Another Part Of Me?

Part 5.9



Part 5.9

0 Keadaan pondok telah dipenuhi dengan kepulan asap, Davine dan Hanna harus mengambil resiko untuk masuk dan menyelamatkan jurnal yang sangat penting itu, sedang Siska, wanita itu mereka perintahkan untuk menunggu di luar pondok.     

Davine dan Hanna segera menerobos masuk ke dalam pondok itu, untungnya pondok itu berukuran cukup kecil, membuat mereka dapat menjangkau area tengah pondok tersebut dengan cukup mudah.     

Baik Hanna maupun Davine, kedua lelaki itu berusaha untuk tak menghirup kepulan asap yang kini telah memenuhi ruangan itu, jika tidak bisa saja mereka mengalami inhalasi asap sebab terlalu banyak menghirup partikel dan gas berbahaya yang terdapat di dalam asap tersebut. Dampak dari inhalasi asap juga terbilang sangat berbahaya bagi tubuh seseorang, menyebabkan inflamasi pada paru-paru serta dapat menyebabkan bengkak dan dapat menghalangi oksigen. Inhalasi asap diketahui dapat memicu penyakit pernapasan akut serta kerusakan pernapasan, hingga berujung pada kematian.     

Hanna dan Davine sebisa mungkin menahan napas mereka agar tak menghirup kepulan asap berjumlah masif yang kini semakin memenuhi ruangan itu. Mata mereka mulai berair dan teriritasi, mereka tahu jika waktu yang mereka miliki untuk berada di dalam pondok yang sedang terbakar itu sangat terbatas.     

Bergerak cepat dan efisien menjadi kunci dalam keberhasilan mereka, tak butuh waktu lama Hanna dan Davine akhirnya berhasil keluar lengkap dengan jurnal milik Lissa yang berhasil mereka selamatkan.     

Siska yang sedari tadi menunggu di luar pondok dengan perasaan yang dipenuhi kegelisahan itu, akhirnya bisa bernafas lega setelah mendapati kakak sepupu dan mantan kekasihnya itu bisa keluar dengan selamat dari pondok tersebut. Tentu saja lengkap dengan jurnal yang ingin mereka selamatkan.     

"Apa kalian baik-baik saja?" Siska segera berlari dan menghampiri kedua lelaki itu, sedang Hanna dan Davine tampak menarik napas panjang. Bagaimana tidak, mereka telah menahan untuk tidak bernafas semenjak memasuki pondok itu.     

"Ya, kami baik-baik saja!" ujar Hanna dengan napas yang masih tidak beraturan.     

"Kami berhasil mendapatkannya!" tambah Davine, ia mengacungkan jurnal milik Lissa yang kini berada di tangannya.     

"Syukurlah," Siska tampak mengelus-elus dadanya sendiri.     

Kini mereka bertiga terduduk lemas di depan pondok yang sedang terbakar itu, mereka butuh sedikit istirahat untuk mengembalikan tenaga dan mental mereka.     

Davine menatap haru pada pondok itu, bagaimanapun ia pernah berdiam di pondok itu untuk beberapa waktu lamanya, itu seperti melihat rumahnya sendiri terbakar di depan kedua matanya.     

"Aku rasa kita harus segera pergi dari tempat ini!" tukas Hanna, lelaki itu tampak mengutak-atik smartphone miliknya, sialnya seperti yang telah diketahui, tak ada sedikitpun signal di hutan itu.     

Davine dan Siska menyetujui usulan itu, mereka harus segera melaporkan kebakaran itu sebelum api yang melahap pondok itu menyebar dan membakar semak dan pepohonan yang terdapat di hutan itu. Tentu mereka juga tak ingin dijadikan sebagai pelaku pembakaran pondok milik Lissa tersebut.     

Tak membuang waktu, kini mereka segera kembali menyusuri jalan yang sebelumnya telah mereka ambil untuk memasuki hutan itu, untungnya Davine memang telah sedikit hafal dengan jalur tersebut.     

"Setelah sampai di luar hutan kita akan segera mendapatkan kembali jaringan seluler pada smartphone kita!" ujar Davine, lelaki itu tampak fokus membelah beberapa semak yang terdapat di jalur itu. Lelaki itu tampak sedikit terburu-buru, namun tidak juga mengurangi fokusnya untuk menentukan jalur mana yang sebelumnya telah mereka lalui.     

