Another Part Of Me?

Part 5.On the back side



Part 5.On the back side

0Davine menatap Lissa, wanita itu tampak ketakutan, sedang tangannya yang terbalut sarung tangan medis itu kini dipenuhi oleh darah. Mata wanita itu tampak bergelimang air mata. Tepat di hadapannya ada seorang anak yang tampak tak sadarkan diri terbaring tak berdaya di atas ranjang medis. Lissa, tampaknya ia harus melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan.     

Davine berdiri beberapa meter jauhnya dari Lissa, ia ingin sekali menghampiri wanita itu dan memeluknya, ia tahu jika saat itu Lissa sedang menghadapi sesuatu yang sangat berat.     

Davine kini mulai melangkahkan kakinya untuk mendekati Lissa, namun di luar dugaan, bukannya memeluk lembut tubuh wanita itu, Davine malah menodongkan handgun miliknya ke arah Lissa, ia memaki kasar, namun tak dapat mengerti apa yang sedang ia ucapkan, bibirnya bergerak namun suaranya tak terdengar sedikit pun.     

Lissa tampak sangat ketakutan, saat itu ia sedang memegang sebuah pisau bedah, namun tremor di tubuhnya tak dapat ia sembunyikan, tubuh wanita itu bergetar hebat layaknya seseorang yang sedang kedinginan. Davine dapat merasakan hembusan nafas tidak beraturan yang keluar dari mulut wanita itu. Tentu saja ia merasa iba, namun saat itu tubuhnya tak dapat bergerak sesuai dengan keinginannya, Davine meraih kasar rambut wanita itu dengan salah satu tangannya, sedang tangan yang satunya lagi menodongkan handgun miliknya langsung ke arah pelipis wanita malang tersebut.     

Davine mulai merasa panik, situasi itu sangat tidak menguntungkan bagi mereka berdua, walau lelaki itu tahu jika saat itu mungkin saja ia sedang tertarik ke dalam sudut pandang milik lelaki yang terkoneksi langsung dengannya itu, namun tetap saja, jika di dalam sudut pandang itu ia sampai membunuh Lissa, maka ia tak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri.     

Davine berusaha menarik lengannya, namun seperti apa yang selalu terjadi, ia tak dapat melakukan hal itu, ia hanya bisa memposisikan dirinya sebagai seorang penonton saja di dalam sudut pandang itu.     

Untungnya lelaki di dalam sudut pandang itu tidak benar-benar menarik pelatuk handgun miliknya pada Lissa, ia hanya berbapa kali menampar wajah wanita itu dan terlihat memaksa Lissa untuk melakukan apa yang ia inginkan.     

******     

Davine terbangun di dalam kamar apartemen miliknya, tampaknya kali ini ia tersedot ke dalam sudut pandang itu lewat mimpinya.     

Davine mengacak kasar rambutnya, ia masih belum bisa melupakan bagaimana keadaan Lissa saat itu, ekspresi wanita itu jelas menunjukkan rasa tidak senangnya. Lantas mengapa Lissa merasa seperti itu, bukankah ia adalah seorang yang sangat mengerti dunia kedokteran, mengapa ia tak mencoba menyelamatkan nyawa anak yang sedang terbaring tak sadarkan diri tepat di depan matanya itu, atau mungkin sedari awal hal itu mereka lakukan bukan untuk tujuan pengobatan, lantas apa, pikir Davine.     

Jika diingat lagi, saat itu tubuh Lissa tampak bergetar hebat, ini sama halnya seperti apa yang pernah ia lihat dulu, ketika Lissa tiba-tiba saja datang kembali ke pondok miliknya dengan sebuah luka di perutnya, dan hal ini juga terjadi ketika wanita itu memegang pisau dapur saat ia mencoba menyiapkan makanan berapa saat yang lalu bersama Davine. Tentu saja itu adalah hal baru yang ditunjukkan oleh Lissa karena sebelumnya Davine merasa tak pernah mendapati wanita itu menunjukkan kondisi seperti itu sebelumnya. Menurut Davine itu adalah efek dari trauma yang baru saja Lissa dapatkan belakangan ini.     

