Another Part Of Me?

Part 5.4



Part 5.4

0Baru sebentar Hanna merasa lega setelah tak mendapati adanya foto sang ibu dalam jurnal yang Lissa buat, kini hatinya seolah tersentak dengan sangat tiba-tiba. Tampaknya walau Lissa tak bisa melampirkan semua foto dari keluarga Cornner yang telah menjadi, dalam tanda kutip korban dari kegilaan keluarga kasta pertama itu, namun wanita itu masih memiliki data yang cukup lengkap terkait korban-korban lainnya yang telah berjatuhan.     

Tangan Hanna kian gemetar, ia hampir saja menjatuhkan jurnal yang berada di tangannya itu. Bagaimana tidak, dari sekian banyak nama yang Lissa cantumkan, entah mengapa ada satu nama yang membuatnya terpaku. Stevani, nama itu terselip di antara sekian banyak nama yang tercantum di dalam jurnal tersebut.     

Selama ini Hanna memang tidak mengetahui siapa nama lengkap dari sang ibu, apa marga yang ia sandang sebelum akhirnya ia mengunakan marga dari sang ayah setelah pernikahan mereka. Jika dipikirkan lagi ibunya itu memang sangat misterius, sebagai seorang anak Hanna bahkan tak pernah tahu-menahu mengenai keluarga dari sang ibu, selama ini ia hanya hidup di kalangan keluarga dari sang ayah saja, bahkan Siska yang merupakan adik sepupunya itu juga adalah keluarga dari jalur sang ayah. Hanna mengacak kasar rambutnya, ia merasa benar-benar bodoh, bagaimana bisa ia tak pernah tahu menahu mengenai keluarga atau kerabatnya dari jalur sang ibu.     

Siska yang melihat tingkah kakak sepupunya yang terlihat tidak beres itu segera mempertanyakan apa yang sebenarnya membuat Hanna kian gemetar seperti itu.     

"Ada apa Hanna?" tanya Siska resah.     

Hanna mengabaikan pertanyaan itu, saat ini lelaki itu hanya bisa terdiam mematung begitu saja, sedang pikiranya kian melayang jauh.     

"Hanna, apa kau mendengarkanku?" tanya Siska lagi, ia tahu mungkin ada sesuatu yang buruk yang telah terjadi.     

"Ibu …," jawab lelaki itu terputus.     

Siska memicingkan matanya, ia tak mengerti akan apa yang kakak sepupunya itu maksud.     

"Ibu, apa kau tahu marga dari ibuku, sebelum akhirnya ia beralih dan menggunakan marga dari ayahku?" tanya Hanna pada Siska.     

"Maksudmu?" tanya Siska bingung. Tentu saja ia tak mengerti mengapa Hanna tiba-tiba saja mempertanyakan hal itu.     

"Bukankah seharusnya kau yang lebih tahu!" sambung Siska.     

"Ya, aku tahu itu, seharusnya memang seperti itu, namun …." kata-kata dari lelaki itu kembali terputus begitu saja.     

kini Hanna mencoba sekuat tenaga untuk kembali menggali ingatannya, ia berusaha sebisa mungkin kembali ke masa lalu dan mencari momen yang bisa saja mengingatkannya akan siapa marga yang sang ibu sandang sebelum menikahi ayahnya. Namun tampaknya hal itu sia-sia, Hanna bukanya tak mengingat akan hal itu, namun nyatanya sang ibu maupun ayahnya memang seolah tak pernah menyinggung akan marga sang ibu sebelumnya.     

Hanna terus mengingat semua ingatan masa kecilnya, terutama ketika kedua orang tuanya itu masih bersama, seingatnya sang ayah hanya memanggil sang ibu dengan panggilan 'Sayang' atau Stevani yang di mana itu adalah nama dari sang ibu, namun sayangnya sang ayah tak pernah benar-benar memanggil atau menyebutkan nama lengkap dari ibunya itu bahkan untuk sekali saja.     

"Hanna mengapa kau tiba-tiba saja menanyakan hal itu, apa sebenarnya yang sedang kau pikirkan?" tanya Siska, wanita itu tak akan diam hingga lelaki itu menjawab pertanyaannya dengan benar.     

