Another Part Of Me?

Part 4.50



Part 4.50

0Setelah keadaan mulai tenang, Siska segera meminta penjelasan tentang apa yang telah terjadi, tentu saja ia adalah satu-satunya orang yang tak tahu-menahu akan situasi yang sedang mereka hadapi saat itu. Menurut Siska, sangat aneh rasanya jika kematian Annie yang merupakan tindak bunuh diri itu seolah dibebankan kepada Davine, bukankah kini telah terbukti jika lelaki itu tidak bersalah atas kematian Annie.     

Hanna pun segera menjelaskan seperti apa situasi yang mereka hadapi saat itu, ia menjelaskan semua perihal apa yang terjadi pada Annie sebelum kematiannya, ia juga mau tidak mau harus membeberkan kenyataan jika ternyata Davine adalah orang yang membunuh ayah dari Annie beberapa tahun yang lalu.     

Mendengar hal itu tentu saja Siska terkejut tidak main, ia tak menyangka jika apa yang dialami Davine dan wanita itu sangatlah berat. Menurut Siska, di satu sisi Davine memang bersalah karena telah melakukan pembunuhan itu, namun di sisi lain ia juga merasa jika Davine tak sepantasnya disudutkan seperti itu, terutama pada Bella, Siska dengan tegas mengatakan jika apa yang Davine lakukan saat itu pastilah di luar kendalinya, wanita itu juga mengatakan jika niat dibalik tindakan yang Davine lakukan itu adalah baik, hanya caranya saja yang salah. Walau ia juga tak dapat menyangkal jika faktanya Davine adalah salah satu faktor yang membuat Annie melakukan aksi bunuh dirinya itu.     

"Dia hanya lelaki yang malang!" tegas Siska.     

"Cobalah lihat dari sudut pandangnya!" tambahnya lagi.     

"Kalian pikir apa yang saat ini lelaki itu rasakan. Hatinya pasti benar-benar hancur!" tegas Siska.     

Mendengar hal itu Bella hanya bisa menundukkan kepalanya, ia tahu jika apa yang baru saja dikatakan Siska itu sangatlah benar, ia merasa sangat egois karena memandang hal ini hanya dari sudut pandangnya semata. Sedangkan Davine, lelaki itu hanya bisa duduk meringkuk di tengah-tengah pembicaraan itu, batinnya sedang terguncang hebat, kenyataan yang baru saja ia dengar dari Hanna tentu saja sangat berdampak pada mentalnya. Ia bahkan terus mengutuk perbuat yang tanpa sadar ia lakukan itu.     

"Kalian sangat egois!" bentak Siska. Sedangkan Hanna dan Bella tak dapat berkata apa-apa lagi saat itu.     

Perkataan dari Siska itu seketika menyadarkan mereka, terutama Bella, ia merasa begitu bersalah karena hanya membebankan dan menyalahkan atas kematian sahabatnya itu pada Davine, sementara ia tak pernah berpikir bagaimana perasaan Davine saat ini. Tentu saja lelaki itu sangat terpukul atas kenyataan yang baru saja mereka ungkapkan itu.     

Bella yang tak tahan lagi atas perasaannya segera pergi menjauh untuk sekedar menenangkan pikirannya, sementara Hanna, Siska, dan Davine masih saling terdiam satu sama lain di tempat itu.     

Davine segera berdiri dan menghampiri Hanna. Ia menyodorkan kedua tangannya pada lelaki itu, sedang tatapannya terlihat sangat kosong.     

Siska mencoba menghentikan Davine, namun lelaki itu tampak mengabaikannya, Davine terus berjalan menuju ke arah Hanna, tampak ia sudah tak punya sesuatu untuk ia perjuangkan lagi. Rasa bersalah yang begitu besar di dalam dirinya membuatnya tak memiliki gairah untuk hidup lagi.     

"Lakukanlah, kau punya bukti jika aku bersalah atas kematian ayah dari Annie!" ujar Davine pada Hanna.     

Hanna hanya bisa mematung di depan lelaki itu, sebagai seorang penyidik tentu saja ia sangat mengutamakan dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku, menurut hukum tentu saja lelaki itu telah bersalah karena melakukan pembunuhan kepada ayah dari Annie, namun di satu sisi ia juga mencoba memahami hal ini dari sudut pandang yang berbeda seperti apa yang Siska katakan. Sedangkan Siska, wanita itu hanya bisa berharap cemas terhadap keputusan yang akan diambil oleh kakak sepupunya itu.     

