Another Part Of Me?

Part 5.2



Part 5.2

0 "Rasanya aku pernah mendengar hal seperti itu!" sambut Siska.     

"Jennifer Haynes, apa aku benar?" tambahnya lagi.     

Hanna yang mendapati Siska mengetahui akan hal itu cukup membuatnya terkejut. Ia tak menyangka jika adik sepupunya itu ternyata memiliki wawasan yang cukup luas.     

"Aku cukup terkejut kau mengetahui hal itu!" tanggap Hanna.     

"Ya, mungkin itu hanyalah kebetulan saja. Beberapa waktu yang lalu aku tanpa sengaja mendapati sebuah artikel yang membahas hal tersebut saat berselancar di internet.     

Tampaknya pembahasan itu cukup menarik bagi Davine. Bagaimana tidak, rasanya hanya dirinyalah yang tidak tahu-menahu akan hal itu.     

"Lalu apa yang terjadi pada wanita itu?" tanya Davine. lelaki itu tampak sudah tidak sabar untuk mendengarkan hal yang mereka bahas itu lebih lanjut.     

"Baiklah, aku akan menjelaskan hal ini secara singkat. Jennifer Haynes, ia adalah wanita yang memiliki gangguan DID sama sepertimu,namun gilanya sang alter yang ia miliki tak hanya dua atau satu. Menurut data, diketahui jika sang alter miliknya kurang lebih mencapai sekitar 2000 kepribadian!" jelas Hanna.     

Mendengar hal itu, tentu saja Davine dibuat terkejut setengah mati.     

"Apa hal seperti itu mungkin?" tanya Davine, lelaki itu masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.     

Davine memang tidak terlalu mengerti akan gangguan disosiatif yang dideritanya, bagaimanapun juga ia bahkan baru menyadari hal itu beberapa waktu yang lalu. Selama ini tampaknya ia juga tak begitu tertarik akan hal-hal yang menjurus ke arah itu. Jadi rasanya wajar saja jika ia tak begitu tahu tentang informasi seperti yang baru saja Hanna katakan.     

Berbeda dengan Hanna, lelaki itu adalah seorang penyidik. Tentu saja ia sudah kerap kali mendapati kasus-kasus yang membingungkan seperti itu untuk dipecahkan. Hanna adalah tipe lelaki yang sangat ulet, ia gemar sekali mengulik setiap kasus-kasus yang menurutnya sangat unik, dan kasus Jennifer Haynes termasuk ke dalam salah satunya.     

Hanna pun segera kembali melanjutkan penjelasannya atas kasus yang terjadi pada Jennifer Haynes pada Davine. Menurut Hanna hal itu bermula ketika wanita itu masih sangat belia, ia yang mulai mendapat pelecehan seksual dari sang ayah mulai memaksa dirinya untuk memunculkan satu persatu sang alter miliknya guna menanggung segala beban yang ia terima saat itu.     

Hal itu terus berlanjut, pelecehan demi pelecehan yang ia terima terus memaksanya untuk memunculkan kepribadian-kepribadian lain di dalam dirinya, sampai akhirnya kasus ini harus dibawa ke pengadilan di kota mereka. Dan yang gilanya sang hakim meminta beberapa kepribadian lain dari diri Jennifer Haynes guna menjadi saksi dalam peradilan tersebut.     

"Aku tidak menyaksikan peradilan itu secara langsung, namun menurut apa yang telah beredar, tampaknya saat itu Jennifer Haynes menghadirkan lima kepribadian lainnya sekaligus untuk menjadi saksi dalam peradilan itu!" jelas Hanna.     

"Lantas bagaimana hasil dari peradilan itu?" tanya Davine penuh dengan rasa penasarannya.     

"Sang ayah dinyatakan bersalah, peradilan itu dimenangkan oleh Jennifer Haynes dan para alter miliknya!" tegas Hanna.     

Davine yang mendengar hal itu hanya bisa terdiam, lantas bagaimana bisa Jennifer Haynes memunculkan sang alter miliknya di dalam peradilan itu, pikirnya.     

"Itulah mengapa aku mengatakan jika ada sebagian dari penderita gangguan disosiatif sepertimu yang tampaknya bisa mempertahankan kesadarannya dan mengontrol kapan sang alter miliknya akan mengambil alih kendali!" terang Hanna.     

