Another Part Of Me?

Part 4.57



Part 4.57

0Davine meminta Hanna untuk mengunjunginya di apartemennya, lelaki itu berkata jika ada suatu hal yang ingin ia bicarakan pada penyidik itu. Bagaimanapun untuk warga sipil sepertinya, tentu ia tak dapat dengan bebas keluar rumah atau berkeliaran seperti Hanna. Tampaknya ada hal penting yang ingin ia sampaikan perihal lelaki yang sedang mereka cari itu.     

Hanna segera menyanggupi permintaan itu, pukul 10.05 a.m. lelaki itu segera meluncur untuk mengunjungi Davine di apartemen tempat lelaki itu berada. Tentu Hanna sudah sangat hafal akan tempat itu, bagaimanapun juga ia pernah berkunjung ke tempat itu saat melakukan penggeledahan pada kamar apartemen tersebut.     

Davine mengambil secarik kertas dan sebuah pena, ia segera menggoreskan pena itu di atas kertas tersebut. Lelaki itu sebisa mungkin mengingat bentuk yang ingin ia gambarkan di atas kertas itu di dalam ingatannya. Semakin ia berusaha mengingat entah mengapa ia mulai mengucapkan beberapa kata secara spontan.     

"Kemurnian, kesempurnaan, dan kekuasaan," gumam Davine tanpa sadar sembari terus menggambar objek yang masih terus ia gali di dalam ingatannya itu.     

Davine disadarkan oleh ketukan pada pintu kamar apartemen miliknya, tampaknya Hanna telah sampai sesuai janji mereka. Davine segera menyudahi aktivitasnya itu, ia meletakan pana itu dan segera bergegas untuk membukakan pintu pada lelaki yang terdengar terus mengetuk pintu itu dengan ritme yang cukup ringan.     

"Maaf membuatmu menunggu!" ujar Davine, ia segera mempersilahkan Hanna untuk memasuki kamar apartemen miliknya itu.     

Davine segera mempersilahkan Hanna duduk di sofa yang terdapat pada kamar apartemen yang memang cukup mewah itu, Hanna bahkan merasa dejavu ketika ia kembali memasuki ruangan itu, bedanya kini ia bersama Davine yang tak lain adalah pemilik kamar apartemen itu sendiri.     

Davine segera menyodorkan sekaleng coffee yang sebelumnya telah ia beli itu pada Hanna, ia tak dapat menyambut lelaki itu dengan benar, tampaknya itu adalah sedikit usaha darinya agar situasi saat itu tidak menjadi tegang atau bahkan canggung.     

"Maaf, untuk saat sekarang hanya ini yang aku punya!" ujar Davine sembari menyodorkan minuman kemasan kaleng itu pada Hanna.     

"Yeah, ini sudah lebih dari cukup!" jawab Hanna, lelaki itu segera menyambut minuman kemasan kaleng yang Davine sodorkan kepadanya.     

"Baiklah, apa kita bisa mulai memasuki topik yang akan kita bahas?" tukas Hanna setelah meminum beberapa teguk coffee kemasan kaleng yang Davine berikan kepadanya.     

"Oke, sebenarnya ada banyak hal yang harus kita bicarakan perihal ini. Tentu aku tak bisa menjelaskannya tanpa adanya bukti yang pasti kepadamu," ujar Davine.     

Davine segera beranjak dan meraih secarik kertas yang sebelumnya telah ia persiapkan dan segera memberikannya kepada Hanna.     

"Apa kau pernah melihat simbol ini?" tanya Davine.     

Hanna yang menerima secarik kertas itu segera memperhatikan simbol yang sebelumnya telah Davine tuangkan dalam secarik kertas itu dengan tangannya sendiri. Itu adalah sebuah simbol yang sama yang pernah Davine temukan pada jurnal medis milik Lissa, tentu itu juga adalah simbol yang sama yang juga terdapat di atas gerbang yayasan yang sedang ia cari saat ini.     

Sesaat Hanna terus memperhatikan simbol itu dengan penuh konsentrasi, rasanya ia pernah mendapati simbol seperti itu, namun entah di mana, pikirnya.     

"Mengapa kau menanyakan hal ini?" tanya Hanna. Ia cukup tertarik dengan apa yang baru saja Davine tunjukan kepadanya saat itu.     

