Another Part Of Me?

Part 5.16



Part 5.16

0 "Tenanglah Sayang, semua akan baik-baik saja!" sanggah Monna, ia tahu saat itu Davine sedang memikirkan hal terburuk yang bahkan ia sendiri tahu jika hal itu cepat atau lambat akan mungkin saja segera terjadi.     

"Maukah kau berjanji satu hal untukku?" tanya Monna.     

Davine hanya bisa menganggukkan kepalanya saja. tangisnya hampir pecah saat itu.     

Monna yang melihat hal itu segera mengelus lembut tangan Davine, ia ingin menegarkan lelaki itu.     

"Jika waktunya tiba, aku mohon … jagalah Malvine!" mohon Monna.     

"Jangan biarkan dia terlalu jauh dari pandanganmu!" tambah wanita itu lagi.     

Davine yang mendengar permintaan itu segera menganggukkan kepalanya, bahkan tanpa diminta sekalipun, tentu saja Davine akan melakukan hal itu. Walau dirinya hanya seorang anak angkat di keluarga itu, namun Davine dapat merasakan kasih sayang yang begitu tulus dari mereka, bagi Davine yang semenjak kecil harus hidup seorang diri, masuk ke dalam keluarga itu tentulah sesuatu yang sangat berharga baginya.     

Monna kini mengalihkan pandangannya dari Davine, mata wanita itu kini menerawang jauh ke arah langit-langit ruangan itu. Jelas sekali ia tampak berusaha menarik dirinya jauh ke dalam ingatan masa lalunya.     

Monna mulai menceritakan bagaimana masa kecil sang kakak pada Davine. Wanita itu tampak tersenyum sendiri ketika mengingat masa itu. Monna bercerita jika saat kelahirannya Malvine terasa sangat mungil, berat lelaki itu jauh di bawah rata-rata berat bayi yang dilahirkan. Malvine tidak terlahir prematur, namun kondisinya memang seperti itu, Monna menjelaskan jika ia telah berusaha memenuhi segala nutrisi yang ia perlukan dalam proses kehamilannya, namun tetap saja Malvine terlahir dengan berat di bawah rata-rata. Menurut Monna itu adalah faktor dari keturunan mereka. Entah mengapa para wanita dari keluarga itu seolah memiliki kendala pada rahimnya, walau ia sendiri tak begitu mengerti akan hal itu.     

Dokter yang menangani proses persalinan Monna mengatakan jika penyebab hal itu bisa terjadi adalah akibat Intrauterine growth restriction (IUGR) yang ia alami. Ini adalah kondisi di mana sang bayi tidak tumbuh dengan baik saat berada di dalam kandungan. Hal ini dapat terjadi oleh beberapa faktor. Seperti, gangguan pada plasenta, kesehatan sang ibu, dan kesehatan bayi itu sendiri.     

"Normalnya berat badan bayi pada saat kelahiran akan berkisar di 2,5 sampai 4,5 kilogram sedangkan Malvine lahir dengan berat badan di bawah itu!" jelas Monna.     

Menurut Monna Itu adalah masa yang paling indah sekaligus paling sulit baginya, di satu sisi ia sangat bahagia atas kelahiran putra semata wayangnya itu, namun di sisi lain kondisi kelahiran sang anak sangat mengkhawatirkan. Untungnya dengan penanganan yang tepat Malvine dapat bertahan dan tumbuh layaknya anak normal pada umumnya.     

Monna terus saja tersenyum mengingat masa-sama itu, menurut Monna Malvine sewaktu kecil adalah anak yang sangat imut. Walau daya tahan tubuhnya terbilang rendah, namun anak itu juga terbilang sangat aktif. Malvine bukanlah tipe anak yang terlahir atletik, fisiknya sangat lemah, ia selalu tertinggal dalam pelajaran olah raga, namun sangat pandai di bidang akademik.     