"Jadi apa menurutmu apa yang telah aku alami belakangan ini adalah hal yang wajar?" sambut Davine.     

"Entahlah, pada dasarnya gangguan dissociative identity disorder seperti yang kalian alami ini adalah suatu misteri bagiku, dunia kedokteran memang telah dapat mengidentifikasinya, namun terkadang aku juga merasa jika itu hanyalah hal yang kalian buat-buat saja!" tanggap Hanna.     

"Maksudku, ini bukanlah penyakit yang bisa diketahui apa penyebab pastinya, bukankah hal ini sangat berbeda dengan penyakit medis lainnya, yang di mana penyebab pastinya bisa diketahui dengan jelas, misalkan saja adanya kerusakan pada organ dalam, atau mungkin virus yang masuk dan mempengaruhi metabolisme tubuh seseorang. Pada kenyataannya bukankah kalian terlihat sangat sehat dalam hal fisik!"     

"Ya, aku juga tak dapat memungkiri hal itu!" jawab Davine.     

"Namun setidaknya kini aku telah mendapat sedikit gambaran atas penjelasanmu," tambah Davine.     

Kembali kepada tujuan awal mereka, kini Davine segera mengajak Hanna dan Siska untuk segera memasuki pondok itu. Terlihat beberapa bercak darah yang kini mulai menghitam di beberapa bagian lantai pondok tersebut. Siska yang melihat hal itu saja dapat segera membayangkan apa yang telah terjadi di tempat itu sebelumnya.     

"Astaga, ini benar-benar kacau," ujar wanita itu.     

"Apa kau yakin jika wanita itu baik-baik saja?" tanya Siska. Melihat keadaan pondok itu membuat dirinya bertanya-tanya bagaimana keadaan wanita yang sedang berusaha Davine temukan itu.     

"Tentu saja saat ini dia tidak sedang baik-baik saja, namun setidaknya aku tahu jika saat ini Lissa masih hidup!" jawab Davine, matanya menatap tajam dengan penuh keyakinan.     

"Baiklah, lalu apa yang ingin kau perlihatkan pada kami di tempat ini?" sela Hanna.     

Davine yang tak ingin membuang terlalu banyak waktu lagi segera merogoh salah satu saku celana jeans yang sedang ia kenakan, tampaknya ia dengan sengaja terus menyimpan mata kalung berbentuk kunci milik Lissa itu agar tak ada satupun orang lain yang dapat mengakses jurnal milik Lissa yang telah ia temukan beberapa waktu lalu yang tersembunyi di pondok itu.     

Setelah menemukan dimana letak jurnal itu disembunyikan, Davine dengan segera membuka tempat persembunyian itu dengan kunci yang kini tengah berada di tangannya.     

Hanna dan Siska hanya bisa terdiam mendapati Davine yang kini sedang berusaha membuka tempat di mana jurnal itu disembunyikan, ia tak menyangka jika ada sebuah bidang kecil berbentuk kotak yang tersembunyi di bawah lantai pondok itu.     

Davine segera meraih jurnal milik Lissa yang tersimpan di sana, ia segera memberikan jurnal tersebut kepada Hanna, ia ingin lelaki itu segera membacanya dengan seksama.     

"Aku rasa kau harus membaca jurnal ini!" titah Davine.     

Tanpa pikir panjang, Hanna pun segera meraih dan menyambut jurnal itu dari tangan Davine. Hanna tampak memicingkan matanya, ia tak mengerti mengapa Davine sangat menginginkan dirinya untuk membaca jurnal itu.     

Jurnal diberi judul 'The Cornner family's death journal' membaca judulnya saja kian membuat Hanna semakin bertanya-tanya, apa hubungannya jurnal itu dengan organisasi yang saat ini sedang mereka cari, lantas siapa pula keluarga Cornner yang dimaksud di dalam jurnal tersebut, Hanna benar-benar tak mengerti apa keterkaitan akan jurnal yang merujuk pada kematian suatu keluarga itu dengan situasi yang terjadi di kota mereka saat ini.     