"Aku sedang mencari apa pun yang sekiranya berhubungan dengan simbol seperti itu!"     

Davine pun segera menjelaskan perihal penglihatan yang sebelumnya pernah ia dapat, yang di mana saat ia kembali memasuki sudut pandang itu, ia melihat jika lelaki itu sedang memasuki sebuah pintu dengan simbol seperti itu yang tercetak pada permukaannya. Davine meyakinkan jika tampaknya itu bukan sekedar simbol biasa, bisa jadi itu adalah simbol suatu organisasi terselubung yang di mana sang lelaki pemilik sudut pandang itu mungkin saja termasuk di dalamnya.     

"Bukankah lelaki itu berkata pada Bella dengan kata 'kami'!" tegas Davine.     

"Rasanya cukup masuk akal jika lelaki tersebut tergabung dalam suatu organisasi rahasia yang memiliki tujuan tertentu terhadap kota ini!" tambahnya lagi.     

Hanna mengangguk paham, selama ini dugaannya tidak salah, Davine memang lelaki yang sangat cerdas, pikirnya.     

"Maksudmu apa yang telah terjadi di kota ini ada hubungannya dengan mereka, maksudku pembunuhan berantai yang telah terjadi sampai saat ini!" tukas Hanna.     

Davine sedikit ragu dalam menanggapi hal itu, namun menurut apa yang telah ia amati sampai saat ini rasanya itu cukup masuk di akal, terlebih Davine telah mengetahui sejarah kelam yang terjadi di kota itu dari jurnal yang ditulis oleh Lissa.     

"Sebenarnya aku juga telah merasa jika ada tujuan tertentu yang dilakukan oleh sang pembunuh berantai itu dalam setiap aksi pembunuhan yang ia lakukan!" sambung Hanna.     

Hanna pun segera menerangkan hasil investigasi yang telah ia dapatkan dari setiap korban yang telah ditemukan tewas hingga saat ini. Menurut Hanna pembunuhan yang terjadi di kota itu seolah bukan dilakukan oleh seorang psikopat semata, yang di mana biasanya cenderung melakukan aksinya demi kepuasan dirinya sendiri.     

Sebagai contoh, Hanna tak mendapati adanya penyiksaan atau pelecehan seksual yang dilakukan oleh tersangka dalam setiap aksi yang sampai saat ini dilakukan oleh sang pembunuh berantai itu. Menurut Hanna bukankah ini sangat janggal, dari setiap kasus pembunuhan berantai yang pernah ia temui sampai saat ini, rasanya hampir keseluruhan pelakunya melakukan pembunuhan itu guna memuaskan hasrat terpendam di dalam dirinya, tentu saja itu adalah sebuah kelainan yang sangat beragam macamnya. Entah itu kanibalisme, sadisme seksual, atau hal-hal tabu lainnya. Namun kasus kali ini sangat berbeda, menurut Hanna sang pelaku seolah melakukan pembunuhan itu hanya karena sebuah keharusan atau adanya tujuan tertentu.     

Bagaimana tidak sampai saat ini ia bahkan tak pernah mendapati adanya penyiksaan atau penyimpangan yang di     

derita oleh setiap mayat yang telah menjadi korban sampai saat ini. Hanna menegaskan jika pembunuhan itu dilakukan dengan sangat efektif, diketahui setiap korban menerima trauma pada bagian vital mereka, Hanna bahkan menambahkan jika hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang terlatih secara terstruktur saja.     

"Para korban diketahui tewas hanya dalam satu atau dua kali serangan yang difokuskan pada area yang cukup vital bagi mereka!" jelas Hanna.     

"Sampai saat ini hanya ada dua kematian yang tidak memiliki kesamaan dengan korban lainnya, yang pertama adalah Annie, yang di mana kini kita tahu jika itu adalah kasus bunuh diri, dan yang kedua ada pada mayat Ryean, dalam kasus itu tampaknya sang pelaku sedikit bermain-main dalam melakukan aksinya!" jelasnya lagi.     

Davine yang mendengar penjelasan itu tampak mengerti dengan apa yang Hanna sampaikan, menurutnya hipotesis yang lelaki itu berikan cukup masuk di akal, walau ia juga sempat mendengar kabar bagaimana kondisi mayat Ryean ditemukan. Ia juga tak habis pikir dengan metode gila yang digunakan oleh sang pelaku dalam menghabisi lelaki malang itu, pikirnya.     

