Another Part Of Me?

Part 5.18



Part 5.18

0Edward sebenarnya merasa sangat dilema ketika mengetahui sang istri mengidap aneurisma otak. Saat itu Monna kerap kali mengeluhkan sakit kepala yang muncul secara tiba-tiba. Awalnya Monna bersikeras jika itu hanyalah sakit kepala biasa, namun semakin lama gejala itu semakin memburuk, sakit kepala yang Monna derita semakin bertambah parah dan terasa sangat menyakitkan. Tak hanya itu beberapa gejala lain mulai sang istri alami seperti, merasa nyeri di area sekitar mata, mati rasa di salah satu sisi wajah, dan keseimbangannya yang mulai terganggu, hingga gangguan penglihatan yang ia alami.     

Edward yang menyadari gejala yang tidak biasa itu pun segera membawa Monna untuk memeriksakan kesehatannya, dan hasil yang mereka terima saat itu sungguh di luar dugaan. Hasil MRI yang dilakukan mendeteksi adanya aneurisma otak pada diri Monna, untungnya hasil dari CT scan tidak mendapati adanya pendarahan atau bocornya aneurisma otak yang wanita itu derita.     

Upaya pencegahan pun mulai dilakukan, hal ini harus mereka lakukan guna mencegah pecahnya aneurisma otak yang Monna derita. Sang dokter mulai melakukan pengamatan secara berkala, dan memberikan obat berupa penurun tekanan darah untuk Monna konsumsi. Tak hanya itu, sang dokter juga meminta agar Monna sekiranya mengubah pola makan dan gaya hidupnya. Antara lain dengan cara, melakukan olahraga secara teratur, membatasi konsumsi kafein harian, dan menghindari aktivitas fisik yang terbilang berat.     

Walau upaya itu telah mereka lakukan namun pecahnya aneurisma otak itu tampaknya tetap tak dapat terhindarkan.     

Hal yang sangat mereka takutkan itu terjadi bertepatan ketika Edward baru saja melakukan penerbangan guna menghadiri beberapa meeting dan janji penting bersama kliennya di luar negeri. Sedari awalnya Edward memang enggan untuk melakukan perjalanan bisnis itu sebab kondisi sang istri yang saat itu tak dapat dikatakan baik. Namun Monna terus saja membujuk Edward agar tetap melakukan pekerjaannya, tampaknya wanita itu tak ingin menjadi beban tersendiri bagi sang suami.     

Edward yang mulanya kekeh dengan pendiriannya itu, akhirnya luluh pada sang istri. Walau dengan berat hati, namun Edward akhirnya tetap memutuskan untuk melakukan perjalanan bisnis yang terbilang sangat penting itu, tentu saja itu adalah sebab paksaan dari sang istri.     

Sehari setelah keberangkatannya, Edward yang saat itu sedang menghadiri sebuah meeting penting dengan salah satu kliennya dikejutkan dengan kabar buruk tentang sang istri. Aneurisma yang diderita sang istri pecah, itu adalah sebuah kabar yang sangat tidak ingin ia dengar di telinganya.     

Monna segera dilarikan ke rumah sakit, saat itu baik dirinya maupun Malvine, mereka tak berada di rumah itu, untungnya para asisten rumah tangga mereka sangat sigap dan segera melarikan majikannya itu ke rumah sakit.     

Komplikasi tak terhindarkan, pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada otak sang istri menyebabkan pendarahan di sekitar otak, mengakibatkan penumpukan darah di sekitar jaringan tersebut.     

Kondisi Monna sangat buruk saat itu, ia mengalami sakit yang tak tertahankan di kepalanya, penglihatan wanita itu mulai menjadi kabur, mual dan muntah, kelumpuhan mulai terasa pada salah satu bagian sisi tubuhnya, kesulitan berbicara, kejang, hingga akhirnya tak sadarkan diri.     

Monna didiagnosa mengalami komplikasi berupa aneurisma otak, dan stroke batang otak , dengan jenis hemoragik.     

