Another Part Of Me?

Part 4.55



Part 4.55

0Hanna mengatakan jika Davine harus segera menghubunginya jika saja ia mengalami kondisi di mana ia kembali tertarik ke dalam sudut pandang itu. Ia juga menambahkan jika lelaki itu harus melaporkan dengan detail tentang apa yang ia lihat ketika ia kembali masuk ke dalam sudut pandang itu. Hal ini tentu mereka perlukan guna mencari petunjuk tentang siapa gerangan lelaki yang di balik sudut pandang tersebut.     

"Segera laporkan kepadaku jika kau mengalami kondisi itu lagi. Pastikan kau mengingat setiap hal yang kau lihat dari dalam sudut pandang itu!" titah Hanna.     

Tentu saja itu bukan hal mudah bagi Davine, bagaimanapun penglihatannya ketika memasuki sudut pandang itu benar-benar kabur, terkadang ia bahkan tak dapat mengenali situasi kondisi di sekitarnya.     

"Baiklah, aku akan mencobanya!" jawab Davine. Ia sedikit ragu akan hal itu.     

Hanna segera meminta Davine untuk bertukar kontak dengannya. Lelaki itu juga menegaskan jika dirinya juga tak akan tinggal diam kalau-kalau ada yang tidak beres dari tindakan yang Davie lakukan. Bagaimanapun juga sang alter miliknya masih memiliki kemungkinan adalah pembunuh berantai yang selama ini mereka cari, pikir Hanna.     

******     

Davine kembali ke apartemen miliknya setelah sekian lama, keadaan tempat itu sedikit berantakan saat itu. Ia juga mau tidak mau harus meminta kunci cadangan kamar apartemen miliknya itu kepada ibu pemilik apartemen tersebut, rasanya kunci apartemen yang biasa ia pegang telah hilang ketika aksi pengejaran yang dilakukan Hanna dan Sersan Hendrik terhadapnya di dalam hutan itu beberapa waktu yang lalu.     

Ibu pemilik apartemen itu cukup terkejut dengan kepulangan Davine ke tempat itu, ia pikir lelaki itu tak akan pernah kembali lagi ke tempat apartemen miliknya itu, ibu pemilik apartemen tersebut bahkan telah berpikir untuk menyewakan kamar yang Davine tinggali kepada orang lain. Berhubung Davine telah membayar apartemen itu untuk beberapa bulan ke depan di muka, maka sang ibu pemilik apartemen itu mengurungkan niatnya dan dengan sengaja membiarkan kamar itu kosong sampai masa sewa yang telah lelaki itu bayarkan berakhir.     

Sang ibu pemilik apartemen itu memang telah membaca kabar yang diberitakan pada surat kabar harian kota itu, ia tahu jika saat ini Davine mungkin saja telah terbebas dari tuduhannya, hal itu jugalah yang kini membuat Davine memutuskan untuk kembali ke apartemen itu, pikirnya.     

Merasa kini Davine telah terbebas dan terbukti tidak bersalah atas dugaan yang telah pihak Kepolisian berikan kepadanya, sang ibu pemilik apartemen itu akhirnya memilih untuk memberitahukan apa saja yang telah terjadi di tempat itu semenjak Davine menghilang dan tak pernah kembali ke kediamannya itu.     

Menurut sang ibu, tak banyak yang berkunjung ke kamar apartemen milik lelaki itu, hanya pihak Kepolisian dan kakaknya yang bernama Malvine saja yang terakhir berkunjung ke tempat itu untuk sedikit memeriksa kamar apartemen tersebut. Menurut sang ibu tak banyak yang bisa mereka temukan di dalam sana.     

Davine mengangguk paham akan apa yang baru saja disampaikan oleh ibu pemilik apartemen itu. Rasanya itu adalah hal yang cukup wajar, mengingat statusnya yang saat itu adalah terduga pelaku dari pembunuhan Annie, pikirnya.     

Davine juga tak terlalu terkejut jika Malvine berkunjung ke tempat itu, mengingat jika kabar dirinya yang saat itu sedang dicurigai oleh pihak Kepolisian pasti juga telah sampai ke telinga keluarganya.     

