Another Part Of Me?

Part 5.35



Part 5.35

Lelaki paruh baya itu tak lagi menunggu jawaban dari sang keponakan, ia segera dapat memahami hal itu hanya dengan melihat gestur anak dari saudaranya itu. Ia tahu jika kasus yang sedang ditangani oleh lelaki itu tidaklah mudah, dan kini ia hanya bisa menggantungkan semua kecemasannya itu pada lelaki tersebut.     

     Setelah menceritakan semua yang ia ketahui perihal tragedi yang pernah terjadi di kota itu pada mereka, sang ayah dari Siska itu pun segera beranjak dan pergi meninggalkan kamar Hanna yang menjadi tempat mereka berkumpul saat itu. meninggalkan para remaja itu yang kini dipenuhi dengan perasaan yang berkecamuk di dalam diri mereka masing-masing.     

     Hanna, Davine, dan Siska tampak terdiam satu sama lain, kini mereka semakin yakin dengan apa maksud di balik semua tragedi pembunuhan yang terjadi di kota itu. Itu bukanlah ulah psikopat biasa seperti halnya kasus pembunuhan berantai yang kerap terjadi, jelas ada tujuan lain di balik semua itu.     

     Hanna meminta waktu sebentar kepada Davine dan Siska, ia rasa untuk hari ini pembahasan mereka rasanya telah cukup sampai di situ saja. Hanna juga mengatakan jika ia akan mempelajari mengenai kombinasi angka yang baru saja Davine temukan itu, ia juga telah mencatat ke 15 angka yang ditulis secara acak itu ke dalam note miliknya.     

     Mereka pun segera menyudahi pertemuan itu, Siska dan Davine segera meninggalkan Hanna sendirian di kamarnya, tampaknya lelaki itu butuh sedikit waktu untuk berpikir. Jelas apa yang baru saja mereka dengar saat itu terasa sangat mengejutkan.      

     Sepeninggal Siska dan Davine, Hanna tampak termenung di depan meja kerjanya, ia berusaha memejamkan mata, hatinya sangat ingin untuk tak mempercayai kenyataan yang baru saja ia dengar. Ini adalah kasus yang sangat besar, ia tak boleh terlalu lama membiarkan hal itu terus berlanjut, sedang ia tahu benar kondisi dan situasi kota saat ini sangatlah gawat. Jika saja benar apa yang telah mereka pikirkan saat ini, tentu situasi kota saat itu telah menunjukan jika semua yang telah organisasi itu rencanakan telah berjalan dengan sangat baik, dan kini mereka hampir memasuki tahap akhir dari rencana tersebut.       

     Menurut Hanna, cara yang mereka lakukan kali ini terbilang cukup berbeda, namun mereka memiliki tujuan yang sama, yang di mana sialnya kini semua seolah telah berada tepat di depan mata mereka. Semua skenario yang mereka buat berjalan dengan sangat baik, kini mereka hanya perlu melakukan finishing sembari menunggu waktu itu tiba.     

     Davine memutuskan untuk kembali ke apartemen miliknya, ia tak merasa nyaman jika terlalu lama berada di rumah mantan kekasihnya itu, sedang kini pikirannya juga sangat terbebani akan perihal kasus yang sedang mereka hadapi itu, ia tahu jika mungkin saja kini mereka tak memiliki banyak waktu lagi, terlebih saat ini ia juga masih belum bisa menemukan di mana lokasi yayasan panti asuhan itu berada, sedang ia sangat yakin jika setidaknya mereka akan dapat menemukan sedikit petunjuk jika saja mereka dapat menemukan hal yang sangat penting guna mengungkap segala hal yang saat ini masih menggantung di pikiran mereka. Davine mulai merasa muak jika ia hanya terus berspekulasi, sedang mereka sampai saat ini belum bisa mengungkap fakta siapa dalang di balik kasus pembunuhan berantai yang memiliki tujuan terselubung itu.      

