Another Part Of Me?

Part 5.6



Part 5.6

0"Apa kau yakin akan hal itu, maksudku, aku bahkan telah berusaha mencari tahu adanya sebuah yayasan seperti itu semenjak beredar kabar menghilangnya para anak gelandangan yang berada di kota ini!" sambut Hanna.     

"Ya, aku sangat yakin jika tempat yang aku tinggali sewaktu kecil dulu adalah yayasan penampungan anak yatim dan gelandangan yang berada di kota ini!" jelas Davine.     

"Bukan hanya kau, semenjak aku mengingat yayasan dengan simbol yang tertera dalam jurnal medis itu. Aku juga telah berusaha mencari segala informasi mengenai yayasan seperti itu di kota ini, namun hasilnya nihil. Entah mengapa aku tak dapat menemukan data apapun dalam pencarianku saat berselancar internet!" tegas Davine.     

"Aku juga sudah berusaha mempertanyakan hal itu pada beberapa warga, namun tampaknya mereka juga tidak tahu-menahu akan adanya yayasan seperti itu," tambah Davine.     

"Apa itu berarti yayasan tersebut memang dengan sengaja disembunyikan?" timpal Siska.     

"Entahlah, namun saat ini aku rasa itulah satu-satunya hal yang paling masuk di akal!" sambut Hanna.     

"Lantas hubungan seperti apa yang kau maksud, bisa saja kau hanya anak yatim yang sengaja dititipkan pada yayasan itu karena kendala ekonomi," tanggap Hanna.     

"Ya, awalnya aku juga berpikir seperti itu, namun setelah aku mengingat kembali, entah mengapa aku merasa ada yang aneh," sambut Davine. Lelaki itu tampak menopang dagunya sendiri.     

"Benar jika aku diperlakukan sama dengan anak lainnya di dalam yayasan itu, penyiksaan dan kekerasan selalu aku alami di setiap harinya, namun ada satu hal yang membuatku berpikir ulang tentang hal itu. Ini tentang Kakek Robert, dia terus menjagaku dan tampak menyayangiku layaknya cucu sendiri. Ia bahkan tak pernah melakukan hal seperti itu pada anak lainnya!" jelas Davine.     

"Bukankah itu aneh?" kini Davine balik bertanya kepada Hanna dan Siska.     

Davine juga tak lupa menjelaskan jika kakek Robert bahkan kerap kali mendapatkan kekerasan hanya untuk membantu dirinya, dan sang kakek bahkan tak pernah mengeluhkan hal itu sekalipun. Davine, lelaki itu tak mampu membendung air matanya jika mengingat sosok kakek yang selama ini terus melindunginya bak malaikat saat terjebak di yayasan terkutuk itu.     

"Maksudmu, sang Kakek itu tampak pilih kasih?" kini giliran Siska yang balik bertanya pada Davine.     

"Ya, kurang lebih seperti itu!" tegas Davine.     

Devine pun mulai menjelaskan hipotesisnya akan hal itu. Ia mulai mengaitkan semua yang telah terjadi, baik itu masa kecilnya dan jurnal milik Lissa yang baru ia temukan beberapa waktu yang lalu itu. Menurut Davine perlakuan sang kakek terhadapnya itu, rasanya bukan tanpa alasan. Davine mulai menyatakan kecurigaannya jika sang kakek memang dengan sengaja melakukan hal itu atas perintah seseorang, lantas siapa yang memerintahnya, sebagai keluarga kasta kedua tentu saja sang kakek saat itu berada di bawah kendali langsung oleh keluarga kasta pertama.     

"Mungkin saja itu adalah perintah yang ia terima dari keluarga kasta pertama!" tukas Davine.     

"Tunggu dulu, lantas mengapa?" tanya Siska yang masih belum menemukan keterkaitan akan hal itu.     

"Bukankah aku sudah mengatakan jika tanggal lahir kedua bayi kembar hasil proyek bayi tabung itu sama persis dengan tanggal lahir diriku!" jawab Davine.     

Hanna menganggukkan kepalanya, tampaknya ia telah mengerti akan apa yang ingin Davine sampaikan saat itu.     