Hari itu adalah hari yang tidak pernah terbayangkan bagi Edward maupun Monna sendiri. Siapa yang sangka hanya dalam beberapa waktu kondisi wanita itu seolah berubah total. Kini Monna mengalami kelumpuhan pada sebagian tubuhnya sebab stroke batang otak yang ia derita.     

Monna telah dirujuk oleh pihak Rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik pada rumah sakit lain yang memiliki fasilitas lebih lengkap dari rumah sakit tempatnya berada saat itu, namun hal itu ditolak oleh wanita itu, ia lebih memilih untuk pulang dan di rawat di rumah saja.     

Edward yang menerima kabar itu dari sang asisten rumah tangganya, segera menyanggupi apa yang diminta oleh sang istri. Tak tanggung-tanggung, lelaki itu segera menyewa dokter pribadi dan beberapa suster serta perlengkapan medis yang diperlukan guna pengobatan sang istri. Ia tahu jika Monna adalah wanita yang cukup keras kepala.     

Tindakan penanganan pun mulai dilakukan, dokter pribadi yang mereka sewa segera memberikan obat penurun tekanan darah, untuk mengatasi tekanan darah yang tinggi dan tak terkontrol. Sang dokter juga memberikan cairan manitol melalui infus untuk mengatasi pembengkakan otak yang terjadi. Untungnya tindakan yang mereka ambil itu terbilang cepat, setidaknya hal itu mereka lakukan dalam jangka tak sampai enam jam setelah gejala stroke batang otak itu muncul.     

Sang dokter juga menyarankan agar segera melakukan operasi angioplasty atau pemasangan ring (stenting), untuk menghancurkan gumpalan pembuluh darah yang terdapat di batang otak Monna, guna menjaga aliran darah pada pembuluh darah tersebut tetap stabil. Namun sekali lagi Monna menolak hal itu.     

Alam bagaikan tak berpihak pada Edward saat itu, cuaca sangat buruk terjadi pada negara yang saat itu ia sambangi. Badai dengan kekuatan 47 knot, atau sekitar 88 kilometer per jam menerpa kota, membuat seluruh maskapai penerbangan menunda keberangkatan mereka.     

Edward benar-benar tak dapat berbuat apa-apa saat itu, ia hanya bisa mengutuki perjalanan bisnis yang ia lakukan saat itu. Seharusnya ia lebih mengikuti kata hatinya untuk tetap tinggal dan menjaga Monna, daripada harus mengambil dan menyanggupi perjalanan bisnis tersebut.     

Hampir dua hari Edward terjebak di bandara kota tempatnya berada saat itu. Ia telah mendengar kabar jika saat itu Malvine dan Davine telah sampai dan berada di kediaman mereka. Hal ini sedikit membuat dirinya merasa lebih tenang.     

Edward memang telah memerintahkan Malvine untuk segera pulang sesaat sang ibu telah didiagnosa beberapa hari yang lalu. Namun Malvine juga tak dapat berbuat banyak, bagaimanapun situasi kota saat itu sangatlah buruk, terlebih pihak pemerintah yang saat itu telah menutup seluruh akses perbatasan keluar masuk kota tersebut.     

Malvine juga tak ingin kembali ke kediaman mereka seorang diri, ia harus menemukan sang adik, bagaimanapun juga sang ibu tampak sangat mengkhawatirkan adik angkatnya itu, semenjak kabar yang mereka terima tentang Davine yang beberapa waktu yang lalu telah dicurigai sebagai terduga pelaku pembunuhan Annie.     

Untungnya kabar terbebasnya Davine dari tuduhan itu segera sampai kepada sang ibu, hal ini sedikit membuat pikiran wanita itu menjadi lega.     

Edward tampak sangat gelisah, kabar kematian sang istri tentu saja sangat membuatnya tersentak. Sepanjang perjalanan itu ia terus saja menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada Monna, seharusnya ia tak meninggalkan wanita itu dan memilih untuk melakukan perjalanan bisnisnya.     