Hanna meraih borgol yang tergantung pada di ikat pinggangnya. Walau gerakannya seolah menyatakan jika dirinya akan tetap mengamankan Davine, namun jelas ada keraguan besar di sana.     

"Lakukanlah, jika itu adalah hal yang benar. Aku sudah lelah selalu bertindak salah, lebih baik aku mendekam dipenjara, itu akan membuat kepribadian dariku yang lain tidak bisa bertindak sesukanya lagi!" ujar Davine, lelaki itu tahu jika saat ini Hanna sedang bimbang.     

"Diam kau berengsek, biarkan aku memutuskannya sendiri!" maki Hanna, tampaknya lelaki itu tak ingin apa yang Davine katakan mempengaruhi keputusan yang akan ia ambil.     

Hanna perlahan menarik kembali lengannya, tampaknya lelaki itu lebih memilih untuk mengurungkan niatnya. Walau keraguan atas keputusan yang ia ambil masih sangat besar. Bagaimanapun selama ini ia selalu mengedepankan asas-asas hukum dalam kehidupannya, namun kali ini tampaknya ia harus sedikit mendengarkan hati nuraninya.     

Hanna yang masih bergelut dengan pemikirannya segera dikagetkan oleh Davine yang tiba-tiba saja jatuh berlutut sambil memegang erat kepalanya. Siska dan Hanna yang melihat hal itu tampak bingung atas apa yang terjadi pada lelaki itu.     

Davine terus menggenggam erat kepalanya, samar suara rintihannya mulai terdengar, tampaknya kondisi lelaki itu sedang tidak baik-baik saja.     

"Hey, apa yang terjadi padamu?" tanya Hanna.     

"Jangan bermain-main denganku!" tambah lelaki itu.     

Namun Davine tak merespons kata-kata itu, ia masih berlutut sembari memegang erat kepalanya tepat di depan Hanna.     

Siska yang melihat hal itu segera berlari dan menghampiri Davine, ia khawatir jika terjadi sesuatu pada mantan kekasihnya itu.     

"Davine, apa kau baik-baik saja?" tanya Siska, wanita itu mengusap-usap pundak mantan kekasihnya itu.     

Saat itu Davine seolah ingin mengatakan sesuatu, namun keadaannya membuat ia tidak bisa berbicara dan hanya terus merintih kesakitan.     

Hanna melayangkan pandangannya pada Siska, mereka benar-benar tidak tahu akan apa yang sedang terjadi.     

Tiba-tiba saja Davine menarik celana jeans yang sedang Hanna kenakan, hal itu tentu membuat lelaki itu sedikit terkejut.     

"Wanita itu ...!" ujar Davine terputus.     

"Wanita itu sedang dalam bahaya!" ujarnya lagi.     

Hanna yang tak mengerti akan apa yang Davine katakan hanya bisa terdiam dan mencoba memahami apa maksud dari kalimat yang keluar dari mulut lelaki itu.     

"Wanita itu dalam bahaya!" ujar Davine lagi. Kali intonasi suaranya sedikit ia naikkan.     

"Percayalah ...!" tegas Davine.     

Hanna masih tertegun, ia tak mengerti apa yang Davine maksudkan saat itu, siapa wanita yang saat itu dalam bahaya itu, pikirnya.     

"Bella!" pekik Siska tiba-tiba.     

Hanna yang mendengar hal itu segera sadar jika sampai saat ini kekasihnya itu belum juga kembali ke tempat itu.     

Hanna segera melayangkan pandangannya pada hamparan makam yang berada di sana, ia tak mendapati sosok Bella terlihat di tempat itu, sedang sebelumnya wanita itu mengatakan jika ia hanya akan pergi untuk menyendiri dan menenangkan dirinya sebentar.     

Hanna yang panik segera berlari untuk mencari keberadaan kekasihnya itu, ia terlalu fokus pada Davine hingga membuatnya sedikit mengabaikan Bella saat itu.     

Hanna meneriakkan nama Bella berulang kali, bagaimana bisa wanita itu menghilang begitu saja, pikirnya.     

Siska segera membantu Davine untuk berdiri, tampaknya intensitas rasa sakit di kepala lelaki itu kini mulai berkurang.     