"Aku rasa aku telah melewatkan sesuatu yang sangat penting di dalam hidupku!" jawab Hanna, mata lelaki itu mulai terlihat berkaca-kaca.     

Davine yang melihat hal itu juga hanya bisa terdiam dibuatnya, ia tak dapat memahami situasi yang sedang terjadi, entah mengapa saat itu Hanna terlihat sangat emosional, pikirnya.     

"Apa maksudmu?" timpal Davine.     

"Apa yang telah kau lewatkan?" tambah lelaki itu.     

"Apa hal itu berkaitan dengan apa yang sedang kita hadapi saat ini?" tambahnya lagi.     

"Entahlah, ini memang masih belum pasti, namun entah mengapa nama dari ibuku juga tercantum di dalam jurnal ini!" jawab Hanna.     

Davine yang mendengar hal itu tiba-tiba saja tersentak bukan kepalang, apa itu berarti Hanna masih memiliki hubungan darah sebagai keluarga Cornner yang merupakan keluarga kasta kedua itu.     

"Bagaimana bisa kau menyimpulkan hal itu?" tanya Davine, ia seolah tak ingin mempercayai apa yang baru saja ia dengar dri lelaki itu.     

"Ini memang belum pasti, bahkan aku sendiri tidak pernah benar-benar tahu apa marga dari ibuku yang sebenarnya, namun …." untuk kesekian kalinya kata-kata lelaki itu kembali terhenti begitu saja.     

"Namun apa?" desak Davine.     

"Kematian ibuku," jawab Hanna, bibir lelaki itu tampak mulai bergetar.     

Davine memicingkan matanya pada Hanna, sedang hatinya kini terasa sangat cemas, begitu pula dengan Siska, ekspresi wanita itu tidak jauh berbeda dengan mantan kekasihnya itu.     

Hanna pun segera menjelaskan jika kematian sang ibu memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa yang keluarga Cornnor alami, ia menegaskan jika sang ibu juga memilih mengakhiri hidupnya sendiri. Berbeda dengan Davine yang terkejut tidak main saat mendengar hal itu, Siska hanya menundukkan kepalanya saja, ia memang telah mengetahui perihal itu karena pada dasarnya ia adalah bagian keluarga dari Hanna.     

"Beberapa waktu ini hal itu seolah datang sebagai mimpi buruk di dalam tidurku. Dulu aku selalu menganggap jika senyuman yang merekah di bibir mendiang ibuku dalam kematiannya itu adalah senyuman bahagia, namun semakin aku mengingatnya kini aku tahu jika itu bukanlah sebuah senyuman seperti yang selama ini aku pikirkan," jelas Hanna.     

"Hal itu seolah menghantuiku, di dalam mimpi yang selalu datang secara berulang itu, aku bisa melihat dengan sangat jelas bagaimana senyuman manis itu seolah berubah menjadi seringai yang sangat mengerikan. Aku tak tahu mengapa aku belakangan ini aku mulai memimpikan hal mengerikan seperti itu, aku tahu mungkin itu adalah akibat dari rasa bersalahku selama ini karena tak menemani wanita itu di saat ia tak mampu menanggung beban yang ia rasakan, hingga akhirnya wanita itu memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri!" tambah Hanna.     

"Tunggu dulu, apa kau ingin menegaskan jika bisa saja ibumu adalah keturunan dari keluarga Cornner?" cela Davine.     

"Tentu saja aku berharap tidak seperti itu, bisa saja ini hanyalah kebetulan semata!" jawab Hanna ragu.     

Hanna pun segera menjelaskan terkait marga yang ia sandang, baik dirinya maupun Siska, pada dasarnya mereka memiliki marga yang diletakkan di belakang namanya, marga itu telah mereka gunakan secara turun temurun, 'Jones', itu lah marga yang selama ini melekat pada keluarga itu. Hanna pun menjelaskan jika menurut kebudayaan mereka, kebanyakan dari setiap wanita yang telah menikah akan menyandang marga dari sang suami, dan hal itulah yang terjadi pada sang ibu, perpindahan marga itu membuat Hanna tak pernah mengetahui siapa nama lengkap atau marga yang disandang oleh sang ibu sebelum wanita itu menikah dengan ayahnya.     