     Waktu menunjukkan tepat pukul 12.00 p.m. sedang Davine masih termenung di dalam kamar apartemen miliknya. Ia masih tak dapat melupakan apa yang baru saja ia ketahui dari lelaki paruh baya yang merupakan ayah dari mantan kekasihnya itu. Ia memang telah mengetahui bagaimana sejarah kota itu terbentuk dan disembunyikan sedemikian rupa oleh pihak Pemerintah, namun tetap saja tragedi genosida yang diceritakan oleh lelaki paruh baya itu benar-benar membuatnya sangat syok. Setelah mengetahui hal itu kini setidaknya telah terjadi dua pembantaian massal yang pernah terjadi di kota itu.      

     "Sial!" Maki Davine. Ia tak dapat menerima keputusan yang diambil oleh pihak Pemerintah guna mengatasi situasi yang terjadi pada saat itu. Bagaimanapun genosida adalah perbuatan yang sangat tidak berperikemanusiaan.      

******      

     Davine terbangun sebab dering pada smartphone miliknya, itu adalah panggilan dari Hanna. Tak biasa lelaki menelponnya di waktu yang terbilang masih cukup dini itu.      

     "Kita akan bertemu dalam beberapa jam lagi, rasanya aku tahu apa maksud dibalik kombinasi angka yang kemarin baru saja kau berikan!" ujar Hanna di balik panggilan teleponnya itu.      

     "A … apa kau serius?" tanya Davine tak percaya. Ia bahkan tak mampu memikirkan sesuatu apa pun yang sekiranya dapat berhubungan dengan kombinasi angka itu, walau jelas kombinasi angka itu sengaja Monna sisipkan untuk ia berikan kepada Davine sendiri.      

     "Jangan pertanyakan hal ini dulu, sebaiknya kau datang tepat waktu. Kita akan bertemu dua jam lagi. Aku perlu sedikit mengistirahatkan mata dan otakku!" titah Hanna.      

     "Baiklah. Segera beritahu aku dimana kita akan bertemu jika waktunya tiba!" tanggap Davine, sebelum akhirnya Hanna memutuskan panggilan teleponnya. Tampaknya lelaki itu telah begadang semalaman demi memecahkan kombinasi angka yang sebelumnya telah Davine berikan.      

     Davine yang telah menerima kabar itu kini menjadi sangat gelisah, rasa penasarannya telah sampai pada puncaknya, sedang saat itu ia masih harus menunggu beberapa jam lagi sebelum pertemuan itu akan mereka lakukan.      

     Tak banyak yang lelaki itu lakukan guna mengisi waktunya, ia hanya mondar-mandir tanpa arah dan tujuan mengitari kamar apartemen miliknya. Bagaimana tidak, jika saja benar Hanna telah dapat memecahkan apa maksud di balik kombinasi angka itu, maka sebentar lagi dirinya akan mengetahui kebenaran dari siapa dirinya yang sebenarnya. Seperti apa yang Monna katakan saat memberikan benda itu untuknya, wanita itu mengatakan jika benda itu akan mengungkapkan siapa diri Davine yang sebenarnya.      

     Dering telepon itu kembali terdengar, Davine dengan segera meraih smartphone miliknya, ia tahu itu pasti adalah panggilan dari Hanna. Ia bahkan telah menunggu selama dua jam suntuk dengan perasaan gelisah hanya untuk menerima panggilan telepon dari lelaki itu.      

     "Aku akan menunggumu di taman yang terletak tidak jauh dari apartemen tempatmu berada!" ujar Hanna.      

     "Baiklah, aku akan segera ke tempat itu sekarang juga!" jawab Davine. Ia segera mematikan panggilan itu, ia tak ingin membuang waktunya lagi.      

     Tepat di tempat yang telah dijanjikan, Hanna, Siska, dan Bella tampak telah menunggu Davine di sana. Tampaknya kedua wanita itu bersikeras untuk ikut dalam pemecahan teka-teki mengenai kombinasi angka yang Davine temukan di dalam mata liontin pemberian sang ibu.      

     "Maaf, dua gadis ini memaksa untuk ikut!" ujar Hanna, ia tampak menggelengkan kepalanya.      

    Bella dan Siska yang melihat reaksi lelaki itu segera mendaratkan masing-masing serangannya. Siska memukul pundak kiri Hanna, sedang Bella mendaratkan tendangan kecil pada betis lelaki itu. Baik Siska dan Bella, kedua wanita itu tampak memanyunkan mulutnya kesal.      

