buruk. Dalam mimpi itu ia sedang berdiri tepat di depan pemakaman sang ayah, sedang suasana sangat mencekam saat itu. Annie yang berusaha pergi dari tempat itu seolah terpaku, ia benar-benar tak dapat mengerakkan setiap inci dari tubuhnya. Terlihat sebuah tangan menyembul keluar dari bongkahan tanah makam sang ayah, Annie yang melihat hal itu tentu saja ketakutan setengah mati. Ia sudah berusaha mengerakkan badannya, namun hasilnya nihil, ia benar-benar terpaku di sana dalam artian yang sebenarnya.     

Sang ayah dengan perlahan keluar dari kuburannya, sedang Annie hanya bisa menangis melihat kejadian itu. Bau busuk mulai menyengat di hidungnya, entah itu hanya perasaannya saja, namun di dalam mimpi itu, setidaknya itulah yang ia rasakan. Sang ayah mulai keluar dan mendekat ke arahnya, lelaki itu seperti zombie dengan belatung yang terlihat keluar dari celah mata dan hidungnya. Annie menangis histeris, ia berteriak sekuat tenaga, namun suaranya tak terdengar sama sekali.     

"Kau tak pantas untuk hidup wanita jalang, kemarilah dan segera bergabung bersama ayah di neraka!" ujar sang ayah dalam mimpinya itu.     

Annie terus menangis di dalam mimpi itu, sedang sang ayah kini mulai mencumbu Annie yang saat itu hanya bisa terdiam memantung. Sang ayah yang tampak seperti mayat hidup itu mulai menciumi setiap jengkal leher hingga pipi wanita itu, sebelum akhirnya Annie tiba-tiba saja terbangun dari mimpi buruknya itu.     

Annie terbangun dengan peluh yang hampir membasahi setiap bagian tubuhnya, sedang di telinganya masih tergiang kata-kata yang baru saja diucapkan oleh sang ayah kepadanya. Apakah ia lebih baik mati saja, rasanya hidup tak lagi menyenangkan baginya, semenjak beberapa tahun terakhir ia memang telah merasa kehilangan semangat hidupnya, semenjak sang ayah merenggut kesuciannya, ia tak lagi merasa pantas untuk hidup sebagai manusia di dunia ini. Ia merasa kotor dan sangat menjijikkan, tampaknya kematian adalah satu-satunya opsi yang dapat membebaskannya dari semua beban yang harus ia rasakan.     

Mimpi itu terasa semakin intens, Annie bahkan hampir memimpikan mimpi itu di setiap tidurnya. Ia benar-benar tak pernah lagi merasakan ketenangan, kenyataan jika sang ayah tewas sebab dirinya sendiri tentu saja semakin membuatnya merasa tertekan, walau nyatanya orang yang melakukan pembunuhan itu adalah Davine, namun ia tak dapat memungkiri jika hal itu semata-mata lelaki itu lakukan hanya untuk dirinya, membuatnya berpikir jika ialah orang yang membunuh ayahnya sendiri secara tidak langsung.     

Semakin hari kondisi mentalnya semakin buruk, walau ia dapat menyembunyikan hal itu dari keluarga dan teman dekatnya, namun di satu sisi ia tetap saja terus merasakan penyesalan sebab kematian sang ayah, yang ia sesalkan bukan tentang lelaki berengsek itu, yang ia sesalkan adalah sang ibu yang kini terlihat selalu dirundung duka setelah kepergian suaminya itu.     

Bisikan-bisikan mulai terdengar di telinganya, suara itu seolah selalu menghasutnya untuk mengakhiri hidupnya sendiri, ia bahkan hampir berpikir jika dirinya telah gila, bagaimana bisa ia selalu mendengar suara-suara itu seolah berbisik lembut di telinganya, terkadang menghanyutkannya dalam penyesalan dan membuatnya mulai kembali berpikir jika mengakhiri hidupnya adalah jalan terbaik baginya saat itu.     

Annie yang merasa keadaan mentalnya sudah sangat mengkhawatirkan, secara diam-diam mengunjungi psikiater untuk memeriksakan keadaan kejiwaannya. Ia menceritakan sebagian besar apa yang telah ia alami pada sang psikiater itu, dari bagaimana pengalaman buruk yang ia terima, hingga dorongan kuat yang ia rasakan dari dalam dirinya untuk segera mengakhiri hidupnya sendiri. Ia menceritakan hal itu secara garis nesar, sedang beberapa hal yang menurutnya sensitif tidak ia beberkan kepada sang psikiater tersebut.     

Singkat cerita sang psikiater mendiagnosis Annie mengidap gangguan depresi berupa Post traumatic stress disorder. Merupakan gangguan stres pasca trauma sebab pengalaman traumatis dan tidak menyenangkan yang ia alami. Gangguan ini meliputi, pemikiran dan perasaan negatif yang disertai dorongan untuk bunuh diri seperti halnya yang saat ini Annie alami.     

Gejala PTSD umumnya di bagi menjadi empat. Yaitu, pertama adalah gejala ingatan intrusif yang meliputi mimpi buruk akan ingatan peristiwa yang tidak diinginkan, bersifat mengganggu dan kerap datang secara datang berulang. Kedua, gejala yang biasa disebut avoidance atau pengelakan, seperti enggan membicarakan atau berpikir tentang sesuatu yang bersifat traumatis. Ketiga, perubahan negatif cara berpikir dan mood, yang di mana sang penderita akan mengalami kecenderungan untuk merasakan putus asa, pikiran negatif akan lingkungan sekitar, kesulitan mempertahankan hubungan, merasa terlepas dari keluarga dan teman, hingga merasakan mati rasa secara rasional, dan yang terakhir adalah perubahan reaksi pada emosional maupun fisik seperti, merasa paranoid, insomnia, sulit berkonsentrasi, dan upaya atau kecenderungan untuk merusak diri.     

