Another Part Of Me?

Part 5.42



Part 5.42

0Hanna meneriakan agar Bella tak keluar dari ruangan itu, ia tahu bisa saja saat ini ada seseorang yang sedang menunggu mereka dan bersiap menyerang dari arah luar ruangan tersebut.      

     Meski Hanna tidak tahu apa yang menjadi sumber dari suara yang terdengar di luar ruangan itu, namun kewaspadaaan merek tetap harus dijaga. Mungkin suara berisik yang telah mereka buat saat menghancurkan gembok pagar dan merusak kunci ruangan telah memancing seseorang untuk mengeceknya ke tempat itu.      

     Davine segera mengantongi note milik sangat kakek beserta micro SD yang terdapat di dalamnya. Ia segera mengalihkan atensinya dan mulai bersiap dengan handgun di tangannya, ia punya firasat buruk untuk hal itu.      

     Davine segera menarik Siska dan memposisikan wanita itu di belakangnya, sedang Hanna, ia sedikit terlambat saat itu Bella telah berada di ambang pintu.      

     Benar saja, sebuah tangan tiba-tiba saja menarik rambut wanita itu dari arah samping, membuat Bella dengan segera tertarik ke luar ruangan tempat mereka berada.      

     Hanna yang melihat hal itu segera berlari ke arah kekasihnya saat itu juga, disusul dengan Davine yang berada di belakangnya, namun mereka terlambat, kini wanita itu telah berada dalam cengkeraman seorang lelaki dengan sebuah pisau mengarah tepat ke lehernya.      

     Hanna dan Davine segera menodongkan masing-masing handgun miliknya, terdapat dua orang lelaki yang tak ia kenal di sana, yang satu sedang menyandera Bella, sedang yang satunya lagi segera menodongkan handgun miliknya pada Hanna untuk menghentikan pergerakannya.      

     "Buang senjatamu!" ujar lelaki yang sedang menyandera Bella pada Davine.      

     "Kau ingin leher wanita ini terluka!" ancamnya.      

     Davine melirik Hanna, mereka tak punya pilihan lain saat itu. Davine segera mengangkat tangannya dan dengan perlahan meletakan handgun yang ia bawa tepat di bawah kakinya, sedang posisi Siska saat itu masih berada di dalam ruangan milik kakek Robert.      

      "Apa yang kalian inginkan?" tanya Davine. Ia sedikit memicingkan matanya pada lelaki itu.      

     "Kami tahu kalian menemukan sesuatu!" ujar lelaki itu.      

     "Berikan benda itu pada kami!" ujarnya lagi.      

      Davine, dan Hanna tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja lelaki itu katakan, bagaimana lelaki itu bisa tahu jika mereka telah menemukan sesuatu.      

     Hanna mendengus kesal, ia tahu jika dalam micro SD yang baru saja mereka dapatkan itu pastilah ada sesuatu informasi yang sangat penting, dan melihat bagaimana para lelaki itu sangat menginginkannya, membuat Hanna semakin yakin jika apa yang ada di dalam benda itu mungkin saja adalah beberapa bukti yang bisa menjadi penyokong agar mereka dapat memecahkan kasus itu.      

     Bella menatap mata Hanna, wanita itu tampak mengisyaratkan sesuatu.      

      Hanna mengalihkan atensinya pada sang kekasih, namun masih dengan senjata yang ia arahkan pada lelaki lainnya yang berada di sana.      

     Kini baik Bella, Hanna, dan Davine, mereka mulai saling menatap secara bergantian antara satu sama lain. Butuh waktu untuk mendapatkan koneksi itu, namun tampaknya kini mereka telah paham apa yang harus masing-masing harus mereka lakukan saat itu.      

     Bella bukanlah wanita sembarangan, bagaimanapun ia adalah seorang yang sangat mahir dalam seni beladiri taekwondo, tentu saja ia bisa melakukan sesuatu saat itu.      

     "Singkirkan benda itu dari kakimu!" titah sang lelaki yang sedang menyandera Bella. Ia ingin Davine menyingkirkan handgun yang sengaja ia letakan di antara kedua kakinya itu.      

     Menuruti perintahnya, Davine segera menendang senjata itu, namun bukannya ke arah luar, ia malah menendang handgunnya itu masuk ke dalam ruangan milik sang kakek yang terdapat Siska di dalamnya.      

