Another Part Of Me?

Part 4.59



Part 4.59

0Kericuhan tak lagi terhindarkan, para warga yang telah kalap mulai melakukan aksi perusakan pada sebagian fasilitas kota, beberapa gedung instansi pemerintahan tak luput dari aksi perusakan tersebut, beberapa pagar bangunan tampak roboh, sedang kaca-kaca gedung itu pecah karena lemparan batu.     

Pihak Kepolisian segera melancarkan serangan gas air mata pada para demonstran yang tak lagi dapat terkendali itu, namun mereka dipukul mundur oleh serangan lemparan batu yang dilakukan para demonstran tersebut.     

Hari itu para warga mendesak agar pihak Kepolisian segera melepaskan para warga yang sebelumnya telah mereka amankan, mereka bahkan mengancam jika mereka tak akan segan-segan untuk membakar kantor kepolisian jika permintaan mereka tak segera dikabulkan.     

Pihak Pemerintahan segera dilanda kepanikan, mereka segera melakukan rapat darurat guna menangani situasi itu. Mereka tak punya waktu banyak, setidaknya yang bisa mereka lakukan saat ini adalah segera menuruti apa yang diinginkan warga kota untuk saat itu. Pihak Pemerintah segera mengumumkan jika mereka akan membebaskan para warga yang sebelumnya sempat diamankan oleh pihak Kepolisian saat itu juga.     

Pihak Kepolisian yang telah mendapatkan perintah itu segera membebaskan para warga yang sebelumnya telah mereka tahan sebab melanggar aturan itu, sekali lagi mereka tak punya pilihan lain selain mengikuti apa yang telah diperintahkan kepada mereka, di sini terlihat jelas bagaimana pihak Kepolisian seolah menjadi boneka yang sesuka hati dapat dikendalikan oleh pihak Pemerintahan kota itu.     

Para warga bersorak lantang mendapati para warga yang sebelumnya telah diamankan oleh pihak Kepolisian itu segera dibebaskan. Setidaknya apa yang mereka inginkan hari itu telah tercapai, hingga akhirnya mereka menyudahi aksi itu setelah mendapatkan hasil yang cukup baik. Hal ini tentu saja menjadi kekalahan telak bagi pihak Pemerintah dan Kepolisian di kota itu. Tampaknya keberhasilan atas apa yang warga kota lakukan saat itu membuat mereka merasa seolah berada di atas angin.     

Hanna dan Sersan Hendrik tampak terdiam tanpa berbicara satu sama lain. Mereka tampak sibuk dengan pemikirannya masing-masing, baik Hanna dan Sersan Hendrik, mereka tahu jika hal seperti ini cepat atau lambat pasti akan terjadi. Menurut mereka pihak Pemerintah tak akan mampu mengendalikan warga kota, sedang saat itu angin sedang tidak berpihak kepada mereka, bagaimanapun juga sangat mustahil untuk mengendalikan warga kota di saat warga kota itu sendiri sedang tak berpihak kepada pihak Pemerintah maupun Kepolisian kota itu. Hal ini seperti sedang membujuk wanita yang sedang datang bulan, pikir Hanna.     

Sersan Hendrik menghembuskan nafasnya panjang, ia tampak sangat lelah hari itu, baik fisik maupun batinnya.     

******     

Sehari setelah kericuhan itu terjadi, kini warga kota tampak mengacuhkan peraturan yang telah diterapkan oleh pihak Pemerintahan di kota itu. Mereka tak lagi peduli atas hal itu, kini warga kota kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa, mereka membuat seolah-olah peraturan itu tak pernah diterapkan sama sekali di kota itu. Lantas bagaimana tanggapan dari pihak Kepolisian dan Pemerintah kota saat itu, tentu saja mereka tak dapat berbuat apa-apa untuk saat ini. Mereka hanya bisa membiarkan para warga melakukan apa yang mereka mau, sembari mengkaji ulang apa yang nantinya akan mereka lakukan terhadap situasi tersebut.     

