Another Part Of Me?

Part 5.3



Part 5.3

0Kini Hanna memasuki bagian kedua dari pembahasan yang tertulis pada jurnal milik Lissa itu. 'The Death with a smile' Hanna yang membacanya tulisan itu tampak mulai mengerutkan keningnya.     

Bagaimanapun juga apa yang sebelumnya ia baca tentu sudah membuatnya sangat terkejut bukan main, ia tak menyangka jika proses berdirinya kota itu disertai dengan pertumpahan darah yang seharusnya tak perlu terjadi, pikirnya.     

Hanna segera melayangkan pandangannya pada Davine, ia hanya ingin sedikit alasan dari lelaki itu mengapa ia harus melanjutkan untuk membaca dan mengetahui apa yang tertulis di dalam jurnal itu.     

"Apa pembahasan selanjutnya masih akan berkaitan dengan apa yang sedang kita hadapi?" tanya Hanna memastikan.     

Sebenarnya tanpa dorongan dari Davine sekalipun, tentu saja Hanna akan tetap melanjutkan untuk membaca jurnal itu, bagi Hanna itu adalah hal yang sangat menarik, terlepas itu ada kaitannya atau tidak dengan keadaan yang sedang terjadi di kota mereka saat itu.     

"Aku rasa kau juga harus mengetahui siapa mereka yang disebut sebagai keluarga kasta pertama dan keluarga kasta kedua di dalam jurnal itu!" tekan Davine.     

Kini Hanna mengalihkan pandangannya dari Davine, ia memfokuskan atensinya kembali kepada jurnal yang sedari tadi berada di tangannya itu.     

Jurnal itu merujuk kepada sebuah anomali yang terjadi pada sebagian besar penyandang marga Cornner, yang merupakan keluarga kasta kedua. Sebelumnya Lissa telah menjelaskan bagaimana sejarah kedua keluarga itu terbentuk, singkatnya kedua keluarga itu adalah penduduk asli dari kota itu sebelum pihak Pemerintah melakukan invasi dan merebut wilayah mereka. Lissa menjelaskan jika dahulu kedua keluarga itu memang saling berperang guna menentukan siapa penguasa wilayah tersebut, dan hasilnya adalah keluarga dari kasta pertama itulah yang keluar sebagai pemenang.     

Semenjak kekalahan itu akhirnya mulai terbentuk apa yang mereka sebut sebagai keluarga kasta pertama dan keluarga kasta kedua, yang dimana sang keluarga kasta kedua harus melayani dan mengabdikan dirinya pada keluarga kasta pertama yang keluar sebagai pemenang dalam pertempuran guna menentukan siapa penguasa wilayah itu. Itu adalah sebuah perjanjian yang telah disepakati oleh kedua tetua atau pemimpin dari masing-masing suku yang akhirnya menjadi keluarga kasta pertama dan keluarga kasta kedua tersebut.     

Semakin lama Hanna semakin dibuat penasaran dengan isi dari jurnal yang Lissa tuliskan, tentu saja itu adalah sebuah sejarah yang selama ini telah terkubur di balik proses berdirinya kota itu. Hanna yakin jika tak banyak yang tahu akan kebenaran akan hal itu, sepertinya pihak Pemerintah berhasil menyembunyikan kebusukannya dengan sangat baik, pikirnya.     

Dalam jurnal itu Lissa mulai menjelaskan jika sebagian besar kematian yang dialami oleh keluarga Cornner bukanlah kematian karena faktor eksternal seperti penyakit atau kecelakaan. Lissa menjelaskan jika sebagian besar anggota keluarga itu memilih untuk mengakhiri hidup mereka sendiri, dengan kata lain itu adalah sebuah aksi bunuh diri yang dengan sengaja mereka lakukan, lantas apa faktor yang membuat para anggota keluarga Cornner itu memilih untuk mengakhiri kehidupannya sendiri, pikir Hanna. Hal ini tampaknya semakin menjadi lebih menarik lagi baginya, dan kini yang menjadi pertanyaan besar baginya adalah apa maksud dari Lissa yang mengatakan jika hampir semua kematian itu seolah dihiasi dengan sebuah senyuman yang tercetak jelas di setiap wajah mayat para anggota keluarga yang melakukan aksi bunuh diri tersebut.     