     "Sekarang!" teriak Davine.      

     Mendengar aba-aba itu, Bella segera mendaratkan sikutnya ke arah dada lelaki yang sedang menyanderanya itu, memberikan sebuah kejutan hingga membuat sang lelaki sedikit kehilangan keseimbangannya. Bella terlepas dari cengkraman lelaki itu, bahkan sang lelaki tak sempat sedikitpun menggoreskan pisau miliknya pada leher mulus milik Bella.      

     Mendapatkan sebuah kesempatan Bella segera melayangkan back kick taekwondo pada lelaki itu, namun kuda-kudanya tidak cukup baik, serangan itu hanya membuat sang lelaki yang memang memiliki tubuh cukup besar itu terdorong ke belakang.      

     Hanna menegaskan kepada sang lelaki yang kini saling todong dengannya itu agar tak bergerak sedikitpun.      

     "Jangan lakukan apapun. Aku tidak akan berpikir ulang jika kita harus sama-sama tewas di tempat ini!" ancam Hanna.      

     Namun lelaki itu hanya tersenyum, ia menarik sesuatu dengan tangan kirinya yang saat itu masih bebas. Kini kedua tangan lelaki itu memegang sebuah handgun, yang satu sedari tadi telah ia arahkan pada Hanna, sedang yang satunya lagi kini ia arahkan tepat ke arah Bella.      

     "Bagaimana jika begini.dua berbanding satu, bukankah ini akan lebih menguntungkan untukku! ujar lelaki itu, ia bahkan sedikit terkekeh saat itu.      

     Hanna mendengus kesal, itu adalah posisi yang sangat tidak baik. Walau Hanna tahu jika sang lelaki tak akan bisa memfokuskan dirinya kepada kedua arah tembakannya secara bersamaan, namun tetap saja resiko Bella akan terluka memang masih cukup besar.      

     Bella segera mengangkat kedua tangannya ke udara, ia tak dapat berbuat apa-apa lagi saat itu, sedang sang lelaki bertubuh besar itu kini terlihat kembali berusaha menghampirinya.      

     "Bajingan!" maki Bella kesal.      

     Tinggal beberapa langkah lagi sang lelaki itu akan kembali menawan Bella, namun Davine dengan sigap segera melayangkan tendangannya tepat pada perut lelaki itu. Saat itu memang hanya Davine lah satu-satunya yang dapat bergerak dari pihak Mereka.      

     Posisi itu sebenarnya memang kurang menguntungkan bagi Davine, bagaimanapun lawannya saat itu sedang memegang senjata, sementara dirinya kini hanya bertangan kosong.      

     Duel tak terhindarkan, kini Davine harus melawan lelaki yang memiliki tubuh jauh lebih besar itu satu lawan satu.      

     Sang lelaki segera menyerang Davine dengan melayangkan pisaunya ke kanan dan ke kiri, untungnya saat itu Davine masih bisa menjaga jaraknya. Beberapa kali Davine berusaha menyerang beberapa titik yang terbuka dari lelaki itu, namun serangannya seolah tak berdampak sedikitpun.      

     Davine mulai terpojok. Ia tak bisa terus menghindar dan memaksa dirinya mundur, sedang di belakangnya ada Bella dan Hanna. Kedua orang itu bisa saja terkena imbas dari pertarungannya, pikir Davine.     

     Pertarungan itu sangat sengit. Tampaknya lelaki itu cukup pandai menggunakan pisau miliknya, ia cukup terlatih, namun tidak bisa dikatakan profesional.      

     Davine mencoba memancing lelaki itu hingga menuju ke arah bagian depan pintu ruangan tempat sebelumnya mereka berada. Di dalam ruangan itu ada Siska dan handgun miliknya. Davine tahu jika ia tak akan mampu melawan lelaki yang sedang ia hadapi itu dengan tangan kosongnya saja.      

    Beberapa sayatan mendarat pada tubuh Davine, untungnya sayatan itu tidak cukup dalam dan hanya merobek pakaian yang ia kenakan saja.      

     Hanna dan Bella tak dapat berbuat apa-apa saat itu, harapan mereka saat itu hanyalah Davine seorang. Sedangkan Hanna juga tahu jika Davine tidak akan membangkitkan sang alter miliknya jika tidak dalam keadaan yang benar-benar terdesak.      

