Another Part Of Me?

Part 5.23



Part 5.23

0Mendapatkan apa yang ia mau, sang sopir segera undur diri untuk melanjutkan perjalanannya menuju kota itu.     

Kini jumlah mereka adalah tiga orang, dua bertugas sebagai tenaga pembantu, sedang seorang lainnya adalah sang sopir itu sendiri.     

Davine telah memakai seragam lengkap perusahaan itu, mengambil tempat untuk menumpang di dalam box mobil itu. Sedang sang sopir dan salah satu karyawan lainnya berada di depan untuk mengemudikan mobil box tersebut.     

Untungnya mobil di dalam mobil box itu mempunyai beberapa blower guna melancarkan sirkulasi udara di dalam boxnya. Membuat Davine masih merasa cukup nyaman untuk berada di dalam box tersebut.     

Perjalanan membutuhkan waktu beberapa jam untuk sampai di kota itu. Walau sedikit merasa bosan, namun akhirnya kini mereka telah sampai di perbatasan kota tersebut.     

Beberapa petugas kepolisian yang menjaga area itu segera menghampiri mobil box yang mereka bawa. Tampaknya hal itu telah beberapa kali mereka lakukan, membuat para petugas kepolisian dan karyawan perusahaan logistik itu tampak telah saling mengenal satu sama lain.     

Seperti biasa, setelah memeriksa surat jalan yang dimiliki oleh karyawan logistik itu, para personil kepolisian kini meminta agar sang sopir dan rekannya yang berada di bagian depan itu untuk membuka box mobil guna mengecek apakah barang bawaan mereka sesuai dengan apa yang tertulis pada surat jalan mereka.     

Di dalam box mobil itu tentu saja terdapat Davine yang memang sedari tadi menumpang di sana. Petugas yang membuka box itu tidak tampak terkejut, karena memang seperti itulah biasanya perusahaan logistik itu menempatkan karyawan mereka. Dua berada di depan dan satu berada di belakang dalam box mobil tersebut.     

Davibe segera sedikit menurunkan topinya, ia tak ingin wajahnya terlihat begitu tampak di depan para personil kepolisian itu.     

Sang petugas itu segera menyapa Davine dan memintanya untuk membantu melakukan pengecekan pada barang-barang yang mereka bawa. Mendapati hal itu Davine seketika merasa panik, tentu saja ia tidak tahu setiap item yang terdapat di dalam mobil box itu.     

Untungnya sang sopir yang tanggap segera datang bersama karyawan yang sedari tadi bersamanya. Lelaki itu segera meminta sang karyawan itu untuk mengambil alih tugas yang Davine terima. Sang sopir juga mengatakan jika saat itu Davine adalah karyawan baru yang masih belum begitu hafal dengan item-item yang mereka bawa.     

"Dia adalah karyawan baru kami, saat ini sedang dalam masa pelatihan Pak!" tukas sang sopir.     

Tentu saja para personil itu tidak begitu peduli akan hal itu, yang mereka inginkan hanyalah segera menyelesaikan tugas itu dengan cepat.     

Setelah memastikan item-item yang mereka bawa sesuai dengan yang tertera pada surat jalan. Akhirnya para personil itu membuka portal dan mengizinkan mereka untuk memasuki perbatasan kota itu. Rencana mereka tampak sukses, tak banyak kendala yang mereka hadapi.     

Berhasil memasuki kota itu, Davine segera diantar langsung tepat ke apartemen miliknya. Setelah melepas seragam yang ia kenakan dan mengembalikannya pada sang sopir, Davine segera mengucapkan terimakasih, sebelum akhirnya sang sopir dan rekannya itu pergi untuk mengantarkan barang yang mereka bawa ke tujuan semula.     

Davine bersyukur, hari itu ia dapat kembali ke kota itu. Situasi kota masih tampak sama, rasanya belum ada kemajuan yang diperlihatkan oleh pihak Pemerintah dan Kepolisian di kota tersebut.     

******     

Kevin menghentikan mobilnya tepat di tepi sebuah danau yang berada di sebuah daerah terpencil yang terdapat di bagian selatan kota.     

Ia tak sendiri, tampak dua orang lainnya keluar dari bangku penumpang dan segera bergegas menuju ke arah belakang mobil itu. Samar terdengar suara rintihan kecil bersumber dari bagasi mobil tersebut.     