******     

Hanna segera menghubungi Davine, tampaknya ia telah mengingat di mana dirinya pernah melihat simbol yang sebelumnya Davine tanyakan kepadanya itu. Ia yakin benar jika itu adalah simbol yang sama seperti yang Davine gambarkan pada secarik kertas yang kemarin lusa baru saja diterimanya.     

"Bisakah kau temui aku di rumah Siska, untuk saat ini tampaknya pihak Pemerintahan mau tidak mau harus membiarkan para warga kota sepertimu untuk berkeliaran bebas!" ujar Hanna dalam panggilan teleponnya.     

"Ini tentang simbol yang kau pertanyakan kemarin!" tambahnya lagi.     

"Ya, aku sudah mendengar bagaimana situasi kota saat ini. Baiklah aku akan segera ke sana sekarang juga, aku sangat membutuhkan informasi perihal simbol itu!" jawab Davine, kali ini ia sedikit mendapatkan secercah cahaya untuk dapat menemukan keberadaan Lissa, dan tentu saja mengungkapkan siapa gerangan lelaki yang berada di balik sudut pandang yang kerap terkoneksi langsung dengan dirinya itu.     

Davine segera bergegas menuju halte bus yang berada tidak jauh dari apartemen miliknya, di sana tampak banyak sekali warga yang juga sedang menunggu kedatangan bus tersebut. Davine yang hafal benar kapan jadwal bus itu biasanya merapat sedikit bingung sebab bus tersebut tampak terlambat, ia bahkan hampir setengah berlari demi tidak tertinggal dalam keberangkatan bus yang seharunya telah bersiap untuk menunggu penumpang di halte itu.     

Sampai di halte, Davine yang tak sengaja turut mendengar pembicaraan para warga yang sedang menunggu di sana segera tersadar jika bus itu kemungkinan tak akan beroperasi saat ini, bagaimanapun situasi saat ini bukanlah pelepasan resmi dari status lockdown yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota.     

Davine yang tak mau menunggu hal yang tak pasti itu segera mencoba menghampiri seorang pemuda yang tampak sedang duduk santai di atas motor miliknya.     

"Maaf, aku ada keperluan yang sangat penting, bisakah kau mengantarkanku ke suatu tempat!" ujar Davine pada pemuda itu.     

Tentu saja pemuda itu cukup bingung mengapa Davine tiba-tiba saja memintanya untuk mengantarkan lelaki itu, sedang mereka tak saling kenal antara satu sama lain.     

Davine pun segera menjelaskan jika tampaknya tak ada satu pun kendaraan umum yang diperbolehkan beroperasi oleh pemerintah saat ini, membuatnya tak punya pilihan lain selain menawarkan sang pemuda itu untuk mengantarkan dirinya menuju lokasi yang ia mau, tentu saja Davine menawarkan sejumlah uang sebagai imbalannya.     

Untungnya saat ini ia telah bebas untuk kembali melakukan transaksi melalui kartu ATM-nya, mengingat terakhir kali sisa uang di dompetnya hanya menyisakan beberapa lembar saja. Dengan imbalan yang cukup menggiurkan itu akhirnya sang pemuda menyetujui permintaan Davine.     

Sampai di kediaman Siska, Davine segera disambut oleh mantan kekasihnya itu, tampaknya wanita itu telah mengetahui jika saat itu Davine akan berkunjung ke rumahnya, tentu saja Hanna telah memberitahukannya terlebih dahulu.     

"Masuklah, Hanna telah menunggumu!" ujar Siska, wanita itu masih sedikit canggung dengan lelaki itu.     

"Terima kasih," jawab Davine, lelaki itu tak kalah canggungnya. Bagaimanapun mereka masih sama-sama saling menyimpan rasa, hanya saja Davine merasa jika saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk kembali melanjutkan hubungan di antara mereka.     

"Tampaknya ada sesuatu yang sangat serius yang harus kalian bicarakan?" tanya Siska penasaran.     

"Ya, aku rasa ini adalah salah satu petunjuk penting guna mengungkap siapa lelaki itu!" jawab Davine.     

Sampai di kamar milik Hanna, lelaki itu tampak sedang sangat serius di depan laptop miliknya, ia bahkan sedikit mengabaikan kedatangan Davine dan Siska saat itu.     