******     

Situasi kota tampak ramai, tampaknya warga kota memang telah benar-benar mengabaikan peraturan yang telah diterapkan oleh pihak Pemerintah kota. Mereka tak lagi peduli akan apa yang telah terjadi, pembunuhan terakhir yang terjadi di kota itu seolah tak membuat mereka resah, yang mereka pikirkan hanyalah kebebasan mereka sendiri. Tentu saja para warga itu tak mencoba memikirkan hal itu dari sudut pandang pemerintah kota maupun pihak Kepolisian. Mereka telah bosan hanya menunggu dan mengikuti instruksi dari pihak Pemerintah, sementara sang pembunuhan berantai itu nyatanya masih berkeliaran bebas tanpa ada yang bisa menangkapnya. Menurut warga kota tak akan ada bedanya jika mereka mematuhi peraturan yang telah ditetapkan, melihat kenyataannya sampai saat ini pun korban masih saja terus berjatuhan.     

Sikap keras kepala memang adalah salah satu hal yang tidak dapat dipungkiri bagi manusia, entah sadar atau tidak hampir setiap insan yang hidup di dunia ini memiliki keegoisannya masing-masing. Begitu pula yang terjadi di kota itu, tampaknya warga kota hanya mementingkan keegoisan mereka sendiri.     

******     

Siska duduk termenung di sebuah taman, hari itu ia telah berjanji untuk bertemu dengan Davine, mereka akan kembali menjadi membicarakan perihal apa yang telah terjadi di kota itu, tampaknya wanita itu juga sedikit bosan jika harus terus mengurung diri di rumahnya saja. Tak hanya itu, tentu saja ia juga masih sangat bertanya-tanya perihal seseorang yang saat ini harus segera Davine selamatkan, seperti apa yang pernah lelaki itu katakan beberapa waktu yang lalu.     

Walau situasi kota tampak ramai, namun keadaan saat itu tak tampak seperti yang sedang terlihat. Pihak Pemerintah tampak telah menutup secara paksa semua fasilitas yang berada di bawah kendali mereka. Seperti, transportasi umum, sekolah negeri, dan beberapa fasilitas lainnya guna menekan pergerakan seluruh warga di kota itu. Mungkin hal ini tak akan berdampak lebih, namun setidaknya hanya hal itulah yang kini bisa dilakukan oleh mereka. Bagaimana tidak, para warga kota itu kita benar-benar tak dapat diatur lagi.     

Walau beberapa fasilitas pemerintah kini telah ditutup, namun tidak bagi pemilik-pemilik usaha swasta, mereka tetap menjalankan usaha mereka tanpa peduli peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Lantas apakah pihak Pemerintah hanya akan tinggal diam akan hal itu, nyatanya saat ini pihak Pemerintah tak dapat berbuat banyak, walau tak memberikan izin resmi pada para pelaku wirausaha itu untuk tetap beroperasi, namun mereka tampaknya juga tak dapat melarang akan apa yang dilakukan oleh para pelaku wirausaha tersebut. Melakukan tindakan tegas kepada mereka hanya akan semakin menambah situasi kota menjadi semakin panas.     

Davine terlihat baru saja turun dari sebuah sepeda motor, tampaknya lelaki itu mau tidak mau harus menggunakan jasa ojek online untuk sampai ke tujuannya, setidaknya saat ini itulah satu-satunya transportasi yang masih bisa diakses dengan bebas.     

"Apa kau telah lama menunggu?" tanya Davine, lelaki itu melayangkan pandangannya guna mengamati keadaan di area taman itu.     

Tepat seperti dugaannya, kini warga kota memang telah beraktivitas seperti biasa, mereka benar-benar telah mengabaikan peraturan yang telah diterapkan di kota itu.     

"Tidak juga, mungkin sekitar 15 menit!" jawab Siska.     

"Maafkan aku, aku sedikit kesulitan untuk mencari transportasi untuk menuju ke tempat ini!" sambung Davine.     

"Yeah, itu wajar. Tampaknya pihak Pemerintah telah menonaktifkan segala transportasi umum di kota ini!" jawab Siska.     

