Another Part Of Me?

Part 5.59



Part 5.59

0Di dalam ruangan itu terdapat sebuah pintu yang tampaknya akan menghubungkannya ke ruangan lainnya, seperti yang telah ia duga, pintu itu memiliki akses berupa pin dan sidik jari untuk membukanya.      

    Davine segera meletakan jari telunjuk milik lelaki yang sebelumnya telah ia lumpuhkan itu. Tepat sesuai dugaan, pintu itu segera terbuka seketika Davine menempelkan penggalan jari telunjuk yang sebelumnya telah ia ambil dari mayat lelaki tersebut.      

     Tampaknya ada dua cara untuk mengakses pintu itu, yang pertama dengan menggunakan sidik jari, dan yang kedua menggunakan beberapa digit angka yang telah mereka tetapkan.      

    Davine segera menyiapkan handgun miliknya, ia akan segera mencari keberadaan kamera pengawas di balik pintu itu dan menembaknya.      

    Membuka pintu itu, Davine hanya memiliki beberapa detik untuk mencari keberadaan benda itu, dan segera menembaknya. Usahanya cukup berjalan dengan baik.      

     "Davine, bagaimana keadaanmu?" tanya Hanna lewat earphone yang menempel di kuping mereka.      

     "Aku berhasil memasuki sebuah ruangan lagi. Namun masih tak ada tanda-tanda pergerakan apapun!" lapor Davine lewat panggilan yang sedari tadi terus terhubung itu.      

     Baru beberapa saat Davine menurunkan atensinya, tiba-tiba datang seorang lelaki memasuki ruangan itu. Tampaknya keberadaan mereka telah diketahui.      

     Lelaki itu segera menembaki Davine dengan handgun miliknya. Untungnya saat itu Davine tengah berdiri tidak jauh dari sebuah meja yang terdapat di ruangan itu.     

     Davine dengan sigap menyembunyikan dirinya di balik meja itu, sedangkan sang lelaki masih terus menembakinya dengan sangat brutal.      

   . Davine terus berlindung di balik meja itu, ia sedang menunggu sebuah jeda yang nantinya akan ia manfaatkan untuk menyerang balik.      

     Taassss …      

     Taassss …      

     Serangan balik itu segera bersarang tepat pada dada lelaki itu.      

     Hanna yang mendapati kegaduhan itu segera menanyakan apa yang sedang terjadi. Davine segera menjawab jika keberadaannya kini tampaknya telah diketahui.      

     Hanna tak begitu terkejut, sedari awal ia tahu jika penyusupan itu cepat atau lambat akan segera ketahuan.      

     "Terus bergerak dari tempatmu, kau tak boleh berdiam terlalu lama di suatu tempat. Aku yakin mereka akan mengirim beberapa orang lainnya untuk menangkapmu!" titah Hanna.      

     Sedangkan di sisi Hanna, lelaki itu tampak tak mengalami kendala, tak banyak ruangan yang terdapat di jalan yang ia ambil. Beberapa tampak kosong dan tak terpakai, kamera CCTV pun tak ia dapati di tiap-tiap sudut ruangan yang telah ia lalui.      

     Davine segera beranjak dari tempat itu. Seperti apa yang Hanna katakan ia tak boleh terlalu lama berdiam di ruangan itu. Yang harus ia temukan saat ini adalah bagian utama dari pabrik terbengkalai itu, ia yakin jika anak-anak itu kini sedang dikumpulkan di sana.      

     Davine berlari dari satu ruangan ke ruangan lainnya, sedang ia mendapati beberapa lelaki terlihat sedang mengejar dan mencari keberadaannya. Davine memang selalu memanfaatkan tiap sudut yang sekiranya dapat ia gunakan untuk bersembunyi, membuatnya beberapa kali selamat dari kejaran para lelaki itu.      

     "Saat ini setidaknya ada sekitar 4 orang yang mengejarku. Aku dapat mengecoh mereka dengan bersembunyi pada tiap-tiap sudut bangunan yang dapat aku manfaatkan!" lapor Davine pada Hanna.     

     Saat itu Davine terus berjalan menelusuri setiap ruangan yang ia temui, dengan adanya jari telunjuk dari lelaki yang sebelumnya telah ia lumpuhkan itu, membuatnya dapat dengan mudah mengakses setiap pintu yang terkunci di sana.      

