Another Part Of Me?

Part 5.1



Part 5.1

0Malvine terlihat sibuk menandatangani beberapa berkas, tampaknya ia telah menerima penawaran yang sangat menarik.     

Saat ini Malvine memang masih berada di kota itu, ia telah mendapatkan kabar jika saat ini Davine telah terbebas dari tuduhan atas kematian Annie, ia juga telah mengabarkan hal tersebut kepada pihak keluarganya, selama ini sang ibu memang sangat mengkhawatirkan keadaan anak angkatnya itu.     

Kenyataan jika Davine memang terbukti tak bersalah atas kematian Annie, tentu saja menjadi kabar yang sangat baik bagi Monna, bagaimanapun juga ia sangat percaya jika anak angkatnya itu tak mungkin melakukan hal seperti itu. Sesaat ketika Malvine mengabarkan hal itu kepada Monna, terdengar jelas ada perasaan lega yang Malvine dapati dari nada bicara sang ibu lewat panggilan teleponnya itu.     

Saat ini Malvine masih belum bisa meninggalkan kota itu. Bagaimana tidak, perbatasan kota saat itu memang telah di tutup, tak ada akses yang bisa digunakan untuk keluar dan masuk kota itu secara sembarangan. Pihak Pemerintah dan Kepolisian telah mengumumkan hal ini setelah kembali terjadinya dua pembunuhan yang terakhir kali terjadi. Hal ini membuat Malvine terjebak di kota itu, walau nyatanya ia tak begitu mempermasalahkannya, mengingat jika dirinya memang masih memiliki beberapa urusan di kota itu selain mencari keberadaan Davine.     

Setelah beredarnya kabar tentang apa penyebab kematian Annie yang sebenarnya, Malvine telah beberapa kali berusaha untuk menghubungi Davine, tampaknya ponsel adik angkatnya itu memang telah aktif, namun lelaki itu seolah dengan sengaja tak menjawab panggilan tersebut.     

Sebagai seorang kakak angkat dari Davine, sedikit banyaknya tentu ia telah mengetahui bagaimana perangai adik angkatnya itu. Menurutnya Davine bukanlah lelaki yang tidak berpikir panjang, rasanya wajar saja jika saat ini Davine masih belum mau untuk menjawab panggilannya, mungkin saja adik angkatnya itu tak ingin melibatkan dirinya dan keluarga angkatnya itu ke dalam masalah yang sedang ia hadapi, walau nyatanya kini Davine telah terbebas dari tuduhan itu, tampaknya adik sepupunya itu masih belum mau berhubungan secara langsung dengan dirinya dan keluarganya sebelum ia benar-benar bisa memastikan jika keadaannya saat itu telah benar-benar aman.     

Tak hanya Malvine, bahkan panggilan dari Monna sekalipun tak pernah dijawab oleh adik angkatnya itu sampai saat ini.     

Sebenarnya Malvine bisa saja mengunjungi Davine di apartemennya, ia sangat yakin jika adik angkatnya itu kini telah kembali pulang ke apartemen miliknya itu. Ia juga sudah mengetahui jika saat ini Davine telah kembali melakukan transaksi lewat rekening miliknya, dan nyatanya transaksi tersebut dilakukannya pada salah satu ATM yang berada di kota itu. Saat ini Malvine memang belum mempunyai waktu lebih untuk menemui adik angkatnya itu, bagaimanapun juga situasi kota saat itu cukup berpengaruh pada cabang perusahaan keluarga yang sedang ia urus di kota tersebut.     

Sebagai perusahaan swasta tentu perusahaan mereka saat ini masih terus beroperasi, saat ini pihak Pemerintah memang belum memberikan larangan akan hal tersebut dengan nyata, namun keterbatasan ruang gerak di kota itu membuat perusahaan tersebut hampir kehilangan setengah dari pemasukan rutin mereka. Hal ini tentu menjadi pekerjaan ekstra bagi Malvine, sedari awal ia memang telah diutus oleh sang ayah untuk menanggulangi hal tersebut. Tampaknya sang ayah telah memprediksi akan terjadinya hal tersebut sejak beberapa waktu yang lalu. Tentu saja Edwar adalah pria yang sangat jeli.     