"Apa kau berpikir jika kau adalah salah satu anak dari dua anak kembar yang terlahir dari hasil proyek bayi tabung itu!" tembak Hanna.     

Davine tak langsung menjawab perkataan itu, ia hanya menundukkan kepalanya, bahkan bagi Davine sendiri sangat sulit rasanya mempercayai hal itu. Namun segala yang telah terjadi sampai saat ini kepada dirinya seolah mengiringinya pada opini itu.     

"Beberapa waktu yang lalu, Lissa pernah mengatakan jika mata yang aku miliki mengingatkannya pada seseorang yang sangat penting baginya," ujar Davine.     

Davine pun segera memerintahkan Hanna dan Siska untuk melihat dengan jelas foto sang ibu dari Lissa yang terpampang pada jurnal medis yang mencatat proyek bayi tabung yang dilakukan oleh keluarga kasta pertama pada wanita itu.     

Hanna dan Siska tampak berulang kali secara bergantian melihat dan melayangkan pandangannya pada Davine dan foto sang ibu dari Lissa itu. Tampaknya mereka setuju jika Davine memiliki mata yang sama persis dengan wanita itu.     

"Hanna, apa kau tahu jika gangguan disosiatif seperti yang kualami ini memiliki peluang terjadi sebab gen keturunan?" tanya Davine.     

"Ya, aku rasa itu adalah salah satu faktor pendukung seseorang bisa menderita gangguan disosiatif sepertimu, walau kebanyakan hal itu terjadi sebab faktor eksternal, namun penelitian juga menyatakan jika faktor internal seperti gen keturunan juga berperan penting sebab terjadinya kelainan tersebut!" jawab Hanna, wawasan lelaki itu memang tak dapat diragukan.     

Siska yang mendengar jawaban Hanna segera tersentak hebat, bukankah jurnal medis itu juga mengungkapkan jika sang ibu dari Lissa memiliki gangguan disosiatif seperti halnya apa yang Davine derita saat ini, pikirnya.     

"Astaga, apa hal itu benar?" ujar Siska masih tak percaya.     

"Entahlah, mungkin ini hanya hipotesis semata, namun aku merasa jika hal itu adalah benar!" jawab Davine.     

"Jadi itulah mengapa kau bisa berada di yayasan itu, tampaknya yayasan itu memang dimiliki oleh keluarga kasta pertama!" sambut Hanna.     

"Ya, itulah yang aku pikirkan. Aku sudah mengatakan sebelumnya jika aku melihat lambang itu juga terpampang pada gerbang yayasan tersebut!" tanggap Davine.     

"Lalu ada hal lain yang seolah menguatkan dugaanku ini. Walau ingatan itu sangat samar, namun saat itu, ketika aku baru saja diadopsi oleh keluarga Harris, tepat ketika aku baru saja akan meninggalkan yayasan tersebut, aku melihat wajah anak itu dengan sangat jelas, aku tersentak saat itu, rasanya bagai melihat diriku yang lain sedang berada di sisi yang berbeda!" tambah lelaki itu.     

Kini Davine menjelaskan perihal anak lelaki misterius yang selalu dengan rambut yang selalu menutupi sebagian wajahnya itu, Davine menjelaskan jika di saat-saat terakhir sebelum kepergiannya, ia melihat wajah yang selalu tersamarkan oleh rambut yang selalu menutupi sebagian wajah anak lelaki itu, dan Davine bersumpah jika saat ia melihatnya, ia merasa seolah sedang menatap dirinya sendiri.     

"Apa artinya dia adalah saudara kembarmu?" tanya Siska, wajah wanita itu tampak haus akan pembenaran.     

"Entahlah, aku tak bisa mengatakannya dengan gamblang. Bagaimanapun ingatan itu datang dengan begitu samar!" jawab Davine.     

"Kita harus membuktikan hal ini lebih lanjut!" cetus Hanna.     

"Kali ini baik kau ataupun diriku, kita mungkin saja memiliki keterkaitan akan kedua keluarga itu!" tukas Hanna.     

Sesaat Hanna tersentak, ia baru saja menyadari hal yang sangat penting dari pembahasan itu.     