    Davine dikagetkan dengan sebuah tembakan yang hampir saja mengenainya dari belakang, tepat ketika ia sedang berusaha mengakses salah satu pintu yang menghubungkan ruangan selanjutnya. untungnya reflek yang ia miliki cukup baik, membuatnya masih dapat menghindari peluru yang dilontarkan ke arahnya itu.      

     Kini Davine harus menghadapi dua lelaki sekaligus. Tampaknya keempat lelaki yang awalnya mengejarnya secara bersamaan itu memilih untuk berpencar agar kemungkin yang mereka miliki untuk menemukan Devine menjadi lebih besar.      

    Davine segera berlari ke arah sudut ruangan itu guna menghindari rentetan tembakan yamg dilontarkan kedua lelaki itu. Hingga akhirnya ia diselamatkan oleh sebuah tiang yang berguna untuk menopang ruangan tersebut. Davine kembali melancarkan serangannya pada salah satu lelaki yang sedari tadi terus menghujaninya dengan peluru itu. Untungnya ia berhasil mendaratkan sebuah tembakan yang bersarang tepat di perut lelaki itu, membuat lelaki itu terjatuh seketika. Sedangkan lelaki yang lainnya segera kembali menghujani Davine dengan handgun miliknya, namun hal itu sia-sia, tubuh Davine sepenuhnya terlindung di balik tiang yang menyokong ruangan itu. Membuat lelaki itu mau tidak mau harus mendekati Davine untuk dapat melancarkan serangannya.      

     Davine yang telah menyadari pergerakan lelaki itu, kini sedang menunggu kesempatan, sesaat lelaki itu telah berada cukup dekat dengannya, Davine segera keluar dari balik tiang itu dan menangkap pergelangan tangan sang lelaki yang sedang menodongkan handgun ke arahnya dengan tangan kirinya, mendorong pergelangan tangan lelaki itu ke arah langit-langit, membuat tembakan yang dilontarkan sang lelaki menjadi sia-sia.      

     Tak mensia-siakan usahannya, Davine segera menembakan handgun yang berada di tangan kanannya tepat ke arah kening lelaki itu.     

     Taasssss …     

     menewaskan lelaki itu seketika.      

     Davine berjalan menuju lelaki yang terbaring menahan rasa sakit sebab tembakan yang ia sarangkan ke perut lelaki itu. Lelaki itu tampak gemetar, ia menembaki Davine dengan tak tentu arah, membuat Davine harus bergerak ke sisi kiri guna menghindari tembakan itu.      

     Davine bisa saja membunuh lelaki itu saat itu juga, bagaimanapun posisi lelaki tersebut sangat terbuka, sangat mudah bagi Davine untuk menyerangnya. Namun ia butuh informasi tentang bangunan itu dari lelaki tersebut.      

    Davine terus bergerak, ia memanfaatkan segala furniture yang berada di ruangan itu untuk bersembunyi, hingga akhirnya sang lelaki yang sedari tadi terus menyerangnya dengan brutal itu telah kehabisan peluru pada magazinenya.      

    Terlihat sang lelaki berusaha merogoh sakunya guna mengisi ulang magazine dari handgun miliknya yang telah kosong. Namun Davine dengan sigap segera menembak salah satu pangkal paha dari lelaki itu, membuatnya merintih kesakitan.      

     "Letakan senjatamu. Kau tahu posisimu saat ini kan!" ancam Davine.      

     Merasa tak lagi memiliki pilihan lain lelaki itu segera meletakan handgun miliknya dan mulai mengangkat tangannya.      

     "Apa yang kau inginkan brengsek!" maki lelaki itu kasar.      

      "Tentu saja menggagalkan rencana kalian!" jawab Davine sembari menghampiri lelaki itu dengan handgun yang ia arahkan langsung ke arah lelaki tersebut.      

      Sang lelaki yang awalnya terlihat takut dan gemetar karena posisi yang sangat tidak menguntungkan baginya itu tiba-tiba saja merubah ekspresinya. Ia segera tertawa terbahak-bahak, membuat Davine merasa sangat kesal akan hal tersebut.      

      "Bagaimana mungkin bocah sepertimu bisa menggagalkan rencana kami. Kami tak akan bisa dihentikan. Tuan telah merencanakan semuanya dengan sangat baik!" tukas lelaki itu.      

     "Tuan? Maksudmu Edward, lelaki brengsek itu!" pancing Davine.      

     "Jaga mulut busukmu bajingan, kau tak layak menyebut namanya!" cecar lelaki itu, tampak ia sangat menghormati sosok Edward. Jelas Edward telah berhasil mendoktrin lelaki itu untuk mengabdikan diri kepadanya.      

