Another Part Of Me?

Part 4.48



Part 4.48

0Davine terbangun dengan air mata yang mengalir deras di pipinya, kini ia mulai mengingat bagaimana wanita itu tewas di depan kedua matanya, ingatan yang sangat buruk itu entah mengapa seolah menghilang dari ingatannya begitu saja, membuatnya berpikir jika Annie adalah salah satu korban dari pembunuhan berantai yang saat itu sedang meneror kotanya.     

Davine merasa seperti orang bodoh, selama ini ia sekuat tenaganya mencoba mencari tahu kebenaran akan kematian sahabatnya itu, yang di mana seharusnya ia tahu jika itu adalah aksi bunuh diri yang dilakukan Annie tepat di depan kedua matanya, namun di sisi lain ia sedikit merasa lega karena dugaan jika dirinya bisa saja adalah pembunuh sahabatnya itu kini telah terbantahkan.     

Dengan adanya berita itu, kini Davine secara tidak langsung telah dinyatakan terbebas dari statusnya sebagai terduga pelaku pembunuhan Annie, setidaknya kini ia dapat kembali berkeliaran dengan bebas di kota itu. Sampai saat ini tentu saja ada tempat yang sangat ingin ia kunjungi, semenjak kematian Annie, ia bahkan tidak pernah punya keberanian untuk mengunjungi makamnya. Bukan hanya karena perasaan sedih yang mungkin tidak dapat ia bendung ketika melihat tempat peristirahatan terakhir dari wanita yang ia kasihi itu, namun Davine juga sudah berjanji pada dirinya sendiri jika suatu saat ia akan memberanikan dirinya berkunjung ke tempat itu, namun setelah kasus kematian wanita itu dapat ia ungkapkan, dan kini kasus itu telah terjawab, tampaknya Hanna bekerja dengan sangat baik, pikirnya. Ia tahu benar jika kasus itu berada di tangan lelaki tersebut.     

Davine tak lagi peduli dengan peraturan yang baru saja pemerintah terapkan di kota itu, ia benar-benar tak memedulikan hal itu, hanya satu hal yang saat ini ingin ia segera ia lakukan, ia sangat ingin mengunjungi makan sahabatnya itu, setelah sekian lama akhirnya kini ia dapat sedikit keberanian untuk menunjukkan wajahnya tepat di depan sahabatnya itu lagi, walau nyatanya kini hanya mayat sang sahabatlah yang tersisa di dunia ini, Davine yakin jika jiwa wanita itu setidaknya telah tenang di alam yang lain.     

Banyak hal yang kini semakin menjadi tanda tanya besar bagi diri Davine, tentu saja ia sangat merasa penasaran akan sebab mengapa Annie memilih mengakhiri hidupnya seperti itu, sedang ia sangat yakin jika saat itu sang alter miliknya telah menyingkirkan sang ayah yang menjadi sumber penderitaan wanita itu. Lantas mengapa Annie yang notabenenya telah terbebas dari lelaki berengsek itu bukanya mencoba menata kembali kehidupannya dan malah memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Walau Davine tahu jika cara yang dilakukan oleh sang alter tak dapat dibenarkan, namun apa daya nasi telah menjadi bubur, setidaknya ia hanya bisa mengambil hal baik atas apa yang telah sang alter itu lakukan, walau nyatanya pembunuhan yang ia lakukan tentu menjadi penyesalan tersendiri bagi Davine, bagaimanapun ia telah membunuh ayah dari sahabatnya itu sendiri.     

******     

Davine berdiri mematung di depan makam Annie, hari itu gerimis, namun hal itu seolah tak mengusiknya, rasa sedihnya jauh lebih besar dari sekedar sendu yang ia rasakan dari rintik hujan yang berjatuhan secara perlahan itu.     

Lelaki itu meremas kasar dadanya, masih terasa duka akan kehilangan yang ia terima sebab kepergian sahabatnya itu, ia sangat menyesali mengapa Annie memilih untuk melakukan aksi bunuh dirinya itu. Bagi Davine, itu adalah sebuah kegagalan darinya karena tak mampu menjaga wanita yang ia kasihi itu dengan benar.     