"Keluarkan dia!" perintah Kevin kepada dua orang lelaki yang turut ikut bersamanya itu.     

Bak kerbau dicucuk hidungnya, kedua lelaki itu segera mematuhi perintah dari Kevin. Walau badan kedua lelaki itu tampak lebih besar dan tegap, namun mereka seolah sangat takut dan segan kepada sosok lelaki yang sedang memerintahkan mereka saat itu.     

Membuka bagasi mobil itu, kedua lelaki itu segera menarik kasar seorang lelaki paruh baya yang saat itu sedang terikat tak berdaya.     

Kevin yang mengawasi hal itu mengembangkan senyum tipis di bibirnya. Ia tampak sangat menikmati pemandangan itu.     

Bawa lelaki busuk itu menuju pinggir danau, kita akan menghabisinya di sana!" titah Kevin.     

Sang lelaki paruh baya yang mendengar perkataan itu segera berontak, namun apa daya, seluruh tubuhnya terikat erat, sedang mulutnya tertutup oleh sebuah lakban yang dipasang dengan sangat erat di sana.     

Lelaki paruh baya itu meronta, namun suaranya tak dapat terdengar, hanya gumam tak jelas yang dapat keluar dari mulutnya.     

Kevin yang melihat hal itu segera tertawa terbahak-bahak. Baginya sang lelaki itu terlihat seperti ikan yang sedang terperangkap dalam jaring, bergerak mengepak-ngepakan ekornya tanpa bisa meloloskan diri sedikitpun.     

Kedua lelaki itu segera menarik kasar sang pria paruh baya, sesuai apa yang Kevin perintahkan, mereka menyeret paksa sang lelaki dan memposisikannya dengan cara berlutut tepat di sisi danau itu.     

"Apa kau ada permintaan terakhir?" tanya Kevin pada sang pria paruh baya itu.     

Sang pria tampak mengerang ketakutan, ia menggeleng-gelengkan kepalanya, matanya kini mulai berlumuran air mata. Ia tahu ajalnya akan tiba sebentar lagi. Melihat Kevin mengeluarkan handgun dari sakunya, membuat sang pria paruh baya itu semakin panik. Ia mengerang, memohon dan mencoba mengatakan sesuatu, namun hal itu percuma, mulutnya tertutup rapat dengan lakban saat itu.     

Tawa kevin semakin menjadi, ia bahkan melompat-lompat kegirangan di depan sang pria paruh baya itu. Psikologi lelaki itu tampak harus dipertanyakan.     

Beberapa kali Kevin menampar wajah sang pria paruh baya, sedang pria paruh itu hanya bisa menerima perlakuan itu tanpa bisa sedikitpun melawan. Tangis pria paruh baya itu semakin menjadi, bukan sebab tamparan yang ia rasakan, namun tekanan dan nalar yang dimana ia tahu jika saat itu adalah detik-detik sebelum ia akan kehilangan nyawanya.     

"Hey, apa kau tuli, mengapa kau tak menjawab pertanyaanku dasar lelaki busuk!" ujar Kevin, kini ia tampak menjambak dan mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah sang pria paruh baya itu.     

"Astaga, aku lupa, mulutmu tertutup ya…!" Kevin kembali tertawa sejadi-jadinya.     

Kepribadian lelaki itu sangat buruk, psikologinya seolah terganggu, terkadang ia tertawa lepas, namun terkadang ekspresinya bisa berubah marah seketika. Pemandangan itu memang membuat kedua lelaki yang sedang bersamanya itu sedikit merinding, terlebih bagi sang lelaki paruh baya. Sosok Kevin layaknya bak malaikat kematian yang sedang bersiap mencabut nyawanya.     

Kevin mencabut dengan sangat kasar lakban yang menempel pada mulut sang lelaki paruh baya. Tampaknya Kevin ingin sedikit bermain-main dengan lelaki tersebut.     

"Kumohon, tolong lepaskan aku. Aku akan memberikan apapun yang kau mau!" mohon lelaki paruh baya itu pada Kevin.     

Kevin mengerutkan keningnya. Kini ia sedang berpura-pura seolah ia sedang mempertimbangkan tawaran yang diberikan oleh sang pria paruh baya itu.     