Hanna yang membaca hal itu seketika teringat akan sosok almarhum ibunya, entah itu adalah sebuah ketidaksengajaan saja, namun nyatanya almarhum sang ibu dari lelaki itu juga mengalami kondisi yang sama, yang dimana sang ibu juga diketahui memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri, dan gilanya lagi wajah sang ibu juga terlihat tersenyum dalam kematiannya, hal ini pula yang belakangan kerap kali menjadi mimpi buruk bagi Hanna.     

Tentu saja Hanna tak serta merta mengaitkan kejadian itu dengan apa yang telah Lissa tuliskan di dalam jurnalnya, lagi pula ia juga merasa jika dirinya dan sang ibu tidak mempunyai hubungan apapun dengan keluarga yang disebut sebagai kasta kedua itu. Sekali lagi, Hanna tak ingin menyimpulkan hal itu berdasarkan cocoklogi semata.     

Dalam jurnal itu Lissa menuliskan jika setelah invasi yang dilakukan oleh pihak Pemerintah itu, terdapat beberapa saja yang masih bisa bertahan dari kedua keluarga itu, baik dari keluarga kasta pertama maupun keluarga kasta kedua. Mereka hidup terasing dalam beberapa tahun terakhir setelah pihak Pemerintah berhasil mengambil alih wilayah itu. Baik pihak keluarga kasta pertama, maupun keluarga kasta kedua, mereka sama-sama hidup dengan menyembunyikan identitas asli mereka, tentu saja mereka tak ingin kejadian pembantaian itu kembali terulang pada mereka.     

Seiring dengan berjalannya waktu, penyusutan keturunan dari keluarga kasta pertama kian terasa. Bagaimana tidak, keluarga itu memang memegang teguh kemurnian darah mereka, membuat mereka tak bisa menikah atau memiliki keturunan di luar keluarga mereka sendiri, ditambah dengan ketidaksuburan para wanita dari keluarga tersebut, membuat keturunan mereka semakin lama semakin merosot. Hal ini sangat berbeda dengan keluarga kasta kedua yang dengan terbuka menerima siapa saja yang ingin menikah dengan mereka tanpa memikirkan kemurnian darah mereka seperti layaknya para keluarga dari kasta pertama itu. Hal ini pula yang membuat keluarga dari kasta kedua itu bisa bertahan dengan jumlah yang terbilang cukup stabil.     

Memanfaatkan kekuasaan mereka terhadap keluarga kasta kedua dan ditunjang dengan kemajuan teknologi dalam ilmu kedokteran yang telah berkembang pesat, akhirnya keluarga kasta pertama itu mulai memikirkan hal gila. Mereka mulai memanfaatkan pengabdian yang harus diemban oleh keluarga kasta kedua itu guna keberlangsungan keturunan mereka. Alhasil metode bayi tabung pun tercetus sebagai solusi terbaik bagi mereka.     

Memanfaatkan para wanita dari keluarga kasta kedua, akhirnya mereka mulai melaksanakan ide gila itu, bagi mereka asalkan tak berhubungan badan secara langsung maka hal itu masih wajar untuk dilakukan, karena pada dasarnya metode ini merupakan proses pembuahan di luar tubuh tanpa harus berhubungan seks secara langsung. Dengan melakukan hal itu setidaknya mereka akan memiliki keturunan, walau tak murni dari keluarga kasta mereka, namun mereka percaya jika sel dan DNA mereka akan lebih dominan pada keturunan yang nantinya akan dihasilkan lewat proses bayi tabung tersebut.     

Hanna menggenggam erat tangannya sendiri, perasaannya kian bercampur aduk saat itu, bagaimana bisa pihak Keluarga kasta pertama itu memperlakukan keluarga kasta kedua itu hanya sebagai wadah perkembangbiakan keturunan mereka saja. Tentu ini adalah hal yang sangat gila, pikir Hanna. Lantas apa hubungannya hal itu dengan anomali aksi bunuh diri yang dilakukan oleh keluarga kasta kedua itu, pikirnya lagi.     

Tak butuh waktu lama, rasa penasaran itu segera terjawab dengan instan lewat tulisan yang terdapat di dalam jurnal milik Lissa itu.     