Smartphone milik Davine terus berdering, ia memang baru saja mengaktifkan kembali telepon selulernya itu. Setelah ia merasa jika kini dirinya telah cukup aman dan terhindarkan oleh tuduhan sebab kematian Annie, ia segera memutuskan untuk kembali mengaktifkan smartphone miliknya itu, tentu saja benda itu sangat penting baginya guna mencari informasi yang ia inginkan, setidaknya kali ini ia dapat sedikit merasa tenang dan tak lagi mengkhawatirkan jika saja titik lokasinya akan kembali dilacak oleh pihak Kepolisian.     

Davine masih mengutuk dirinya yang tak mampu menjaga Annie dengan benar, ia tahu jika apa yang dilakukan sang alter mungkin saja adalah penyebab Annie memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri, namun di satu sisi ia sangat yakin jika pembunuhan yang dilakukan oleh kepribadian lain yang ada di dalam dirinya itu tidak diketahui oleh seorang pun.     

Davine merogoh saku celana jeans yang sedang ia kenakan, tampaknya seseorang yang melakukan panggilan pada smartphone miliknya itu sangat kekeh, hal itu sedikit mengganggu dan membuatnya mau tidak mau harus memeriksa siapa orang yang berada di balik panggilan tersebut.     

Davine segera menjawab panggilan itu, ia tahu jika Siska yang berada di balik panggilan itu mungkin telah mendengar kabar tentang terungkapnya kematian Annie lewat surat kabar harian kota itu.     

"Halo, Davine, aku tahu jika kau bukanlah orang yang membunuh Annie," sambar Siska ketika panggilan itu baru saja terjawab.     

"Aku selalu mempercayaimu Davine!" tambah wanita itu lagi.     

Sejenak Davine tak menjawab kata-kata itu, ia begitu terharu mendengar hal itu, wanita itu bahkan selalu mempercayainya, bahkan di saat ia tak bisa mempercayai dirinya sendiri.     

"Ya, aku tahu, dan aku sangat bersyukur akan hal itu!" jawab Davine, suaranya bergetar saat itu.     

Siska segera menanyakan di mana keberadaan Davine, ia sangat ingin untuk segera bertemu dengan lelaki itu.     

"Saat ini kau tak perlu mengkhawatirkan hal itu lagi, sekarang pihak Kepolisian tak akan lagi mencurigaimu sebagai terduga pelaku dari pembunuhan Annie. Semua kini telah terungkap!" ujar Siska, jelas terdengar sebuah kegembiraan dalam nada bicaranya.     

Davine yang mendengar hal itu hanya bisa mengangguk penuh haru, selama ini sebab dari kematian sahabatnya itu selalu membebani dirinya, potongan ingatan-ingatan yang datang secara perlahan itu sempat membuatnya berpikir jika ialah pelaku pembunuhan wanita itu, namun kini semua telah terjawab, terlebih ingatan yang baru saja ia dapatkan tentang kejadian itu juga menegaskan jika kematian Annie yang merupakan sebuah aksi bunuh diri itu adalah benar, namun di satu sisi ada hal lain yang ia sesalkan, dalam ingatan itu jelas ia tengah berada di depan wanita yang ia kasihi itu sebelum akhirnya Annie memutuskan untuk menikam dirinya sendiri secara berulang-ulang. Kenyataan jika dirinya tak dapat berbuat apa-apa saat itu kian menjadi penyesalan tersendiri baginya.     

"Aku ...," ujar Davine terputus.     

"Aku, aku tak dapat menyelamatkan nyawanya. Seharusnya aku bisa melakukan sesuatu untuk mencegah hal itu terjadi!" tambah Davine, kini suara yang kian bergetar itu berubah menjadi sebuah isak tangis penuh penyesalan darinya.     

"Aku sangat bodoh, percayalah, aku merasa sangat bodoh!" tambahnya lagi, lelaki mulai menangis sesenggukan. Sedangkan Siska yang berada di balik panggilan itu segera merasa khawatir akan keadaan mantan kekasihnya itu saat ini, ia takut jika mental lelaki itu akan kembali jatuh karena berpikir terlalu jauh.     

Davine dikejutkan dengan dua sosok yang tiba-tiba saja berada di belakangnya, itu adalah Hanna dan Bella, kedua orang itu menatap tajam ke arah Davine.     