******     

Hanna, Siska, dan Davine telah berkumpul di kediaman Siska. Hari itu Davine berencana untuk mengajak mereka untuk mengunjungi pondok milik Lissa yang selama ini menjadi tempatnya bersembunyi dari kejaran pihak Kepolisian. Davine merasa jika Hanna, dan Siska tampaknya harus mengetahui hal yang telah ia temukan di pondok tersebut. Tentu saja yang dimaksud oleh lelaki itu tidak lain adalah jurnal milik Lissa.     

Davine dan Hanna tampaknya mempunyai pemikiran yang sama tentang siapa yang berada di balik kekacauan yang telah terjadi di kota itu, tentu itu adalah perbuatan suatu organisasi yang terstruktur dengan sangat rapi, dan jika hal itu benar maka semua kejadian itu pasti akan saling berkaitan dengan apa yang telah di jelaskan oleh Lissa di dalam jurnal miliknya. Pembantaian masal yang dilakukan oleh pemerintah guna mengambil alih kota itu dari penduduk asli yang sebelumnya mendiami dan menguasai kota tersebut tampaknya adalah hal yang sangat penting untuk digali lebih dalam. Untungnya Lissa telah menuliskan semua hal itu ke dalam jurnal yang ia buat.     

"Ke mana sebenarnya kita akan pergi?" tanya Siska.     

"Maksudku, di mana pondok itu berada?" tanya wanita itu lagi.     

"Kita harus berjalan memasuki hutan ini, jaraknya tidak terbilang jauh, namun tidak juga bisa dikatakan dekat!" jawab Davine.     

"Astaga, rasanya kami telah mengirimkan tim kami telah menyusuri area hutan ini, bagaimana bisa mereka tak menemukan keberadaan pondok yang kau maksud!" sambung Hanna.     

"Aku rasa karena letaknya yang memang sedikit tertutup!" jawab Davine seadanya.     

"Mungkin mereka hanya mencari di area terbuka saja, akses untuk menuju pondok itu memang sangat sukar untuk dilalui, kita harus melewati beberapa semak-semak dan lagi tak ada jalan setapak yang dibuat untuk menuju pondok tersebut!" tambah Davine. Kali ini ia baru menyadari hal itu, tampaknya Lissa dengan sengaja tidak membuatnya agar keberadaan pondok itu tak mudah untuk diketahui.     

Siska segera menanyakan siapa Lissa itu sebenarnya, ia memang telah mengetahui sedikit tentang wanita itu dari Davine, namun saat itu Davine hanya menjelaskan garis besarnya saja kepada Siska.     

"Seperti yang telah aku katakan sebelumnya, dia adalah wanita yang menolongku sesaat ketika aku jatuh tak sadarkan diri sebab insiden baku tembak yang terjadi antara aku, Hanna, dan Sersan Hendrik saat itu!" jawab Davine.     

"Ya, aku mengerti, tapi mengapa kau begitu peduli dengannya?" ujar Siska, tampaknya wanita itu sedikit merasa cemburu. Bagaimana tidak, selama ini bukankah Davine dan Lissa hanya tinggal berdua saja di dalam hutan itu, rasanya tidak berlebihan jika Siska menduga di antara mereka bisa saja telah terjalin suatu hubungan yang spesial.     

"Kau tak perlu mengkhawatirkan hal itu, bahkan sampai saat ini aku hanya memikirkanmu!" jawab Davine.     

Jawaban itu tentu saja membuat wajah Siska merona seketika. Wanita itu bahkan sedikit salah tingkah di buatnya.     

"Walau kau berkata seperti itu, namun tetap saja ...!" ujar Siska, wanita itu dengan sengaja memajukan bibirnya.     

Davine yang melihat hal itu hanya tertawa kecil.     

"Baiklah, aku rasa kalian bisa menyelesaikan hal itu di lain waktu!" potong Hanna.     

"Yeah, itu benar!" ujar Siska, matanya sesekali melirik ke arah Davine.     