"Davine kemari dan lihat ini!" titah Hanna tanpa basa-basi.     

Hanna segera menunjukkan sebuah blog yang berisikan kumpulan-kumpulan puisi itu pada Davine, Davine segera mengamati layar laptop itu, ia merasa sedikit bingung mengapa Hanna menunjukkan hal itu kepadanya. Sedang Siska wanita itu tampaknya tak mau ketinggalan atas apa yang sedang kedua lelaki itu cari tahu.     

"Coba kau perhatikan ini baik-baik!" tukas Hanna pada Davine. Lelaki itu menunjuk sebuah simbol berukuran kecil yang sengaja dilampirkan oleh pemilik blog tersebut.     

"Apa simbol ini yang kau maksud?" tanya Hanna memastikan.     

Davine segera memperhatikan simbol itu, simbol berukuran kecil itu seolah disisipkan oleh pemilik blog itu agar tak terlihat begitu mencolok, namun Davine dapat memastikan jika itu adalah simbol yang mereka cari.     

"Astaga, kau benar, ini simbol yang aku maksud!" ujar Davine, lelaki itu masih tak mengerti mengapa simbol itu bisa terselip pada sebuah blog yang menampilkan kumpulan-kumpulan puisi itu.     

Hanna menjelaskan jika dulu ia pernah membuka blog itu saat sedang berselancar di internet, ia memang merupakan salah seorang penggemar sastra seperti puisi dan sebagainya. Hanna mengatakan jika ia sempat beberapa kali membuka blog itu untuk mencoba memahami makna yang coba dituliskan oleh sang pencipta puisi-puisi tersebut, menurutnya kumpulan puisi yang terdapat di blog itu cukup unik dan antimainstream.     

Hanna yang merasa cukup tertarik akan blog itu tanpa ia sadari mulai memperhatikan beberapa ornamen yang terdapat pada blog tersebut, dan salah satunya adalah simbol yang saat ini sedang mereka cari itu. Untungnya sebagai seorang penyidik tentu saja Hanna dapat menyimpan ingatannya jauh lebih baik daripada kebanyakan orang.     

"Aku sempat berpikir jika pemilik blog ini adalah orang yang sama yang sedang meneror Siska belakangan ini!" tukas Hanna.     

"Tunggu dulu, apa maksudmu?" tanya Davine, ia memang tidak tahu-menahu tentang perihal teror yang diterima oleh mantan kekasihnya itu.     

Hanna pun segera menjelaskan apa yang telah terjadi pada adik sepupunya itu pada Davine, menurut Hanna sang pengirim pesan misterius itu memiliki banyak kesamaan dari penggunaan kata dan majas yang ia gunakan dalam tiap-tiap puisi yang ia kirimkan pada Siska.     

Davine yang baru saja mengetahui hal itu segera melayangkan pandangannya pada Siska, ia memang tahu jika beberapa waktu terakhir ini sang mantan kekasihnya itu sedang dalam bahaya, namun ia tak menyangka jika Siska sampai diteror seperti itu. Tentu saja hal itu membuat Davine merasa sangat kesal.     

"Astaga. Maafkan aku, aku rasa ini semua karena diriku!" ujar Davine menyesali hal itu.     

Namun Siska segera menarik lembut tangan Davine, ia tak ingin lelaki itu terbebani karena dirinya, walau di satu sisi ia juga tak dapat memungkiri apa yang ia alami sampai saat ini cukup membuatnya tidak nyaman.     

"Jangan menyalahkan dirimu seperti itu, kita bahkan belum mengetahui seperti apa kebenarannya!" tukas Siska.     

Walau Siska sudah coba meyakinkan Davine, namun lelaki itu tahu betul jika apa yang sampai saat ini telah menimpa wanita itu tidak lain karena dirinya, ia tahu betul jika lelaki itu memiliki hubungan dengan dirinya, dan hal yang selama ini ia takutkan memang telah benar-benar terjadi, Davine tak ingin Siska celaka karenanya, itulah sebabnya ia memilih untuk menjauh dari wanita itu, semua ia lakukan semata-mata agar Siska tak terjerat masuk ke dalam masalah yang sedang ia hadapi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.