Hanna juga menjelaskan jika penyematan marga dalam sistem perdokumentasian kependudukan di negara itu memang seharusnya tak selalu disematkan, terkecuali jika nama marga itu memang telah terdokumentasi sejak awal pada pada catatan kelahiran, dan lagi hal ini juga harus berdasarkan permohonan keluarga yang terkait, walau ada pula pengecualian lainnya yang tentu saja dengan berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi. Hal itu jugalah yang menjadi penyebab utama dirinya tak pernah mengetahui siapa atau apa nama marga yang disandang oleh sang ibu. Tampaknya keluarga mereka sedari awal memang tak pernah melakukan permohonan untuk penyematan nama marga mereka ke dalam setiap dokumentasi kependudukannya. Baik itu keluarga Hanna maupun Siska, nama marga mereka memang tak disematkan dalam setiap dokumentasi kependudukan mereka, baik itu kartu identitas, paspor, kartu keluarga, maupun dokumen lainnya.     

"Ya, itu benar, keluarga kami memang tak menyematkan marga kami pada setiap dokumentasi kependudukan yang kami miliki!" sambut Siska membenarkan hal itu.     

Tak seperti Davine yang kini memang telah menyandang marga Harris, setiap dokumentasi kependudukan yang ia miliki memang telah menyematkan marga itu di belakang nama mereka, tampaknya hal ini seperti apa yang telah dijelaskan oleh Hanna, memang ada beberapa keluarga yang saat ini menyematkan marga mereka di setiap dokumentasi kependudukan mereka seperti layaknya keluarga Harris. Namun Davine juga sering kali mendapati adanya beberapa keluarga yang tak menyematkan marga mereka seperti yang dilakukan oleh keluarga Hanna dan Siska, yang ternyata memiliki marga Jones itu.     

"Apakah disaat pemakaman pihak keluarga dari ibumu juga tak menyematkan marga mereka di atas batu nisan sang ibu?" tanya Davine memastikan.     

"Sayangnya itu tidak mereka lakukan, nisan itu hanya bertuliskan Stevani saja!" jawab Hanna dengan sangat yakin.     

Hal ini sedikit mengingatkan Davine pada kematian kakek Robert, yang di mana saat itu di atas batu nisan miliknya tampak disematkan marga Cornner, lantas jika sang ibu dari Hanna memang berasal dari keluarga yang sama mengapa mereka tak menuliskan marga mereka di atas batu nisannya seperti apa yang dilakukan oleh para pengurus yayasan yang mengurus proses pemakaman kakek Robert dahulu.     

"Apa hal itu memang sengaja untuk dilakukan, maksudku, mungkin saja mereka dengan sengaja menyembunyikan identitas mereka pada khalayak umum!" tanggap Davine.     

Mendengar hal itu Hanna tampak terlihat berpikir keras. Rasanya hal itu cukup masuk akal bagi lelaki itu.     

"Bisa jadi, aku rasa mereka memang sengaja menyembunyikannya, mengingat jika mereka adalah salah satu keluarga yang merupakan penduduk asli kota ini," sambut Hanna, mata lelaki itu tampak menerawang ke arah langit-langit pondok tempat mereka berada saat itu.     

"Mungkin saja mereka melakukan itu agar keberadaan keluarga mereka tak diketahui oleh pihak Pemerintah. Bagaimanapun juga keberadaan kedua keluarga itu bisa saja menjadi ancaman untuk nama baik pemerintahan kota saat ini," tambah Hanna.     

"Kau benar, aku rasa pihak Pemerintah tak ingin apa yang dulu telah terjadi terungkap pada khalayak umum!" sambut Davine.     

"Ya, aku rasa itu sangat masuk di akal, mengingat sejarah kelam yang tampaknya selama ini dengan sengaja coba mereka sembunyikan," tanggap Hanna.     

"Namun aku tak dapat memastikan hal ini begitu saja, saat ini masih ada kemungkinan jika hal yang terjadi pada ibuku hanyalah kebetulan semata!" tambah Hanna.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.