Another Part Of Me?

Part 5.48



Part 5.48

0Proyek bayi tabung itu akhirnya mereka hentikan. Setelah mengamati Davine dan saudara kembarnya itu dalam beberapa tahun terakhir, jelas di umurnya yang keenam hingga tujuh tahun, ditemukan Davine mulai menunjukkan adanya tanda-tanda jika dirinya memiliki gangguan disosiatif seperti halnya sang ibu. Tak hanya Davine, bahkan saudara kembarnya itu juga mengalami hal yang sama, anak itu juga menunjukkan adanya tanda-tanda gangguan disosiatif yang ia miliki.      

     Selain faktor lingkungan keras dan trauma yang mungkin saja kedua anak itu alami, para keluarga dari kasta pertama itu percaya jika hal itu terjadi sebab faktor keturunan yang kedua anak itu miliki. Bagaimanapun Shopia adalah wanita dengan gangguan dissociative identity disorder layaknya kedua anak kembar itu.      

    Berdasarkan hal itu akhirnya keluarga kasta pertama itu pun memutuskan untuk mengakhiri proyek bayi tabung itu, selain kenyataan jika gen sang ibu yang lebih mendominasi, banyaknya ditemukan kecacatan lahir dari para anak hasil proyek itu menjadi salah satu alasan mereka menghentikan proyek yang mereka anggap gagal itu.      

     Monna menjelaskan tidak banyak anak dari proyek bayi tabung itu yang berhasil bertahan, sedangkan anak hasil benih dari Edward sendiri hanyalah Davine dan saudara kembarnya itu, dan yang lain adalah benih dari para keluarga kasta pertama yang lainnya.      

     Kematian kakek Robert terdengar di telinga Monna saat itu, hal itu cukup membuat hati Monna terpukul, bagaimanapun ia telah mengetahui jika kesehatan lelaki tua itu belakangan memang telah menurun, namun yang paling tidak bisa ia terima adalah kenyataan jika penyebab sang kakek tewas ternyata sama halnya dengan apa yang terjadi pada sang anak. Lelaki tua malang itu dipaksa untuk mengakhiri hidupnya sendiri karena dianggap sudah tak berguna dan mulai menyusahkan mereka sebab kondisi fisiknya yang tak lagi prima.      

     Monna kian menyesali hal itu di dalam hatinya, terlebih saat itu ia juga masih belum bisa menepati janji yang ia buat pada lelaki itu. Bagaimanapun tidaklah mudah mengangkat anak yang telah dipilih oleh kakek Robert itu sebagai anak adopsinya. Tentu saja Monna harus membuat alasan yang cukup baik untuk bisa Edward terima.      

    Singkat cerita, setelah kematian sang kakek akhirnya Monna dapat merealisasikan janji yang telah ia buat untuk mengadopsi Davine sebagai anak angkatnya. Tentu saja hal itu telah terlambat, bagaimanapun juga sang kakek kini telah berada di liang lahatnya.      

     Sesuai apa yang kakek Robert inginkan, Monna hanya bisa melakukan hal itu sebagai upaya menepati janjinya, sedangkan Lissa yang juga merupakan cucu sang kakek kini mau tidak mau harus dipersiapkan oleh keluarga kasta pertama itu untuk menjadi penerus yang di mana nantinya anak wanita itu harus mengabdikan dirinya pada keluarga Harris layaknya apa yang sang kakek dan ibunya lakukan dulu.      

     Untuk menyiapkan hal itu keluarga Harris terlebih dahulu menyekolahkan Lissa dan mendidiknya agar memiliki kemampuan layaknya sang ibu. Tampaknya Edward menginginkan wanita itu nantinya mengambil alih posisi yang dulu dipegang sang ibu, yakni sebagai seorang angel maker. Tampaknya hal itu kini telah menjelaskan bagaimana bisa wanita itu memiliki keterampilan dalam bidang tersebut.      

    Davine pun segera teringat akan mimpi yang ia dapatkan. Kini ia tahu apa yang mereka inginkan dari wanita itu, tampaknya Lissa dipaksa untuk melakukan pembedahan terhadap para anak yang telah tewas dalam pelatihan mereka guna mengambil organ tubuh yang sekiranya dapat mereka perdagangkan.      