Dalam hal ini hampir semua gejala telah Annie rasakan, dan yang paling utama adalah dorongan kuat yang kerap ia rasakan untuk melakukan bunuh diri.     

Annie menyembunyikan kenyataan ini dari setiap orang, entah itu keluarga atau orang terdekatnya, ia tak bisa mengatakan apa yang telah terjadi kepadanya, hal ini benar-benar kompleks.     

Semakin hari dorongan demi dorongan itu terasa semakin kuat, Annie tak lagi merasa mampu untuk bersosialisasi dan menata hidupnya dengan baik, walau ia selalu berhasil menyembunyikan hal itu di depan khalayak umum, namun tetap saja ia tak dapat membohongi dirinya sendiri, ia selalu merasa semua orang menatapnya dengan pandangan yang sangat merendahkan, seolah mereka tahu jika dirinya itu sangat kotor dan menjijikkan, ditambah perasaan bersalah atas kematian sang ayah, semakin membuatnya tak mampu lagi untuk menjalani kehidupannya dengan baik, bagi Annie kehidupannya bahkan sudah berakhir jauh ketika sang ayah pertama kali menjamah tubuhnya.     

Mimpi buruk itu semakin intens, datang dan menghantui dirinya di setiap malam, terkadang ia bahkan merasa takut hanya untuk sekedar memejamkan matanya, ia takut jika mimpi buruk tentang sang ayah akan kembali datang ke dalam mimpinya. Tak hanya itu, suara bisikan yang kerap ia dengar di telinganya juga semakin jelas terdengar, suara itu seolah terus merayunya untuk segera menghabisi nyawanya sendiri.     

Walau Annie telah rutin mengonsumsi antidepresan untuk mengurangi gejala itu, namun nyatanya intensitas datangnya gangguan itu masih saja ia rasakan, semakin hari gangguan itu bahkan jauh bertambah buruk.     

Di beberapa momen Annie kerap merasa dirinya seolah bergerak tak sesuai dengan keinginannya, ia mulai kerap melakukan percobaan bunuh diri, entah mengapa suara yang ia dengar di telinganya itu seolah menghipnotisnya, memaksa dirinya untuk melakukan hal yang di luar kemauannya sendiri.     

Annie tahu jika dalam beberapa waktu terakhir ini Davine dengan rutin selalu mengawasi setiap pergerakannya, beberapa kali wanita itu mendapati Davine yang berusaha mengikutinya di setiap kegiatan yang ia lakukan di luar rumah. Annie tahu jika lelaki itu mungkin sedang mengkhawatirkan keadaannya saat ini. Annie memilih mengabaikan lelaki itu, membuatnya seolah tak tahu-menahu jika saat ini ia sedang diawasi oleh lelaki itu. Ia tahu jika Davine sangatlah keras kepala.     

Suatu waktu Annie berjalan dengan pikiran kosong menuju ke arah tengah jalan kota yang sedang ramai di lalui berbagai jenis kendaraan, ia tak mengerti mengapa dirinya melakukan hal itu, yang ada di otaknya hanyalah suara dan dorongan kuat yang ia rasakan untuk segera mengakhiri hidupnya, di saat itu Davine tiba-tiba saja datang dan menariknya dengan kasar, tepat sebelum sebuah truk yang berkecepatan tinggi hampir saja menabraknya.     

Davine segera menarik Annie ke dalam dekapannya, sedang Annie yang masih dengan tatapan kosong itu terdiam begitu saja, sebelum akhirnya ia mulai menangis di dalam pelukan lelaki yang ia cintai itu.     

Tak hanya itu, Annie juga pernah melakukan percobaan bunuh diri lainnya dengan menegak racun serangga, sama halnya seperti apa yang ia rasakan sebelumnya, entah mengapa ia seolah tubuhnya bergerak dan melakukan hal itu di luar kehendaknya, walau ia tahu jelas itu adalah sebab pemikirannya sendiri, bagaimana mungkin ia melakukan hal itu tanpa berpikir dan merencanakannya terlebih dahulu, dengan kata lain ia secara sadar atau tidak sadar memang menginginkan hal itu terjadi. Sekali lagi, Davine yang entah dari mana saat itu datang untuk menyelamatkannya, ia bahkan telah memilih tempat yang sangat sepi untuk melakukan aksinya itu, namun sekali lagi tampaknya lelaki itu dengan penuh kesabaran selalu mengikuti dan memperhatikan setiap pergerakan yang entah itu sadar atau tidak sadar ia lakukan.     

Untungnya saat itu Davine datang tepat waktu, lelaki itu segera membawa Annie ke rumah sakit terdekat untuk menerima perawatan. Saat itu nyawanya masih bisa terselamatkan. Namun ada perasaan aneh yang mengganjal, ia malah merasa tidak beruntung saat itu, jauh di dalam lubuk hatinya ia hanya ingin segera untuk mengakhiri penderitaannya, itu saja. Sedangkan Davine, seperti biasa, setelah berhasil menolong Annie, lelaki itu segera pergi setelah memastikan jika wanita itu telah baik-baik saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.