Waktu pun berlalu, Malvine tumbuh menjadi anak yang sangat pandai, namun ada satu hal yang membuatnya merasa berkecil hati. Itu tidak lain adalah cara pandang yang ia rasakan dari sang ayah. Edward adalah lelaki yang sangat sempurna, siapapun yang melihatnya pasti akan segera menyadari hal itu, tak hanya pandai di bidang akademik, sang ayah bahkan sangat mahir hampir di segala bidang lainnya, hal ini membuat Malvine mulai merasa jika dirinya tak sebanding dengan sang ayah. Ia merasa jika dirinya tak mampu memenuhi harapan dari sang ayah. Hal ini ia simpulkan dari bagaimana tanggapan sang ayah ketika melihatnya pulang dari sekolah dengan wajah yang penuh memar. Saat itu Malvine terlibat perkelahian dengan salah satu teman sekelasnya, alhasil ia kalah telak dan menerima beberapa memar di wajahnya. Namun ketika ia pulang dan mengadukan hal itu pada sang ayah, di luar dugaan, saat itu Edward terlihat tampak mengacuhkannya, sang ayah berlalu begitu saja dari hadapan Malvine dengan pandangan yang tampak memandang lemah terhadap dirinya.     

Semenjak saat itu Malvine mulai merasa tak menemukan kepercayaan dirinya lagi. Semenjak kejadian itu Malvine mulai menyimpulkan jika sang ayah kecewa kepadanya sebab ia tak seperti yang sang ayah harapkan. Mungkin ia sangat pandai dalam bidang akademik, namun untuk urusan yang berhubungan dengan fisik, Malvine memang terbilang berada di bawah rata-rata. Tentu saja hal ini sangat berbanding jauh dengan sang ayah. Di mata Malvine, sang ayah sangatlah sempurna bahkan hampir dalam semua aspek, hal ini membuatnya menyimpulkan jika dirinya adalah sebuah kegagalan sebab kondisi fisiknya yang terbilang lemah. Walau nyatanya Edward sendiri tak pernah mengatakan hal seperti itu, namun pemikiran itu tampaknya telah terlanjur melekat pada diri Malvine, membuatnya selalu beranggapan jika sang ayah telah kecewa dan mulai menganggap dirinya sendiri sebagai sebuah kegagalan.     

Hal itu terus berlanjut, bahkan ketika Davine mulai masuk ke dalam keluarga itu. Walau tak begitu terlihat dengan nyata, namun Monna tahu jika ada kecemburuan pada diri Malvine ketika melihat sang ayah menatap Davine. Entah benar atau tidak, namun tatapan itu memang tampak terlihat sangat berbeda, menurut Monna, tatapan yang Edward berikan pada Davine seolah penuh dengan harapan, sedang tidak pada Malvine yang merupakan anak kandungnya sendiri.     

Davine yang mendengar cerita itu seketika tersentak tidak main, ia tak pernah tahu jika selama ini Malvine memendam hal semacam itu, bagi Davine, Malvine adalah sosok kakak yang sangat hebat, bahkan sampai saat ini pun Davine begitu mengagumi sosok kakak angkatnya itu. Menurut Davine, Malvine adalah sosok yang hampir terbilang sempurna.     

"Dia adalah pria yang malang!" tukas Monna. Wanita itu mulai meneteskan air matanya.     

Davine yang baru saja mendengar cerita itu tak dapat berkata apa-apa, ia hanya bisa menundukkan kepalanya saja. Lantas apakah selama ini dirinya hanyalah sosok pengganggu bagi Malvine, pikir lelaki itu.     

"Apakah kedatanganku dalam keluarga ini semakin menambah beban yang Malvine rasakan?" tanya Davine, ia tampak meremas tangannya sendiri.     

"Tidak, itu tidak benar. Malvine adalah lelaki yang sangat dewasa, ia memiliki IQ di atas rata-rata. Tentu ia tak akan menyangkut-pautkan dirimu atas apa yang sedang ia rasakan!" jawab Monna.     

"Malvine bahkan terlihat sangat senang ketika ia mendapatkan kau sebagai adiknya!" tegas Monna.     