Sesampai di bandara kota mereka, Edward segera di sambut oleh seorang supir pribadinya lengkap dengan mobil mewah miliknya. Ia tak lagi membuang waktu, Edward memerintahkan sang supir untuk segera meluncur ke kediamannya saat itu juga.     

Sesampainya di rumah mereka, Edward segera disambut Malvine dan Davine. Kedua anak lelakinya itu tampak tertunduk dan tak mampu menatap matanya, Edward mengerti jika kedua anak lelakinya itu kini sedang menyalahkan diri mereka masing-masing atas kejadian yang menimpa ibu mereka.     

Edward tak mengucapkan sepatah kata pun kepada kedua anak lelakinya itu, ia segera melesat dan menuju ruang di mana mayat sang istri berada.     

Edward terdiam mematung di depan peti mati sang istri, ia tak dapat berkata apa-apa, itu adalah pemandangan yang paling tidak ingin ia lihat di dalam hidupnya. Monna, kini wanita itu terbaring kaki di dalam peti matinya.     

Suasana sangat hening kala itu, baik Malvine, Davine, dan beberapa asisten rumah tangga mereka yang berada di ruangan itu hanya bisa terdiam membisu melihat Edward yang sedang terdiam mematung di depan jasad sang istri. Tak ada satupun dari mereka yang dapat berucap, entah karena tak dapat menemukan kata-kata yang tepat, atau memang kesedihan sebab kematian Monna itu seolah membungkam semua mulut mereka.     

Tak ada yang saling menatap antara satu sama lain, setiap pandangan yang ada di rumah itu hanya mengarah ke bidang yang sedang mereka pijak masing-masing. Tak ada suara tangis tersedu kala itu, air mata mereka mengalir deras, namun mulut mereka seolah terkunci.     

Davine mencoba menegarkan dirinya, ia mulai mengangkat wajahnya untuk melihat sang ayah. Itu adalah kali pertamanya melihat pemandangan itu, lelaki yang selama ini terlihat sangat kuat dan tegar itu kini sedang menangis meratapi kematian sang istri. Davine ingin sekali menghampirinya, namun ia sadar hubungannya dengan sang ayah tidaklah spesial. Edward adalah lelaki yang sangat sibuk akan bisnis yang saat itu sedang ia kelola, membuatnya secara sadar tidak sadar kehilangan waktu untuk ia habiskan bersama anak-anaknya, Hal itulah yang membuat hubungannya dengan sang anak tampak sangat kaku, walau dalam beberapa kesempatan Edward juga kerap mencoba meluangkan waktunya untuk sekedar berbincang kepada kedua anak lelakinya itu, namun itu seolah tak pernah berjalan dengan baik. Edward memang tak seperti Monna yang dapat dengan mudah dekat dengan anak-anak mereka.     

Setelah kedatangannya, Edward pun memutuskan jika pemakaman sang istri akan dilaksanakan esok hari. Tentu saja hal ini ia lakukan dengan berbagai pertimbangan. Karena saat itu waktu telah menunjukan pukul 16.00 p.m. rasanya tak akan sempat bagi mereka untuk menyiapkan upacara pemakaman bagi sang istri hari itu juga.     

Setelah akan menimbang-bimbang hal itu, akhirnya Edward mengambil keputusan jika upacara sang istri memang akan lebih baik dilakukan esok hari.     

Tampaknya malam itu, baik Edward, Malvine, maupun Davine tak akan bisa tidur dengan tenang. Kini keluarga kecil itu seolah kehilangan sebuah cahaya yang selalu dapat menjadi penerang bagi keluarga kecil itu. Sosok Monna sangat berarti bagi mereka, tanpa wanita itu keluarga kecil itu pastilah tak akan terasa berwarna lagi. Keceriaan dan aura positif yang Monna miliki tentu tak akan pernah bisa tergantikan.     

Kepergian Monna benar-benar tak pernah terbayangkan bagi mereka. Kini rumah mewah itu tampak seperti rumah yang tak berpenghuni, Edward, Malvine, dan Davine meringkuk di kamar mereka masing-masing. Tiap-tiap dari mereka saat itu tengah menyalahkan diri mereka sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.