     Bagaimanapun juga Hanna tahu jika sang alter milik Davine memiliki keahlian jauh dari diri Davine yang sebenarnya, membangkitkan hal itu tentu bukanlah hal mudah, mengingat sampai saat ini Davine memang masih belum bisa mengendalikan sang alter miliknya dengan sesuka hatinya, karena pada dasarnya hanya terdapat beberapa kasus seorang dengan gangguan disosiatif seperti mereka yang bisa melakukannya.      

     Davine menahan pergelangan tangan lelaki yang sedang berusaha menyerangnya dengan pisau itu, namun tenaganya tidak cukup, untunglah Davine berhasil melangkah mundur hingga serangan itu tak dapat menjangkaunya, namun karena pertahanan yang sangat terbuka itu Davine segera menerima tendangan telak di bagian perutnya.      

     Davine jatuh tersungkur, sedang penglihatannya mulai kabur, ia tahu jika sang alter sebentar lagi akan mengambil alih tubuhnya. Sesaat sebelum pandangannya hilang sepenuhnya, Davine melihat sang lelaki itu berlari kearahnya, ia harus segera bangkit, jika tidak sesuatu yang buruk akan terjadi.      

     Sang alter telah mengambil alih, tak seperti yang Davine pikirkan, sang alter yang telah mengambil alih kontrolnya itu tak segera bangkit dari tempatnya, ia menunggu lelaki itu semakin dekat ke arahnya dan dengan cekatan melayangkan sebuah tendangan ke arah dada lelaki itu masih dalam posisi berbaring.      

     Tendangan yang sangat tiba-tiba itu segera menggoyahkan tumpuan sang lelaki, memberikan Davine sedikit waktu untuk kembali berdiri.      

     Di dalam ruangan terlihat Siska hanya bisa meringkuk ketakutan, sedang seluruh tubuhnya tampan gemetar hebat. Tentu saja itu bukanlah situasi yang mudah untuk ia hadapi.      

     Dalam sudut pandangnya sendiri, Davine kini dapat melihat handgun miliknya yang tergeletak tak jauh dari tempat Siska berada, namun sial, wanita itu sangat panik, situasi genting itu membuatnya tak dapat menggerakkan satu inci pun tubuhnya dari tempatnya meringkuk.      

     Siska menatap ke arah Davine, ia tahu jika lelaki itu menginginkan dirinya untuk segera memberikan handgun yang sedang tergeletak tidak jauh dari tempatnya itu. Namun sekali lagi tubuhnya seolah tak dapat diajak kerja sama, sementara ia dapat melihat bagaimana Davine sedang berusaha setengah mati untuk melawan lelaki itu.      

     Davine yang melihat dari dalam sudut pandangnya itu sendiri, hanya bisa berharap dan terus berkata dalam hatinya.      

     "Kau pasti bisa!" Davine terus mengucapkan kata-kata itu selagi ia sedang dalam sudut pandangnya sendiri itu.      

     Sang alter tampaknya dengan sengaja terus menahan pergerakannya dan lelaki itu agar tetap berada di ambang pintu, tampaknya apa yang sedang sang alter pikirkan juga sama dengan apa yang sedang ia pikirkan.      

     Beberapa kali serangan dari lelaki itu terus saja hampir mengenainya, namun kali ini gerakan Davine terasa jauh lebih terampil, sang lawan bahkan mulai merasakan adanya perubahan dari lelaki yang sedang ia hadapi itu.      

     Beberapa kali bogem mentah Davine dapat bersarang di wajah lelaki itu, tampaknya kini kerusakan yang ia berikan cukup berdampak, hidung lelaki itu tampak bersimbah darah.      

     Sang alter mulai tersenyum tipis, seperti biasa ia sangat menikmati hal-hal seperti itu, darah yang mengalir dari hidung lawannya itu semakin membangkitkan adrenalin.      

     Siska mengutuki dirinya sendiri, ia sangat takut dan panik saat itu. Membuatnya merasa seperti orang bodoh.      

     Davine beberapa kali menatap wanita itu dalam setiap kesempatan yang ia miliki, ia masih berharap agar Siska dapat segera mengatasi rasa takut yang dirasakannya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.