"Hal ini pula yang membuat aku sangat kesulitan dalam memecahkan kasus ini, tidak adanya ciri khas yang menonjol dalam setiap aksi pembunuhan yang sampai saat ini telah terjadi menjadi kendala tersendiri dalam upaya penyelidikan yang aku lakukan!" tukas Hanna.     

"Ya kau benar, saat ini kita memang tak dapat menyelidiki atau mengungkap siapa pelaku dari setiap pembunuhan yang telah terjadi, namun ada satu hal yang bisa kita lakukan," ujar Davine.     

"Aku pernah mencoba mencari tahu akan keterkaitan dari setiap korban yang telah berjatuhan sampai saat ini, namun tampaknya mereka tak memiliki hubungan antara satu sama lain, dengan kata lain korban-korban yang dipilih oleh sang pelaku memanglah sangat acak, namun ada satu hal yang menarik perhatianku!" tambah Davine.     

"Kenyataan jika hampir semua korban yang telah berjatuhan saat ini adalah ...." belum sempat Davine menyelesaikan kata-katanya, Hanna segera memotong pembicaraan itu.     

"Merupakan pendatang di kota ini!" potong Hanna.     

Davine segera mengangguk untuk membenarkan apa yang baru saja Hanna katakan. Ia tak terlalu terkejut jika ternyata lelaki itu juga menyadarinya.     

"Lantas apa menurutmu ini hanya kebetulan saja?" tanya Davine.     

Hanna terlihat mengerutkan keningnya, bisa saja itu hanyalah cocoklogi yang mereka buat sendiri. Sederhananya cocoklogi adalah kecenderungan orang-orang ketika mencari bukti-bukti atau kepercayaan mereka, yang di mana terkadang mengabaikan kenyataan jika itu bisa saja hanyalah sebuah kebetulan yang dengan sengaja mereka kaitkan antara satu sama lain saja. Namun kini Hanna tak lagi berpikir seperti itu sendiri, bahkan Davine pun tampak memikirkan hal yang sama.     

"Tidak, aku rasa ini hal yang dilakukan dengan unsur kesengajaan, dengan kata lain dugaan jika pembunuhan ini dipilih secara acak tidak sepenuhnya benar!"     

"Hhhmmm ... kemurnian?" gumam Davine tiba-tiba.     

Davine tiba-tiba seakan kembali mengingat kata-kata yang beberapa waktu sempat ia gumamkan sendiri itu.     

Hanna kembali mengerutkan keningnya, ia tak mengerti mengapa Davine bergumam seperti itu.     

Davine segera meminta Hanna untuk kembali melihat simbol yang baru saja ia berikan kepadanya.     

"Perhatikan simbol ini baik-baik, aku tak tahu mengapa aku bisa berpikir seperti ini, namun aku rasa ketiga anak panah ini memiliki perlambangan mereka masing-masing!" tukas Davine.     

Hanna pun segera kembali memperhatikan simbol yang telah ia terima dari lelaki itu beberapa saat yang lalu. Ia menatap simbol berbentuk busur dengan tiga anak panah yang terdapat di dalamnya itu dengan saksama.     

"Sekarang aku sangat yakin jika ini bukanlah sebuah simbol biasa, aku rasa ini adalah sebuah simbol dari suatu organisasi, dan menurutku organisasi inilah yang berada di balik setiap kasus pembunuhan berantai yang telah terjadi di kota ini!" tukas Davine.     

"Bagaimana kau bisa menyimpulkan hal itu?" tanya Hanna.     

"Banyak hal yang perlu kau ketahui. Ada rahasia besar yang disembunyikan oleh kota ini," jawab Davine.     

"Jika begitu beritahu aku apa yang telah kau ketahui?" titah Hanna.     

"Ini adalah perintah!" tambahnya lagi.     

Tentu saja Davine tak dapat memberitahukan apa yang telah ia ketahui sampai saat ini tanpa melampirkan bukti yang jelas pada lelaki itu. Ia tahu jika Hanna bukan lelaki yang akan percaya apa yang didengarnya tanpa bukti yang valid.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.