"Ya, kau benar. Aku rasa itu adalah salah satu cara yang saat ini masih bisa mereka lakukan guna membatasi aktivitas di kota ini!" tanggap Davine.     

"Lalu bagaimana, apa kau telah menemukan petunjuk lainnya. Maksudku mengenai yayasan yang sedang kau cari saat ini?" tanya Siska. Wanita itu memang telah mengetahui banyak tentang apa yang saat ini sedang Davine usahakan, baik itu dari mulut lelaki itu sendiri, dan juga dari mulut Hanna.     

"Sayangnya belum. Sampai saat ini aku juga masih belum bisa mengali ingatan masa kecilku lebih dalam. Jika dipikirkan lagi hal itu sangat wajar, mengingat saat itu aku seolah hidup terasing di dalam yayasan itu tanpa tahu di mana letak yayasan itu berdiri," ujar Davine. Lelaki itu tampak menopang dagunya.     

"Yang aku ingat hanyalah yayasan itu dulunya adalah bekas bangunan penjara milik pemerintah, yang akhirnya beralih fungsi menjadi sebuah yayasan penampungan bagi anak yatim dan gelandangan di kota ini!" jelas Davine.     

"Apakah yayasan itu diprakarsai oleh pihak pemerintah kota?" tanya Siska.     

"Sayangnya tidak. Walaupun dulunya bangunan itu adalah milik pemerintah kota, namun tampaknya bangunan tersebut telah beralih kepemilikan sebagai fasilitas swasta!" jawab Davine. Ia sangat yakin akan hal itu.     

Hal itu dapat Davine ketahui dari ucapan Kakek Robert yang dapat kembali ia ingat lewat mimpinya beberapa waktu yang lalu.     

Siska yang mendengar hal itu tampak berpikir keras. Sebelumnya ia juga sudah berusaha mencari tahu mengenai yayasan yang dimaksud oleh lelaki itu lewat internet, namun sama halnya dengan apa yang Davine dan Hanna katakan, ia juga tak mendapatkan suatu informasi apa pun mengenai hal itu di sana.     

Hal ini juga membuat Siska semakin bertambah yakin jika hal itu memang seolah dengan sengaja ditutup-tutupi oleh pemerintah kota itu.     

"Aku juga sudah mencoba mencari tahu akan yayasan yang kau maksud, namun hasilnya nihil. Seperti yang kalian katakan, entah mengapa aku juga merasa jika hal ini seolah dengan sengaja ditutup-tutupi oleh pemerintah kota," ujar Siska.     

"Tapi mengapa?" tambahnya lagi.     

Davine terdiam sejenak setelah menerima pertanyaan itu, ia tampak terus berpikir dengan keras, menurut lelaki itu ini adalah hal yang sangat rumit untuk dijelaskan.     

"Ini seperti puzzle!" ujar Davine.     

Siska yang mendengar jawaban itu hanya bisa mengerutkan keningnya, tentu wanita itu tak dapat menerka apa yang baru saja lelaki itu katakan.     

"Banyak hal yang saling berkaitan di balik semua yang telah terjadi. Kita tak bisa mengungkapkannya tanpa menyelesaikan puzzle itu dengan benar. Yang pasti hal ini berkaitan pada kejadian yang pernah terjadi di kota ini. Sejarah yang dengan sengaja disembunyikan sedemikian rupa!" ujar Davine.     

Siska yang mendengar hal itu semakin dibuat bertanya-tanya. Namun di satu sisi ia juga sangat mempercayai apa yang baru saja lelaki itu katakan. Walau ia tak tahu-menahu akan apa maksud dari sejarah yang telah disembunyikan di kota itu. Namun sekali lagi nalurinya memaksanya untuk terus mempercayai sang mantan kekasihnya itu. Tentu saja di sisi lain ia juga tak habis pikir bagaimana bisa sebuah kasus pembunuhan berantai bisa menjadi serumit itu.     

"Apa kau yakin jika merekalah yang berada di balik tragedi pembunuhan berantai ini?" tanya Siska, mata wanita itu menatap tajam ke arah Davine.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.