     "Brengsek, selama ini ternyata hal itu masih berlanjut, baik itu pelatihan kejam yang mereka lakukan terhadap anak-anak serta perdagangan organ tubuh itu!" papar Davine. Lelaki itu tampak menghentakkan kakinya pada lantai kamar Hanna.      

     "Apa maksudmu?" tanya Hanna menanggapi apa yang baru saja Davine katakan.      

     Davine pun segera menjelaskan secara singkat perihal mimpi yang ia dapatkan tentang keberadaan Lissa. Davine menegaskan jika di dalam mimpi itu tampaknya lelaki yang dapat terkoneksi langsung dengannya itu sedang berusaha agar Lissa melakukan pembedahan pada mayat anak yang tewas dalam pelatihan yang mereka jalankan.      

      "Dan menghilangnya anak-anak gelandangan itu tentu saja ulah dari mereka!" tukas Davine.      

       "Bagaimanapun proyek bayi tabung itu telah mereka hentikan, jelas mereka tak punya cara lain selain kembali memungut entah itu secara paksa ataupun sukarela anak-anak yang berada di kota ini!" tambah lelaki itu.      

      "Kau benar, kita tak punya banyak waktu. Keselamatan anak-anak itu juga menjadi salah satu fokus kita saat ini!" tanggap Hanna.      

      Setelah persiapan selesai, untuk pertama kalinya Monna datang dan berkunjung secara langsung ke yayasan itu. Tujuannya tidak lain adalah untuk menjemput Davine dan menjadikannya anak adopsinya.      

     Monna memang sangat benci pada yayasan itu, ia benar-benar tak ingin mengunjungi tempat terkutuk itu. Bagaimanapun sebagai seorang wanita dan juga seorang ibu, tentu saja ia tak akan bisa melihat bagaimana para anak-anak itu disiksa dengan sangat tidak berperikemanusiaan di tempat itu.      

      Namun demi menepati janjinya, kali ini Monna berusaha memberanikan diri dan menegarkan hatinya. Alangkah terkejutnya ia sesaat mendapati sosok Davine di tempat itu. Anak itu terlihat sangat kurus dan tampak jelas banyak sekali memar yang terdapat di wajah dan bagian tubuh lainnya. Monna tahu pihak yayasan sudah berusaha untuk menutupi hal itu dengan menyamarkannya menggunakan make up, namun tetap saja mata wanita itu tak dapat ditipu begitu saja.      

     Pihak pengurus yayasan dengan sengaja melakukan itu karena mereka tahu Monna adalah wanita yang paling tidak bisa melihat anak-anak dalam keadaan seperti itu. Walau notabene para pengurus yayasan itu juga tahu jika sebenarnya Monna telah mengetahui perihal apa yang sedang mereka lakukan di tempat itu. Bagaimanapun Monna adalah istri dari Edward yang merupakan pemilik yayasan tersebut.      

     Saat itu Davine dan beberapa anak lainnya dikumpulkan menjadi satu di dalam satu ruangan. Hal ini bukanlah permintaan dari Monna sendiri, bagaimanapun ia datang ke tempat itu hanya dengan tujuan membawa Davine seorang, namun tampaknya sang pelatih juga ingin memperkenalkan para anak-anak lain yang menurutnya mempunyai potensi besar di yayasan itu. Menurut sang pelatih, nantinya anak-anak inilah yang akan menjadi pion-pion hebat guna membantu mewujudkan keinginan mereka.      

     Dalam ruangan itu terdapat Davine dan sang saudara kembarnya yang saat itu masih berusia 7 tahun, sedang dua anak lainnya adalah anak yang berusia 9 tahun.      