     Davine yang melihat hal itu segera tertawa. Bagi Davine yang tak biasa dikelilingi banyak orang, itu adalah hal baru baginya.      

     "Bagaimana jika kita mencari cafe terdekat, rasanya kita perlu tempat yang nyaman untuk membahas hal ini!" tukas Davine.      

     "Itu ide bagus!" sambar Siska. Mulut wanita itu masih manyun.      

     Sampai di cafe terdekat mereka segera mencari tempat yang sekiranya nyaman untuk mereka gunakan. Meja yang terdapat di pojok cafe menjadi pilihan mereka.      

     "Sebaiknya kita pesan beberapa minuman dan cemilan terlebih dulu!" tukas Hanna.      

     Davine, Siska, dan Bella setuju akan hal itu, tak mungkin mereka menggunakan tempat itu tanpa membeli sesuatu apa pun.      

    Hanna memesan secangkir kopi hitam, sedang Davine lebih memilih moccachino sebagai minumannya, Siska dan Bella kompak memesan jus jeruk saat itu. Beberapa kentang goreng masuk ke dalam list pesanan mereka.      

     Memasuki pembahasan, kini wajah mereka segera berubah serius. Baik Davine, Siska, dan bahkan Bella, mereka tampak sangat penasaran dengan apa yang Hanna dapatkan. Tentu saja kombinasi angka yang sangat acak itu tak akan mudah untuk dipecahkan begitu saja.      

     Siska yang telah mengetahui perihal itu memang sudah sangat penasaran apa maksud di balik kelima belas kombinasi angka yang Davine temukan di dalam mata liontin pemberian ibunya, sedang Bella, wanita itu baru saja mengetahui perihal kombinasi angka itu beberapa waktu yang lalu, namun rasa penasarannya yang besar membuatnya juga ingin mengetahui apa maksud di balik kombinasi angka yang sangat acak itu.      

     "Aku telah memikirkannya, tentu saja aku benar-benar tak mengerti akan maksud dari kelima belas kombinasi angka yang sangat acak ini, namun …." Hanna menghentikan kalimatnya.      

     Tentu saja hal itu membuat Davine, Siska, dan Bella semakin merasa penasaran. Mereka bahkan menelan liur mereka masing-masing.      

      "Namun apa?" tanya Siska.      

      Hanna tampak berpikir keras, ia bahkan mengetuk-ketukan jari telunjuknya pada bidang meja. Sebelum akhirnya mulai melanjutkan kata-katanya.      

     "Awalnya aku berpikir jika kombinasi angka itu adalah sebuah kode, namun rasanya itu terlaku acak untuk dipandang sebagai sebuah kode!" jelas Hanna.     

     Tentu saja tak hanya lelaki itu yang berpikir demikian, baik Davine, Siska, dan Bella tentunya juga memikirkan hal yang sama.      

      "Namun semakin aku memikirkannya, aku semakin tak mendapati kombinasi angka itu sebagai sebuah kode, hingga akhirnya aku mulai terpikirkan hal yang lain!" tambah lelaki itu.      

     Davine, Siska, dan Bella segera beradu pandang, apa yang Hanna katakan hanya membuat mereka semakin merasa penasaran.      

    "Lantas apa?" tanya Siska, ia adalah wanita yang tidak sabaran.      

     Hanna pun segera mengeluarkan note miliknya yang tertulis rangkaian kombinasi angka acak yang telah Davine berikan kepadanya.      

     "Lihat dan perhatikan kombinasi angka ini!" titah Hanna.      

     Ketiga orang itu pun segera menuruti perintah yang lelaki itu berikan.      

     "Buang pikiran kalian jauh tentang dugaan jika kombinasi angka itu adalah kode!" tambah lelaki itu.      

     Kini ketiga orang itu menganggukkan kepalanya secara bersamaan.      

     "Apa kalian merasa sedikit familier?" tanya Hanna.      

     Ketiga orang itu kembali saling beradu pandang satu sama lain. Tampaknya mereka tak menemukan suatu apa pun yang terasa familier akan hal itu.      

     "Baiklah, biar aku lengkapi hal ini!" tambah Hanna, lelaki itu segera mengeluarkan pena dari salah satu saku bajunya.      

          


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.