"Kau tidak apa-apa?" tanya Siska, sedang wanita itu juga mencoba menerawang sekitar area pemakaman itu untuk mencari keberadaan Bella.     

"Ya, sekarang sudah cukup baik!" jawab Davine. Lelaki itu masih terlihat memegang erat kepalanya.     

"Sialan, wanita itu, apa kalian menemukannya?" tanya Davine, ia masih saja memegang erat kepalanya.     

"Entahlah, aku rasa wanita itu menghilang!" jawab Siska. Ia masih saja terus melayangkan pandangannya untuk mencari sosok Bella, wanita itu bahkan tak fokus pada Davine yang tengah berada di hadapannya.     

"Ini ulah lelaki itu!" ujar Davine.     

Tentu saja Siska yang mendengar hal itu hanya bisa mengerutkan keningnya, ia benar-benar tak mengerti akan apa yang Davine katakan.     

Tentu saat itu Siska juga sangat bertanya-tanya dengan kondisi yang sedang Davine alami, bagaimana bisa lelaki itu tiba-tiba seolah mengetahui jika saat itu Bella sedang dalam bahaya, hal ini semakin diperkuat dengan menghilangnya Bella dari tempat itu.     

Siska memang sempat melihat wanita itu berjalan menjauh dari mereka, tampaknya wanita itu butuh sedikit waktu menyendiri guna menjernihkan pikirannya. Namun karena situasi intens antara Davine dan Hanna saat itu, membuat Siska juga tak lagi memperhatikan ke mana perginya wanita tersebut.     

Hanna terus berlari dan mencari keberadaan Bella di setiap sudut lokasi pemakaman itu, namun hasilnya nihil, wanita itu bak hilang di telan bumi, atensinya kian terbagi, di satu sisi ia harus segera menemukan keberadaan kekasihnya itu, namun di sisi lain ia juga cukup bertanya-tanya mengapa Davie tiba-tiba saja seolah tahu jika saat itu keselamatan Bella sedang dalam bahaya.     

Siska dan Davine segera berlari menghampiri Hanna, walau Davine masih tertatih, namun ia memaksakan dirinya, situasi saat itu sangat gawat, pikirnya.     

"Apa kau menemukannya?" tanya Siska cemas pada Hanna.     

"Sial, aku telah mencari hampir pada seluruh area pemakaman ini, namun Bella tak terlihat sama sekali!" tukas Hanna kesal.     

"Davine, bagaimana kau tahu jika Bella sedang dalam bahaya?" tanya Hanna, intonasinya sangat tinggi, ia benar-benar dilanda kepanikan saat itu.     

"Aku akan menjelaskannya nanti, yang harus kita lakukan saat ini adalah menemukan wanita itu!" tegas Davine.     

"Aku rasa lelaki itu telah membawanya pergi dari tempat ini!" tambahnya lagi.     

"Apa, lelaki itu? Apa maksudmu dengan lelaki tersebut?" tanya Hanna, tentu saja lelaki itu beserta adik sepupunya tak mengerti bagaimana Davine seolah mengetahui hal itu. Lantas siapa pula lelaki yang Davine maksudkan itu.     

"Aku melihatnya memasukkan wanita itu ke dalam sebuah mobil dan segera membawanya pergi dari tempat ini!" tukas Davine, lelaki itu memasang wajah yang sangat serius agar apa yang ia katakan dapat dipercaya oleh Hanna.     

"Lelaki itu pasti telah membawa wanita itu ke suatu tempat!" tambahnya lagi.     

Hanna tersentak seketika, sesaat ketika ia baru saja bergegas untuk mencari keberadaan Bella, ia memang sempat mendapati sebuah mobil berwarna hitam melintas melewati area pemakaman itu.     

"Ini benar-benar gila!" ujar Hanna.     

Lelaki itu segera mengeluarkan smartphone miliknya, untung saja sebelumnya ia memang telah memberikan sebuah GPS tracker pada kekasihnya itu untuk sekedar berjaga-jaga.     

Benar saja kini titik lokasi dari alat pelacak itu sedang bergerak menjauh dari area pemakaman itu, Hanna memaki kasar saat itu, bagaimanapun itu adalah akibat kelalaiannya yang membiarkan Bella lepas dari pengawasannya begitu saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.