     Seperti yang telah Monna ketahui, jika saat itu Davine adalah anak yang dipilih sang kakek untuk diberikan kebebasan, dengan memegang teguh janjinya, Monna pun tanpa ragu segera mengadopsi anak itu, saat itu Monna juga menyadari adanya sesuatu yang berbeda dari diri Davine, ia merasa di dalam mata biru anak itu terdapat sesuatu yang entah mengapa terasa sangat berbeda. Tak seperti tatapan anak lainnya yang dikumpulkan di ruangan itu, ada sedikit kebaikan hati yang seolah tertanam di dalam mata anak itu. Monna tahu jika sang kakek telah mendidik anak itu dengan sangat baik. Bagaimanapun sangat sulit mempertahankan kebaikan dan kemanusiaan di dalam diri seseorang di tengah lingkungan yang hampir bisa dikatakan menganut hukum rimba itu, dan nyatanya entah itu benar atau salah, Monna, ia merasa jika di dalam diri Davine masih ternama sifat itu. Monna yakin jika Davine adalah anak yang memiliki hati yang sangat baik, namun hal itu terpendam sebab kerasnya penyiksaan yang ia alami selama hidup di yayasan tersebut.      

       Saat itu Monna memperhatikan Davine yang sedang duduk sembari terus mengarahkan pandangannya pada kotak musik usang yang merupakan pemberian Monna pada sang kakek. Tampaknya benda itu telah diambil secara paksa oleh para pengurus yayasan dari tangan sang anak.      

     Tampak jelas saat itu jika Davine sangat menyayangi benda pemberian yang sang kakek yang berikan kepadanya. Tampaknya kini benda itu telah menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi anak itu.      

      Tak membuang waktu, Monna segera membawa Davine untuk pergi dari yayasan itu. Kini setidaknya ia telah berhasil menepati janjinya. Bagaimanapun hal itu sedikit mampu mengurangi perasaan bersalah di hatinya, entah itu pada sang kakek ataupun Shopia yang merupakan ibu dari Davine itu sendiri.      

     Kasih sayang mulai tumbuh dalam diri Monna, ia merawat anak itu bagaikan merawat anaknya sendiri. Sedangkan Malvine, walau tak pernah menunjukan rasa cemburunya pada sang adik, namun wanita itu tahu jika ada sedikit perasaan tersaingi yang mulai bersarang di dalam hati anak kandungnya itu.      

     Hal ini terjadi bukan hanya sebab Monna yang memberikan kasih sayangnya sedikit lebih pada Davine, sebenarnya Monna tak pernah sedikitpun bermaksud demikian, hal itu Monna lakukan untuk menanamkan perasaan kasih di dalam diri Davine, bagaimanapun juga ia tahu jika selama ini anak itu hanya bisa terus bertahan hidup dalam kejamnya pelatihan yang harus ia terima dari yayasan milik mereka tanpa pernah bisa merasakan apa itu perasaan kasih dari seorang ibu. Namun hal ini tampaknya sedikit salah di mata Malvine, walau anak itu telah berusaha menyembunyikan perasaannya itu, namun sebagai ibu kandungnya, tentu saja Monna dapat merasakan adanya hal tersebut.      

     Walau tak terlihat dengan jelas, Davine memang mendapat perhatian dari Edward, bukan karena perasaan kasih, namun karena Davine adalah objek eksperimen mereka. Ketidaktahuan Malvine akan hal itu membuatnya semakin merasakan rasa cemburu di dalam hatinya, jelas itu adalah sebuah kesalahpahaman saja.      

     Gangguan disosiatif yang dimilikinya itu entah mengapa menjadi sebuah ketertarikan bagi Edward. Edward tampaknya mulai tertarik dengan kepribadian Davine yang lainnya. Bagaimana tidak, setelah melihat sang alter itu mengambil alih diri Davine, Edward merasa jika kepribadian itulah yang kini ia butuhkan. Keras, dan tak peduli apapun selama itu bisa membuatnya mencapai tujuan yang ia inginkan. Setidaknya begitulah sudut pandang sang ayah pada kepribadian lain dari dirinya itu.      

      Sedangkan di satu sisi, Edward memang merasa sedikit kecewa karena Malvine tidaklah seperti apa yang ia harapkan sebagai seorang anak. Bagaimanapun ia ingin nantinya lelaki itu untuk meneruskan kepemimpinannya sebagai kepala keluarga mereka. Namun mendapati Malvine yang terlihat lemah dalam hal fisik, membuatnya sedikit ragu. Menurut Edward, Malvine adalah sebuah kegagalan. Ia tak sempurna layaknya para keturunan berdarah murni lainnya dari keluarga itu.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.