"Astaga, lihat itu, kepulan asapnya semakin bertambah tebal. Tampaknya api itu telah merambat dan membakar pepohonan yang berada di sekitar pondok itu!" tukas Siska, ia menunjuk ke arah dimana asap itu berasal.     

"Kita harus cepat, semoga saja ada warga yang telah menyadari adanya kepulan asap itu dan melaporkannya pada instansi Pemadam kebakaran dan Direktorat pengendalian kebakaran hutan," tukas Hanna.     

Sampai di luar hutan Hanna segera menghubungi instansi terkait untuk menangani situasi yang sedang terjadi, tampaknya para warga yang telah lebih dulu melihat kepulan asap itu juga telah melaporkan hal tersebut.     

Musim panas di bulan itu tampaknya mengambil andil besar dalam penyebaran api yang melahap hutan itu, hal itu kini tak lagi menjadi sebuah kebakaran kecil yang mudah ditangani. Api menyebar dengan sangat masif sebab ranting-ranting kering yang sangat mudah terbakar yang tersebar di hutan itu. Pihak pemadam kebakaran tak dapat mengakses jalur untuk melakukan tugas mereka karena hutan tersebut memang tak memiliki jalur akses lain selain dengan berjalan kaki. Hal ini menjadi kendala tersendiri dalam proses pemadaman api yang semakin lama semakin menyebar luas itu.     

Beberapa helikopter pemadam telah terlihat di langit-langit kota itu, satu-satunya cara untuk memadamkan api yang tengah melahap hutan itu hanyalah lewat jalur udara. Tiap-tiap helikopter itu dilengkapi dengan sekiranya sekitar 4000 liter air di dalam tiap-tiap kantung airnya yang mereka bawa.     

Usaha itu tampaknya berjalan dengan baik, walau api sempat kembali berkobar dengan sangat besar, namun pihak Pemadam kebakaran dan Direktorat pengendalian kebakaran hutan itu mampu mengatasinya dengan sangat baik sebelum penyebaran api itu kembali menjadi sangat masif.     

Kepulan asap sebab kebakaran hutan itu tentu saja mulai menyerang warga kota, beberapa abu yang dihasilkan oleh kebakaran hutan itu juga terlihat beterbangan di langit kota tersebut. Tentu saja hal ini juga menyebabkan sedikit polusi udara yang terjadi di kota itu. Untungnya kebakaran hutan itu tak berlangsung lama, membuat polusi udara yang terjadi tidak cukup membahayakan bagi warga kota saat itu.     

Hanna, Siska, dan Davine mengusap peluh yang bertebaran di wajah mereka, sungguh itu adalah hal yang sangat di luar dugaan mereka saat itu. Untungnya saat melaporkan kejadian itu Hanna hanya bersaksi jika ia mendapati kepulan asap yang terlihat bersumber dari tengah hutan yang membentang mengelilingi kota itu. Jika ia mengatakan kronologi yang sebenarnya, maka mereka bisa saja dicurigai sebagai pelaku pembakaran hutan tersebut.     

"Bajingan brengsek itu!" Maki Davine. Ia tahu jika sang pelaku pastilah orang yang sama yang menculik Lissa.     

"Aku rasa sang pelaku berusaha menghilangkan segala bukti yang mungkin saja Lissa sembunyikan di tempat itu!" tambah lelaki itu, jelas ia masih sangat kesal sebab apa yang baru saja terjadi.     

"Ya, jika benar saat ini Lissa berada di tangan mereka, mungkin saja mereka sengaja melakukan hal itu guna melenyapkan apa yang mereka inginkan," sambut Hanna.     

"Apa jurnal ini yang menjadi penyebab mengapa mereka menculik wanita itu?" ujar Hanna.     

"Aku tak dapat memastikan hal itu, aku rasa bukan hanya ini yang mereka inginkan dari Lissa," tanggap Davine.     

"Aku rasa ada tujuan lain mengapa mereka menginginkan wanita itu, dan untuk jurnal ini, mungkin ini hanyalah sebagian dari tujuan yang mereka inginkan!" tambah lelaki itu.     