"Dalam jurnal itu dijelaskan bagaimana sejarah terbentuknya kota ini!" ujar Davine, ia tahu jika saat itu Hanna sedang bertanya-tanya akan apa maksud dari dirinya yang menginginkan lelaki itu untuk membaca jurnal milik Lissa itu.     

"Di dalam jurnal itu dijelaskan jika sejatinya dahulu ada dua keluarga yang menjadi penduduk asli kota ini sebelum pemerintah menginvasi daerah ini secara paksa," tambah Davine.     

Hanna yang mendengar hal itu dengan segera memutuskan untuk membacanya, kini ia sedikit mengerti akan apa maksud dari tindakan Davine saat ini.     

Bahkan bagi Hanna sekalipun, ia tak pernah mengetahui akan sejarah kota itu sebelumnya, bagaimana tidak, rasanya dulu ketika ia masih mengenyam pendidikan pada bangku sekolah dasar di kota tersebut, seingatnya sejarah kota itu memang tidak pernah benar-benar dijelaskan dengan benar. Bagaimanapun juga setidaknya sejarah suatu kota pada dasarnya akan diperkenalkan pada para penduduk kota itu sendiri, terutama ketika mereka mengenyam bangku sekolah dasar, namun jika diingat lagi, rasanya hal itu memang tidak pernah sekalipun diajarkan, pikir Hanna.     

Membaca jurnal itu, Hanna seketika tersentak dengan hebat, ia tahu jika metode penguasaan secara paksa akan suatu wilayah memang sudah menjadi rahasia umum guna menyatukan suatu negara, namun ia tak pernah benar-benar berpikir jika sebuah invasi akan dilakukan dengan cara yang sangat keji seperti apa yang telah Lissa tuliskan di dalam jurnal miliknya.     

"Pembantaian massal?" ujar Hanna, lelaki itu tertegun di tengah konsentrasinya saat membaca jurnal itu.     

"Aku tahu jika banyak metode paksaan yang bisa dilakukan dalam upaya mengambil alih suatu wilayah, namun pembantaian massal rasanya sangat tidak manusiawi untuk dilakukan," tanggapnya.     

"Ya, aku juga sangat terkejut ketika pertama kali membacanya!" sambung Davine.     

Siska yang sedari tadi hanya bisa mencoba memahami apa yang saat itu tengah Hanna dan Davine bicarakan juga tidak kalah terkejutnya, walau tak membacanya secara langsung, namun dengan memahami setiap kata yang terucap dari kedua lelaki itu, sedikit banyaknya ia kini tahu jika sebuah pembantaian massal pernah terjadi di kota itu dalam upaya pengambilalihan wilayah kota tersebut.     

Hanna yang kini mulai mengerti akan apa yang sedang terjadi kini semakin meningkatkan atensinya dalam membaca jurnal itu, kini sedikit banyaknya ia telah tahu apa yang dipikirkan oleh Davine saat itu.     

Kini jurnal itu menceritakan bagaimana keadaan kedua keluarga yang merupakan penduduk asli kota itu setelah tragedi pembantaian massal yang dilakukan oleh pihak Pemerintah guna menguasai wilayah tersebut. Dalam jurnal itu menjelaskan jika hanya tersisa beberapa individu dari kedua suku asli wilayah itu yang berhasil selamat atas invasi yang dilakukan oleh pihak Pemerintah guna mengambil alih wilayah itu.     

Pihak Pemerintah tampaknya sangat cerdik dalam melakukan eksekusinya, hal ini terlihat jelas dari bagaimana mereka dengan sengaja menargetkan para petinggi dari kedua suku itu dan menjadikan mereka target prioritas dalam upaya pembantaian massal yang mereka lakukan, mereka juga turut membantai para lansia dan anak kecil tanpa pandang bulu. Mendapati hal itu tentu saja Hanna dibuat sangat kesal saat itu juga.     

Dalam jurnal itu Lissa menyatakan jika hanya ada beberapa yang selamat dari tragedi pembantaian massal yang dilakukan oleh pihak Pemerintah itu dengan cara bersembunyi di dalam hutan-hutan yang terdapat di area yang mengelilingi wilayah kota. Beberapa dari mereka adalah keluarga dari kasta pertama, sedang beberapa lainya berasal dari keluarga dari kasta kedua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.