"Bagaimana, aku bisa memberikan kau segalanya, uang, jabatan, kedudukan, kau hanya perlu mengatakannya kepadaku!" tawar pria paruh baya itu.     

Kevin tampak menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. Aktingnya sangat baik. Bahkan sang lelaki paruh baya yang melihat reaksi yang diberikan Kevin tampak berpikir jika usaha yang ia lakukan saat itu berjalan dengan baik.     

"Aku tidak menginginkan semua hal itu!" jawab Kevin.     

"Lantas apa yang kau mau, katakan saja!" ujar sang lelaki paruh baya itu lagi lagi.     

"Hhhhmmmnn … biarkan aku berpikir sejenak!" jawab Kevin.     

Sang pria paruh baya dan kedua lelaki yang berada di tempat itu tampak bingung melihat perilaku yang Kevin tunjukkan. Ia tak berpikir jika Kevin adalah tipe lelaki yang sangat mudah tergiur akan tawaran seperti itu.     

"Aha, ada satu hal yang aku inginkan!" ujar Kevin tiba-tiba. Ia bahkan mengejutkan sang lelaki paruh baya dan kedua lelaki yang berada di tempat itu dengan reaksinya yang sangat tiba-tiba.     

"Apa, apa itu. Katakan saja!" tanggap lelaki itu. Wajahnya itu tampak gembira, sepertinya hari itu tak akan menjadi hari kematiannya, pikir lelaki bodoh itu.     

Kevin yang sedari tadi sedang dalam posisi jongkong itu kini mengubah posisinya menjadi berdiri. Ia mulai mengacungkan handgun miliknya kepada sang lelaki paruh baya itu.     

"Aku ingin Siska!" jawab Kevin.     

Mendengar jawaban itu, tentu saja sang lelaki paruh baya dan kedua lelaki lainnya yang berada di tempat itu seketika merasa sangat bingung. Bagaimana bisa mereka mengerti akan apa yang baru saja Kevin katakan, sedang mereka tak mengenal siapa Siska sama sekali.     

"A … apa, bisakah kau jelaskan hal itu dengan lebih baik?" tanya sang lelaki paruh baya itu.     

"Astaga, apa kau tidak mendengarnya, aku ingin Siska!" bentak Kevin.     

Lelaki paruh baya itu hanya bisa melongo, ia benar-benar tak mengerti akan apa maksud dari lelaki yang ada di hadapannya itu. Lelaki itu sangat random, tak hanya tingkah dan psikologinya, tampaknya semua aspek yang terdapat di dalam diri lelaki itu memang sangatlah random.     

"Apa kau bisa memberikannya?" tanya Kevin.     

"Aku bukan tipe yang suka menunggu jawaban!" tambah lelaki itu.     

Kevin segera melebarkan senyum di wajahnya. Ia telah bersiap menarik pelatuk handgun yang ada di tangganya pada sang pria.     

Sang lelaki paruh baya itu kini tampak sangat putus asa, bahkan di saat-saat terakhirnya, bagaimana bisa lelaki itu mempermainkannya dengan sedemikian rupa.     

"Kau, bajingan tengik!" maki lelaki itu.     

Untuk kesekian kalinya Kevin hanya tertawa. Sedari awal ia memang tidak berniat untuk melakukan tawar menawar akan hal itu.     

"Aku bersumpah, aku akan menghantui setiap mimpi burukmu!" caci lelaki paruh baya itu. Tangisnya pecah, ia menggigit bibirnya sendiri. Rasa tak berdaya yang ia alami saat itu sangat membuatnya kesal.     

"Apa hanya itu kata-kata terakhirmu, wahai lelaki busuk!" tanggap Kevin.     

"Mengapa kau membuat hal ini seolah menjadi kurang menarik?" tambahnya lagi.     

Sang lelaki paruh baya hanya bisa menggigit bibirnya saja, darah bahkan mulai mengalir dari mulut lelaki itu. Selama ini ia selalu merasa di atas segalanya. Di umurnya itu, bagaimana bisa ia dipermainkan oleh seorang lelaki muda seperti Kevin, kutuk lelaki itu di dalam hati.     

******     

Dooooooorrrrrrrr …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.