"Aku tahu kau pasti berada di tempat ini!" ujar Hanna.     

Davine yang menyadari kedatangan Hanna dan Bella segera mematikan panggilan teleponnya dengan Siska, ia tahu jika kedua orang itu pasti menginginkan sesuatu darinya.     

"Apa yang kau inginkan Hanna?" ujar Davine, matanya tampak sayu.     

Hanna tak menjawab pertanyaan itu, ia hanya berdiam mematung sembari terus menatap ke arah lelaki itu.     

"Bukankah semua sudah berakhir, lantas apa yang kau inginkan dariku saat ini?" tanya Davine lagi.     

"Kau harus tetap mempertanggung jawabkan perbuatanmu!" ujar Hanna tegas.     

"Tunggu dulu, bukankah kalian telah mengetahui sebab pasti kematian Annie. Lalu apa?" tanya Davine lagi.     

Suasana cukup intens kala itu, kedua lelaki itu saling menatap satu sama lain.     

"Yah, kau benar, tentu saja ini bukan tentang Annie, dan saat ini aku juga tidak bisa memastikan jika kau adalah pelaku pembunuhan dari Ryean, namun ada satu kejahatan lagi yang harus kau pertanggung jawab kan saat ini!" ujar Hanna.     

Hanna segera mengeluarkan buku catatan milik Annie dari sakunya.     

"Kau mungkin bukan pelaku pembunuhan dari Annie, namun tampaknya kau adalah salah satu penyebab yang menjadi faktor pendorong mengapa Annie melakukan hal itu!" ujar Hanna.     

Davine yang mendengar hal itu hanya bisa terdiam, entah apa maksud dari lelaki itu, ia masih mencoba untuk memahami situasinya saat itu.     

"Jonathan Willians. Tampaknya nama itu tidak asing bagimu!" tembak Hanna.     

Davine yang mendengar hal itu seketika tersentak dibuatnya, bagaimana bisa lelaki itu mengetahui perihal ayah dari Annie, apa lelaki itu juga telah mengetahui jika dirinya adalah orang yang menghabisi nyawa lelaki berengsek itu, pikir Davine.     

Davine hanya bisa memicingkan matanya, tampaknya situasinya kembali mulai terdesak saat itu.     

"Semua tertulis jelas di sini!" ujar Hanna.     

"Ini adalah catatan yang ditulis oleh Annie beberapa bulan sebelum kematiannya!" tambah Hanna.     

"Apa maksudmu dengan semua telah tertulis di sana, apa mungkin ...." Davine segera menyadari satu hal yang tersirat jelas dari percakapan itu.     

"Maksudmu, Annie mengetahui jika aku adalah orang yang membunuh ayahnya?" tanya Davine, seketika hatinya tersentak hebat saat itu.     

"Ya, semua tertulis jelas di sini, kau adalah pelaku tabrak lari yang menimpa Jonathan Williams. Apa aku salah? Ujar Hanna, ia tahu jika saat ini Davine tak dapat berkutik ataupun melakukan pembelaannya sama sekali.     

Hanna segera membuka buku catatan itu, di sana terselip beberapa foto yang dengan sengaja Annie selipkan, itu adalah foto yang menampilkan Davine dengan mobil sport miliknya yang ia gunakan untuk melakukan pembunuhan itu.     

"Aku sempat menyelidiki kasus kematian ayah dari wanita itu, aku tahu jika beberapa tahun yang lalu sang ayah tewas karena sebuah insiden tabrak lari, tampaknya pihak Kepolisian tak dapat meringkus sang pelaku. Apa aku benar?" tambah Hanna, lelaki itu semakin memojokkan Davine.     

Davine yang sudah tertangkap basah tak mampu berkata apa-apa lagi, ia tak begitu peduli atas apa yang telah ia lakukan pada lelaki berengsek itu, namun di satu sisi, kini ia semakin merasa bersalah atas apa yang telah menimpa sahabatnya itu. Jika benar Annie mengetahui hal itu, mungkin saja apa yang Hanna katakan perihal jika dirinyalah orang yang menjadi salah satu faktor pendorong Annie melakukan aksi bunuh dirinya itu adalah benar, pikir Davine.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.