Setelah beberapa waktu berlalu, seperti apa yang sebelumnya Davine katakan, rute itu memang cukup sukar untuk dilalui, untungnya lelaki itu sedikit banyaknya sudah cukup hafal akan letak pondok milik Lissa itu.     

Beberapa meter di depan mereka, kini jelas terlihat sebuah pondok kecil yang keadaannya kini memang telah sedikit berantakan. Keadaan pondok itu masih sama seperti saat Davine terakhir kali meninggalkannya, tampaknya orang-orang yang sebelumnya menangkap Lissa tak lagi kembali ke pondok tersebut.     

"Astaga, apa yang sebenarnya telah terjadi di tempat ini?" tanya Siska yang mendapati keadaan pondok yang lumayan berantakan itu.     

"Aku rasa ini adalah perbuatan orang-orang yang membawa Lissa secara paksa. Tampaknya Lissa memberikan perlawanan hingga menyebabkan kekacauan terjadi di tempat ini," jelas Davine.     

Davine yang melihat kondisi pondok itu seketika kembali teringat akan hari di mana ia kehilangan wanita itu, sampai saat ini Davine masih menyalahkan dirinya sendiri karena membiarkan Lissa sendirian di pondok tersebut tanpa adanya pengawasan darinya, sedang beberapa waktu sebelumnya ia telah menduga jika ada sesuatu yang tidak beres dengan wanita itu, namun hari itu ia dengan bodohnya meninggalkan Lissa sendirian begitu saja.     

"Seharusnya aku tak meninggalkannya seorang diri saat itu!" ujar Davine. Lelaki itu mengepalkan tangannya erat.     

"Aku sangat bodoh!" sesalnya.     

"Apa kau yakin jika itu bukanlah perbuatan dari sang alter milikmu?" tanya Hanna tiba-tiba. Bagaimanapun juga tampaknya ia masih belum bisa mempercayai Davine 100%.     

"Tidak kali ini aku sangat yakin. Sebenarnya dalam beberapa waktu terakhir ini rasanya aku sudah mulai dapat mengingat apa yang telah terjadi dengan baik, walau dalam beberapa kesempatan alter milikku masih kerap mengambil alih, namun kali ini aku merasa sadar akan hal itu secara penuh, dan aku yakin sekali jika itu bukanlah perbuatan yang aku lakukan tanpa aku sadari, dengan kata lain hal itu memang bukanlah perbuatan dari alter milikku!" jelas Davine.     

"Mungkin ini adalah hal yang cukup membingungkan, ada hal berbeda yang kini aku rasakan setiap kali sang alter milikku mengambil alih kendali atas tubuh ini. Tak seperti biasanya yang di mana aku akan kehilangan kesadaranku sepenuhnya, hal itu kini berbeda, kini setiap kali sang alter itu mengambil alih tubuh ini, aku merasa jika saat itu aku seolah sedang berdiri di dalam diriku sendiri dan memperhatikan apa yang telah terjadi dari dalam sudut pandangku sendiri," tambah Davine, lelaki itu sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali melanjutkan perkataannya.     

"Itulah mengapa kali ini aku merasa sangat yakin jika itu bukanlah perbuatan dari sang alter yang kumiliki!" sambung Davine dengan tegas.     

"Itu adalah kemajuan bagimu!" ujar Hanna.     

Hanna pun menjelaskan jika pada dasarnya para pengidap DID sepertinya kebanyakan memang cenderung tak bisa mengingat apa yang telah terjadi ketika sang alter milik mereka mengambil alih, namun di beberapa kasus, ada pula beberapa yang dapat merasakan dan mengingat apa yang telah terjadi saat proses pengambilan alih itu terjadi, Hanna juga mengatakan jika ada beberapa kasus yang di mana sang host bisa sesuka hatinya mengendalikan sang alter miliknya, dengan kata lain mereka dapat mengontrol kapan proses switch itu terjadi.     

"Apa kau pernah mendengar sebuah kasus yang di mana salah satu alter milik seseorang pengidap DID seperti dirimu dijadikan saksi oleh hakim guna memutuskan peradilan yang sedang berlangsung?" tukas Hanna.     

Davine hanya menggelengkan kepalanya saja, rasanya hal seperti itu tak mungkin terjadi, pikirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.