Kali ini Hanna benar-benar tercengang, ia tak dapat berkata apa-apa lagi, satu hal yang terlintas di dalam otaknya saat itu hanyalah sebuah kata, 'Gila'. Bagaimana tidak, rasanya semua yang telah dilakukan oleh keluarga kasta pertama itu benar-benar sangat di luar nalar manusia, dan lagi untuk yang satu ini, ini benar-benar sangat gila, pikir Hanna untuk kesekian kalinya. Tak hanya memanfaatkan rahim mereka sebagai alat untuk mendapatkan keturunannya, pihak Keluarga kasta pertama itu bahkan memerintahkan agar para wanita yang mereka jadikan sebagai objek itu untuk melakukan pengabdian secara penuh. Lantas apa yang mereka sebut dengan pengabdian secara penuh tersebut. Dari sekian banyak hal gila yang mereka lakukan, bagi Hanna ini adalah yang paling gila.     

Lissa menuliskan jika para wanita yang telah melahirkan keturunan dari keluarga kasta pertama lewat metode bayi tabung itu harus mau tidak mau menuruti perintah yang mereka berikan untuk mengakhiri hidup mereka sendiri. Hal ini sebenarnya bertujuan untuk mengurangi meningkatnya individu dari keluarga kasta kedua, yang di mana notabenenya mereka memang tak mengutamakan kemurnian darah mereka seperti keluarga kasta pertama, membuat mereka dapat dengan bebas menikah dan memiliki keturunan di luar darah mereka. Tentu saja hal ini juga menjadi ketakutan tersendiri bagi keluarga kasta pertama, bagaimanapun juga mereka masih merasa resah kalau-kalau saja pada nantinya dengan kembali berkembang pesatnya keluarga dari kasta kedua itu maka mereka akan kembali melakukan perlawanan dan mengacuhkan perjanjian yang telah disepakati oleh para tetua mereka terdahulu.     

Dan inilah jawaban dari anomali yang terjadi pada keluarga Cornner yang merupakan keluarga kasta kedua itu, bagaimana mayat mereka didapati selalu seolah selalu tampak tersenyum dalam setiap kematiannya. Hal itu tidak lain disebabkan oleh tanaman yang bernama, Hemlock water dropwort. Sebuah tanaman berjenis seledri air yang memiliki kandungan sangat beracun. Tanaman dengan nama latin Oenanthe crocata ini memiliki kandungan racun berupa ornanthotoxin pada akarnya, dan diacentylenic epoxydiol pada bagian biji. Racun tersebut bersifat neurotoksik pada akarnya, menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan kejang-kejang, otot wajah berkontraksi, rahang menjadi trimus (terkunci), dan otot pengunyah menjadi tegang. Hal inilah yang nantinya memberikan kematian pada korbanya dengan sebuah senyuman yang seolah tercetak di wajahnya, namun itu bukanlah sebuah senyum bahagia, senyuman itu lebih seperti seringai mengerikan sebab menahan rasa sakit oleh reaksi yang diberikan.     

Tak hanya para wanita dari keluarga kasta kedua yang telah mereka manfaatkan sebagai alat guna memperoleh keturunan, dalam catatan itu Lissa juga menjelaskan jika hal itu juga mereka lakukan pada para lansia yang mereka rasa sudah tak berguna lagi. Ini adalah hal yang sangat mengerikan, pikir Hanna. Bagaimana bisa seorang manusia menentukan hidup dari manusia lainnya layaknya Tuhan.     

Beberapa nama tercantum dalam jurnal itu, walau tak semua yang telah menjadi korban dari perbudakan yang dilakukan oleh keluarga kasta pertama itu, namun setidaknya ada beberapa data spesifik yang Lissa cantumkan pada jurnal tersebut. Seperti, nama, foto, dan beberapa hal lainnya.     

Hanna segera memperhatikan beberapa foto yang Lissa lampirkan pada jurnalnya itu, ia hanya ingin memastikan jika kematian sang ibu memang bukanlah termasuk ke dalam rangkaian kasus bunuh diri itu. Bagaimanapun juga ciri kematian sang ibu memang sangat mirip dengan apa yang Lissa jelaskan di dalam jurnalnya tersebut. Hanna memperhatikan foto demi foto yang Lissa lampirkan, untungnya ia tak mendapati foto sang ibu ikut terlampir di dalam jurnal tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.