"Ini kunci terakhir yang ibu miliki, dengan ini kau sudah dua kali menghilangkan kunci kamar apartemen milikmu. Ibu ingatkan jika kau kembali menghilangkannya maka kau harus bertanggung jawab dan membayar biaya pergantian dan kerusakannya!" tegas sang ibu pemilik apartemen itu.     

Davine yang mendengar hal itu segera mengerutkan keningnya, selama ini ia merasa tak pernah menghilangkan atau meminta kunci cadangan kamar apartemen miliknya itu sekalipun. Ia bahkan sangat yakin akan hal itu.     

"Maaf, saya lupa pernah meminta kunci cadangan lainnya pada ibu!" tukas Davine.     

Sang ibu pemilik apartemen itu pun mengatakan jika hal itu ia lakukan beberapa bulan yang lalu, sang ibu juga menegaskan jika ia ingat benar Davine memang pernah meminta kunci itu kepadanya, ia bukan wanita yang pikun, tegas wanita itu.     

Davine yang tak ingin masalah itu semakin bertambah rumit akhirnya segera meminta maaf dan menyanggupi ketentuan yang telah sang ibu pemilik apartemen itu berikan kepadanya.     

"Wah maaf, saya memang sering lupa Bu," ujar Davine.     

Wanita hanya merespons dengan sebuah senyuman di wajahnya, seperti biasa ia adalah tipe wanita yang sangat santai dalam menghadapi setiap situasi.     

Davine bergegas untuk menuju ke kamarnya, bagaimanapun juga ia merasa tak pernah sekalipun meminta kunci cadangan kamar apartemennya itu pada sang ibu. Jika bukan dia lantas siapa, pikirnya. Apa sang alter miliknya, namun untuk apa, bukankah sang alter tentu mengetahui jika ia juga memiliki kunci kamar apartemen tersebut. Tentu saja dengan keterangan yang baru saja ia dapatkan dari sang ibu pemilik apartemen membuat dugaannya itu semakin bertambah pasti. Hal itu jugalah yang menjelaskan bagaimana barang-barang itu bisa lenyap seketika saat penggeledahan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian pada kediamannya itu beberapa waktu yang lalu.     

Namun hal ini semakin membuat Davine kian bertanya-tanya apa maksud dari orang itu, bukankah orang itu seolah berusaha membantunya agar lepas dari pihak Kepolisian, atau ia hanya tak ingin video pembunuhan Merry yang terdapat pada sebuah micro card itu jatuh ke tangan pihak Kepolisian saja, pikir Davine.     

Davine melihat sekeliling area kamarnya itu, walau tidak banyak yang berubah namun ia dapat melihat jika kamar itu memang telah digeledah oleh pihak Kepolisian. Mengingat tidak adanya kabar yang terdengar dari pihak Kepolisian tentang fakta kematian Merry, tampaknya mereka tak berhasil menemukan rekaman pembunuh atas Merry yang terdapat di dalam micro card itu. Seperti yang telah Davine perkirakan, micro card dan beberapa barang lainnya itu kini telah menghilang.     

Setelah cukup lama hidup di hutan bersama Lissa, akhirnya Davine kembali dapat menikmati kemudahan dalam beraktivitas seperti dahulu lagi. Setidaknya kini ia bisa merasakan dinginnya AC dan empuknya kasur yang terdapat di dalam kamar apartemennya itu.     

Davine menghempaskan tubuhnya ke atas kasur miliknya, tampaknya setelah lama tak ditinggali kasur itu kini Mulai sedikit berdebu.     

******     

Siska menghampiri Hanna yang baru saja pulang dari kantor kepolisian. Wanita itu segera mempertanyakan bagaimana hasil yang ia dapatkan, apakah kesaksian palsu yang ia lakukan bersama Davine berjalan dengan lancar.     

Hanna hanya menjawab seadanya, ia tahu kesaksian itu mungkin tidak dapat diterima oleh Sersan Hendrik begitu saja, namun Hanna juga tahu jika saat itu Sersan Hendrik juga tak dapat berbuat banyak, fakta bahwa Annie mengakhiri hidupnya sendiri itu tak dapat terbantahkan. Tentu saja Sersan Hendrik juga tak bisa mengkambing hitamkan Davine atas kejadian tersebut.     