"Tunggu dulu, jadi yang kau maksud dengan another part of you itu …." kata-kata Hanna terhenti begitu saja.     

Davine menganggukan kepalanya, tampaknya kini Hanna mulai mengerti akan apa yang ia maksud selama ini.     

"Lalu bagaimana kau menjelaskan perihal dirimu yang dapat terkoneksi langsung dengannya itu?" desak Hanna.     

Davine yang menerima pertanyaan itu hanya bisa menarik dan menghembuskan napasnya secara berkala, ia tahu alasan yang akan diberikannya pada lelaki itu tidak akan cukup untuk membuatnya percaya.     

"Aku pikir itu adalah semacam ikatan batin!" ujar Davine, kali ini ia tak seyakin sebagaimana ia mengutarakan semua hipotesis yang baru saja ia jelaskan kepada kedua orang itu. Bagaimanapun juga hal itu bahkan masih terasa sangat tak masuk di akal bagi dirinya sendiri.     

"Aku tak terpikirkan hal lain selain hal itu, sampai saat ini aku bahkan masih tak bisa mempercayai apa yang sedang terjadi kepadaku!" tambah Davine.     

"Aku juga tak pernah meminta agar kalian mempercayai apa yang aku katakan. Tentu saja aku tak akan keberatan jika kalian mengatakan jika semua ini hanyalah omong kosong!" tambah lelaki itu lagi.     

"Baiklah, kita tanggalkan saja dulu hal itu. Bagaimana jika saat ini kita anggap jika hipotesismu itu adalah benar. Dengan kata lain kau memang adalah salah satu dari kedua bayi kembar hasil proyek bayi tabung itu. Lantas apakah sampai saat ini kau masih menjadi objek bagi mereka?" cetus Hanna.     

"Maksudmu, tentang eksperimen nature vs nurture itu?" sambut Davine.     

"Ya, bukankah itu adalah eksperimen jangka panjang!" sambung Hanna.     

"Tentu saja aku juga telah memikirkan hal itu. Aku rasa hal itu jugalah yang menjadi penyebab orang-orang terdekatku menjadi target mereka!" Davine melayangkan pandangannya pada Siska, ia tampak sangat cemas dengan mantan kekasihnya itu.     

Davine juga menjelaskan hipotesis lain darinya. Lelaki itu kini mempertanyakan mengapa dari sebagian banyak anak-anak yang berada di yayasan itu, tak ada satupun yang diadopsi oleh orang lain. Menurut Davine bisa saja alasan mengapa dirinya dulu diadopsi oleh keluarga Harris adalah merupakan salah satu rencana yang telah disusun oleh pihak yayasan guna menjalankan eksperimen yang sedang mereka lakukan, dengan catatan jika benar dirinya memang adalah salah satu dari dua anak kembar itu.     

Bagi Davine hal itu rasanya sangat masuk akal, jika memang mereka ingin melakukan eksperimen yang berkaitan tentang teori nature vs nurture, maka mereka harus melakukan uji coba dengan memberikan lingkungan baru bagi dirinya, dengan harapan mereka akan mengetahui perkembangan yang akan terjadi pada dirinya yang mereka jadikan objek eksperimen itu, apakah benar kepribadian seseorang memang dipengaruhi langsung oleh gen keturunan mereka, atau kepribadian tersebut memang dapat terbentuk sebab pengaruh lingkungan tempat tumbuh kembangnya.     

Untuk saat ini ada satu hal yang telah terbukti dari eksperimen itu, nyatanya gen dan DNA memang sangat berpengaruh akan kondisi yang sedang ia alami, hal ini terbukti dengan bagaimana dirinya yang juga memiliki gangguan disosiatif yang sama dengan sang ibu, namun apakah hal ini juga berpengaruh kepada kepribadian seseorang, seperti sifat dan perilaku yang ia miliki, apakah hal itu juga merupakan warisan dari gen sang ibu, atau malah itu adalah faktor lingkungan tumbuh kembangnya. Tak dapat dipungkiri, bahkan bagi Davine sendiri, ia juga merasa sangat penasaran akan hal itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.