Hanna segera memerintahkan Davine untuk pergi dari tempat itu, tentu saja ia tak ingin pihak Kepolisian melihatnya sedang bersama pria itu, jika tidak bisa saja Hanna akan dicurigai telah bekerja sama untuk meloloskan Davine dari setiap tuduhan yang sebelumnya lelaki itu dapatkan, walau bukti nyata tentang kematian Annie adalah mutlak, namun pihak Kepolisian tampaknya masih menginginkan Davine menjadi sang pelaku dalam kasus tersebut.     

"Sebaiknya kita berpisah di sini, tampaknya tidak baik jika pihak Kepolisian melihat kita bersama di tempat ini!" titah Hanna.     

"Ya, aku juga berpikir hal yang sama denganmu, mungkin beberapa saat lagi kau akan dimintai kesaksian perihal apa yang telah terjadi!" tanggap Davine.     

"Serahkan saja hal itu padaku, mereka tak akan mengetahui perihal kejadian di pondok itu, aku juga melaporkan hal ini hanya sebagai saksi mata yang melihat kepulan asap dari luar hutan," sambung Hanna.     

Siska menganggukkan kepalanya, ia memberikan isyarat agar Davine segera meninggalkan dirinya dan Hanna di tempat itu. Sedangkan jurnal milik Lissa mereka percayakan pada Davine untuk menyimpannya. Bisa saja jurnal itu nantinya akan menjadi alat guna mengungkapkan apa yang telah terjadi di kota itu.     

Davine tak membuang waktu, tempat itu kini mulai ramai dikerumuni para warga yang ingin menyaksikan apa yang sedang terjadi, sementara sirine dari mobil kepolisian telah terdengar berdengung di area itu. Setelah menatap Hanna dan Siska, Davine menganggukkan kepalanya, membalas isyarat yang diberikan Siska, ia akan segera pergi meninggalkan Hanna dan mantan kekasihnya itu, sedang Hanna juga mengatakan jika dalam waktu dekat mereka akan segera bertemu kembali.     

Tak berselang beberapa lama terlihat Sersan Hendrik dan beberapa personil kepolisian lainnya merapat ke area itu. Untungnya saat itu Davine telah menghilang di tengah ramainya kerumunan masyarakat kota yang telah memenuhi area itu.     

Hanna yang melihat kedatangan Sersan Hendrik itu segera menghampiri lelaki itu.     

"Hanna, mengapa kau berada berada di tempat ini?" tanya Hendrik.     

"Aku baru saja menjemput adik sepupuku, dia memiliki keperluan mendesak dan mau tidak mau harus keluar rumah!" dalih Hanna. Bagaimanapun juga saat itu pihak Pemerintah kota masih belum mencabut secara resmi peraturan yang telah mereka buat.     

"Astaga, mengapa hal ini bisa terjadi, kondisi kota saat ini benar-benar kacau, lalu kejadian ini terasa semakin menambah masalah yang sedang kita hadapi!" keluh Hendrik.     

"Apa menurutmu kejadian ini juga merupakan salah satu upaya mereka?" tanya Hendrik. Lelaki itu tampak mengerutkan keningnya sendiri.     

"Aku tak dapat memastikan hal itu, namun jika dipikirkan lagi, rasanya hal itu lumayan masuk di akal. Banyak kekacauan yang telah terjadi, yang dimana hal itu seolah dengan sengaja dilakukan oleh oknum-oknum yang menginginkan kekacauan terus berlangsung di kota ini!" tanggap Hanna.     

Sersan Hendrik mengacak kasar rambutnya, ia kekacauan yang terjadi di kota itu benar-benar membuat tak dapat memfokuskan dirinya untuk memecahkan kasus pembunuhan berantai yang telah terjadi, bahkan Hanna pun tak dapat menyangkal hal itu, menurut Hanna sang pelaku sangat pandai dalam melakukan aksinya. Rasanya itu adalah hal yang wajar, mengingat dugaan jika ada sebuah organisasi yang sangat terorganisir yang berada di balik setiap kasus pembunuhan yang telah terjadi di kota tersebut.     

"Apa kau telah mendapatkan petunjuk lain tentang kasus ini?" tanya Hendrik.     

Hanna menggelengkan kepalanya, tampaknya lelaki itu enggan memberitahu pihak Kepolisian tentang apa yang baru saja ia dapati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.