Monna kembali melanjutkan ceritanya. Menurutnya Malvine tumbuh menjadi lelaki yang sangat bisa diandalkan. Di usianya yang sangat dini lelaki itu bahkan telah mampu dan mendapatkan kepercayaan dari sang ayah untuk terjun langsung ke dalam bisnis keluarga yang mereka kelola. Namun hal ini tak membuat Malvine merasa cukup, ia butuh pengakuan langsung dari sang ayah. Selama ini ia terus hidup dengan dihantui tatapan dari sang ayah yang kian melekat di dalam otaknya, membuatnya selalu ingin membuktikan jika dirinya bisa menjadi yang terbaik bahkan dalam segala aspek. Hal ini pula yang membuat lelaki itu memiliki pribadi yang gemar memandang hina orang-orang yang tak dapat berada di levelnya. Dengan kata lain perasaan yang dulu sempat ia rasakan dari sang ayah kini coba ia lampiaskan terhadap orang lain.     

Menurut Monna, Malvine adalah anak yang sangat kompeten dengan tingkat kecerdasan di atas rata-rata, namun sebagai ibu, wanita itu terkadang merasa khawatir akan sifat yang kini telah tertanam di dalam diri anaknya itu. Malvine tumbuh dengan pemikiran yang sangat skeptis terhadap lingkungan sekitarnya, ia tak dapat mempercayai orang lain selain dirinya sendiri. Ia selalu ingin melampaui semua orang, ia tak ingin dipandang lemah, terutama oleh sang ayah. Hal itulah yang membuat dirinya tumbuh menjadi pribadi yang sangat pekerja keras namun juga egois. Ia selalu ingin berada di puncak, ia tak ingin ada seorangpun yang memandangnya dari ketinggian. Harga dirinya begitu tinggi, satu-satunya yang ingin ia dapatkan adalah pengakuan nyata dari sang ayah.     

"Apakah benar ayah memandangnya seperti itu, maksudku apa itu bukan sekedar perasaannya saja?" tanya Davine.     

"Entahlah, aku tak dapat menjawab itu dengan pasti, bahkan bagiku sekalipun, Edward adalah lelaki yang sampai saat ini masih sangat misterius dan sulit untuk dipahami!" tukas Monna.     

"Terlepas benar atau tidaknya hal itu, namun nyatanya anggapan itulah yang sampai saat ini membentuk kepribadian Malvine!" tambah Monna.     

Monna kini mengalihkan pembicaraan itu, tampaknya apa yang ingin Monna sampaikan tentang Malvine telah lebih dari cukup, terlebih lagi kini ia dapat mempercayakan perihal anak kandungnya itu pada Davine. Monna, wanita itu sangat mempercayai Davine, walau notabenenya lelaki itu bukanlah anak kandungnya sendiri.     

"Dan untukmu, Ibu akan memberikan sesuatu yang sangat penting!" ujar Monna.     

Mendengar hal itu, Davine segera mengerutkan keningnya, ia cukup penasaran dengan apa yang Monna katakan saat itu.     

"Ini adalah benda yang sangat penting, bukankah kau harus mengetahui siapa dirimu yang sebenarnya!" tukas Monna.     

Untuk kesekian kalinya, entah mengapa wanita itu seolah selalu saja mengetahui apa yang ada di pikiran Davine. Lelaki itu bahkan tak pernah menceritakan atau menanyakan perihal masa lalunya pada sang ibu, namun seperti apa yang telah Davine rasakan selama ini, Monna, ia adalah wanita yang sangat peka, pikir lelaki itu.     

Monna dengan tubuh lemahnya segera menunjuk pada sebuah meja kecil yang terdapat di ujung ruangan itu.     

Davine yang melihat hal itu segera berjalan menuju meja yang sang ibu maksud.     

"Ambillah sebuah kotak yang berada di dalam sana!" titah Monna.     

Davine yang menerima perintah itu segera membuka laci yang terdapat di meja itu. Benar saja terdapat sebuah kotak kayu berukuran kecil yang terdapat di dalamnya.     

"Apa isi benda ini?" tanya Davine penuh dengan rasa penasarannya.     

"Bukalah, kau bisa melihatnya sendiri!" titah Monna lagi.     

Davine yang sudah dipenuhi rasa penasaran itu tak lagi membuang waktunya, seperti apa yang Monna katakan, ia segera membuka kotak kayu berukuran kecil itu.     

Davine mengerutkan keningnya ia bingung, ia benar-benar tak mengerti mengapa Monna memberikannya benda seperti itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.