Siska mengelus dadanya lega, ia sangat bersyukur karena saat ini mantan kekasihnya itu telah bebas sepenuhnya dari dugaan yang selama ini dilayangkan oleh pihak Kepolisian, walau sebenarnya hal itu tidak lain adalah karena ulah Hanna sendiri. Nyatanya pemalsuan bukti yang Ryean lakukan telah mengecoh lelaki itu.     

"Mengapa kau melakukan ini, maksudku, bukankah kau lebih baik menjebloskan Davine ke dalam penjara saat ini?" tanya Siska.     

"Ya, itu benar. Aku bahkan sangat ingin menjebloskan lelaki itu ke penjara sekarang juga, namun ada hal lain yang menjadi pertimbangan bagiku!" jawab Hanna.     

Siska segera mengerutkan keningnya, ia tahu jika Hanna bukanlah lelaki yang tak berpikir panjang dalam setiap pengambilan keputusan yang ia buat.     

"Aku merasa ada sesuatu yang saat ini hanya lelaki itu yang mengetahuinya. Penyelidikan yang aku jalani saat ini memang terkesan mengalami jalan buntu. Aku bahkan merasa pihak kepolisian sekalipun seolah dengan sengaja menyembunyikan sesuatu dariku," tukas Hanna.     

"Maksudmu?" tanya Siska bingung.     

"Untuk saat ini aku tak bisa mempercayai pihak mana pun, dengan kata lain aku memang harus menyelesaikan kasus ini sendiri," jawab Hanna.     

"Aku harus memanfaatkan Davine sebagai sumber informasi atas kasus pembunuhan berantai di kota ini!" tambah Hanna.     

"Maksudmu, memanfaatkan kondisi tak wajar yang Davine alami saat ini?" tanya Siska memastikan.     

"Ya, tepat sekali. Seperti yang telah kita tahu, tampaknya lelaki yang memiliki koneksi langsung dengan Davine dalam artian yang sebenarnya itu, tampaknya memiliki keterkaitan dengan kasus pembunuhan berantai yang terjadi di kota ini!" jelas Hanna.     

Hanna sebenarnya tak ingin menceritakan hal itu pada Siska, namun mau bagaimana lagi, saat ini secara tidak langsung adik sepupunya itu telah masuk ke dalam situasi yang tengah ia hadapi, bagaimanapun juga bisa saja Siska adalah target selanjutnya dari sang pembunuh berantai, jika saja benar seseorang yang terkoneksi secara langsung dengan Davine itu adalah sang pembunuh berantai yang selama ini meneror kota itu. Bagaimanapun juga kini Siska harus mengetahui hal itu untuk meningkatkan kewaspadaan dirinya sendiri.     

"Selama ini aku telah berpikir jika pembunuhan berantai yang telah terjadi hingga saat ini tidak semata-mata dilakukan oleh satu individu saja. Bisa jadi ada sebuah organisasi atau oknum lainnya yang berada di balik setiap pembunuhan yang telah terjadi sampai saat ini!" tukas Hanna.     

Hal ini semakin dikuatkan dengan pesan yang disampaikan oleh lelaki itu kepada Bella. Saat penculikan itu terjadi bukankah sang pelaku mengatakan jika 'kami tak akan gagal' tentu kata 'kami' itu sangat menegaskan jika apa yang telah terjadi sampai saat ini bukanlah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu saja, jelas ada oknum atau sekelompok orang lainnya yang dengan sengaja melakukan hal tersebut, pikir Hanna.     

"Jadi maksudmu pembunuhan berantai ini tidak dilakukan oleh satu orang saja?" tanya Siska, wanita itu benar-benar tak habis pikir dibuatnya.     

"Tidak begitu, aku merasa pembunuhan ini memang dilakukan oleh satu orang saja, terbukti dari kecenderungan yang telah aku temukan dalam setiap hasil autopsi yang menyatakan jika sang pelaku melakukan setiap pembunuhannya dengan cara yang sama, yaitu dengan menyerang titik vital dari masing-masing korbannya secara efektif, membuat sang pelaku dapat melakukan pembunuhan itu hanya dalam satu sampai dua kali serangan saja!" jelas Hanna.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.