     Davine hanya menanggapi hal itu dengan senyum sinis di wajahnya, ia kini telah berada tepat di depan lelaki itu.      

     "Di mana anak-anak dan wanita itu kalian sembunyikan?" tanya Davine, ia menempelkan moncong handgun yang terpasang peredam itu tepat di pelipis sang lelaki.      

     Lelaki itu terus menatap Davine dengan tatapan tajam, tampaknya ia tidak akan memberikan informasi yang Davine inginkan.      

     "Cepat jawab, atau peluru ini akan menembus otakmu!" ancam Davine.      

     Namun lelaki itu tak bergeming sedikitpun. Ia melakukan gerakan dengan sangat tiba-tiba, membuat Davine harus sedikit membuat jarak dari lelaki itu.      

     Di luar dugaan, sang lelaki mengeluarkan sebuah belati yang ia sembunyikan di antara ikat pinggang miliknya, dan dengan segera mengorok lehernya sendiri. Hal itu ia lakukan guna menjaga rahasia yang ia miliki. Sungguh gila apa yang telah berhasil mereka tanamkan pada para pion-pion mereka, tampaknya kali ini Davine gagal untuk dapat mendapatkan informasi yang ia inginkan.      

     Davine segera melangkahkan kakinya untuk menuju ruangan berikutnya, ia harus terus mencari di mana gerangan para anggota organisasi massa itu menyembunyikan Lissa dan para anak-anak yang telah menghilang dari kota itu.      

     "Bagaimana situasinya?" tanya Hanna.      

     "Cukup buruk, mereka mengirimkan beberapa orang untuk mengejarku, namun aku rasa hal ini juga akan memberikanmu kesempatan lebih, tampaknya mereka baru menyadari keberadaanku saja!" tukas Davine.      

     "Ya, aku rasa begitu, untuk saat ini aku masih dalam keadaan aman. Namun tidak mudah untuk menemukan keberadaan para anak-anak itu, sangat banyak ruangan yang terdapat di dalam pabrik tua ini!" jelas Hanna.      

     "Kita hanya perlu mencapai ruang utama pabrik ini, aku yakin mereka memerlukan tempat yang luas untuk melakukan pelatihan pada anak-anak tersebut!" tambah lelaki itu.      

     "Ya, aku setuju. Fokus kita adalah mencari ruang utama yang terdapat di bangunan ini!" sambut Davine.      

     ******      

     Sersan Hendrik yang merasa sangat penasaran akan apa yang sebenarnya Hanna maksud tentang tragedi yang sampai saat ini masih coba untuk disembunyikan oleh pemerintah kota akhirnya mengambil keputusan untuk menyelidikinya. Bagaimanapun ia harus tau apa yang dulu pernah terjadi pada kota itu.      

    Sersan Hendrik memutuskan untuk mengunjungi kediaman Hanna, rasanya hanya itu satu-satunya cara yang bisa ia lakukan. Ia merasa tak akan ada gunanya jika mencari informasi yang dengan sengaja disembunyikan oleh pemerintah itu di kantor kepolisian, selain para petugas lain akan bungkam, Sersan Hendrik yakin jika berkas-berkas yang berkaitan akan hal itu juga telah dimusnahkan.      

    Siska terkejut tidak main mendapati kedatangan Sersan Hendrik, bagaimanapun ia pernah bertemu lelaki itu beberapa waktu yang lalu ketika ia sedang bersama Hanna.      

     "Maaf, ada keperluan apa Anda datang kemari?" tanya Siska dengan sopan.      

     Saat itu Sersan Hendrik terlihat linglung. Ia tak tahu harus melakukan hal apa, banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di benaknya.      

     "Saya diminta Hanna untuk mengambil berkas yang berada di kamarnya!" ujar Hendrik berbohong.      

     Siska segera menatap curiga pada lelaki itu, ia tahu jika saat itu kerjasama antara pihak Kepolisian dan kakak sepupunya itu telah berakhir.      

     "Maaf berkas apa yang Anda maksud!" tanya Siska. Wanita itu terlihat skeptis pada Sersan Hendrik.      

     "Sebuah berkas yang berkaitan dengan kasus yang sedang terjadi di kota ini!" jawab Hendrik sekenanya.      

Siska yang mendengar hal itu segera menatap curiga pada Sersan Hendrik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.