Another Part Of Me?

Part 6.The Last



Part 6.The Last

0Sersan Hendrik, mendapat sedikit goresan di lengan kirinya. Untungnya peluru itu melesat dan hanya membuat luka kecil di lengannya.      

     Sersan Hendrik yang mendapat serangan secara tiba-tiba itu segera menarik meja kerja yang ada di dalam kamarnya itu dan membaliknya. Setidaknya ia mempunyai sedikit perlindungan di sana.      

     Sersan Hendrik kini telah bersiap di posisinya, jelas itu adalah serangan yang dengan sengaja ditujukan kepadanya. Ia tak tahu ada beberapa orang di balik pintu kamarnya itu, sedang di sana hanya ada dua akses keluar dan masuk, yakni pintu tersebut, dan sebuah jendela yang kini berada tidak jauh dari tempatnya berada saat itu.      

     "Siapa kau bajingan!" teriak Hendrik.      

     Namun tak ada jawaban dari balik pintu kamarnya itu, sang penembak malah kembali melesatkan beberapa peluru secara acak pada pintu kamar tersebut. Untungnya Hendrik telah memposisikan dirinya sehingga berada di luar jalur pintu itu.      

    Merasa kesal, Sersan Hendrik segera membalas tembakan itu beberapa kali, namun tentu saja orang-orang yang berada di balik pintu itu tidaklah bodoh.      

    Beberapa kali Sersan Hendrik mencoba memastikan keadaan di luar jendela kamarnya, tampaknya tak ada siapapun yang berada di luar jendela itu, namun ia cukup waswas, kalau saja terdapat seseorang yang sedang menunggu dirinya dan siap menyerang ketika ia keluar dari jendela tersebut.      

     Merasa tak ada pilihan lain, Sersan Hendrik segera mengambil kursi kerja miliknya yang terdapat di dalam kamar itu, ia harus menggunakan kursi itu untuk memecahkan kaca jendela sekaligus menjadikan tameng untuk melindungi dirinya. Ia tak bisa dengan bodohnya berjalan santai dan membuka kunci yang terdapat di jendela itu, jika tidak bisa saja seseorang yang sedari tadi telah menunggu kesempatan itu akan menyerangnya. Satu-satunya cara adalah melakukan semua gerakan itu dengan cepat, memecahkan kaca dan menerobos keluar jendela itu sembari menjadikan kursi kerjanya sebagai tameng adalah satu-satunya cara yang terpikirkan dan cukup masuk akal baginya.      

     Sersan Hendrik terus menembaki pintu kamarnya itu guna menahan orang-orang yang terdapat di balik pintu itu agar tak menerobos masuk.      

     Dooor …      

     Dooor …     

      

     Dooor …      

     Sersan Hendrik terus menembaki pintu itu, ia tak berharap tembakannya itu akan mengenai target, yang ia inginkan hanyalah sedikit waktu dan peluang yang tercipta atas tindakannya itu.      

    Berhasil meraih kursi kerja miliknya sembari terus menembaki pintu itu, Sersan Hendrik terlebih dulu mengamankan jurnal milik Lissa beserta micro SD pemberian Monna, ia tak boleh meninggalkan kedua benda penting itu di sana begitu saja.      

    Sersan Hendrik menyelipkan jurnal milik Lissa pada masuk kedalam sebagian celana jeans yang ia kenakan, sedang micro SD itu segera ia kantongi dalam sakunya.      

     Setelah selesai dengan hal itu, Sersan Hendrik segera mengambil kursi kerja miliknya dan berlari, memecahkan kaca jendela kamarnya untuk merangsak keluar saat itu juga.      

     Benar saja, sesaat ia baru saja berhasil mengeluarkan dirinya dari kamar itu, Sersan Hendrik segera dihujani peluru oleh dua lelaki yang telah menunggu kesempatan itu sedari tadi, untungnya kursi yang ia jadikan tameng itu sangat membantunya.      

     Sersan Hendrik mendapatkan sebuah timah panas yang bersarang di kakinya, ia masih beruntung hanya mendapat luka itu dari sekian banyak peluru yang dihujamkan kepadanya.      

     Untungnya area di samping pekarangan kediamannya itu cukup rimbun, terdapat beberapa pohon saling berjejer yang dapat ia gunakan sebagai perlindungan dalam upaya pelariannya saat itu.      

     Sersan Hendrik terus berlari dengan luka di kakinya itu, ia segera memutar dari arah belakang kediamannya untuk menuju ke arah mobil pribadi yang terparkir tepat di depan kediamannya tersebut.      

     Tentu saja Sersan Hendrik terus saja menerima tembakan demi tembakan, namun beruntung ia tak lagi mendapati serangan itu mengenai tubuhnya hingga akhirnya ia berhasil masuk kedalam mobil dan segera melajukannya untuk pergi dari tempat itu. Setidaknya kini ia dapat melihat ada tiga orang berpakaian preman yang sedari tadi terus menyerangnya itu.      

     "Bajingan, apa-apaan ini!" maki Hendrik. Tentu saja serangan dari orang tak dikenal langsung pada kediamannya itu membuatnya tak habis pikir.      

     Sersan Hendrik tak lagi memperdulikan ke mana arah yang ia tuju, ia hanya melajukan mobil itu sejauh mungkin dari kediamannya yang kini telah menjadi tempat yang sangat berbahaya itu.      

******      

     Sersan Hendrik memarkirkan mobilnya tepat di depan sebuah rumah sakit yang berada di kota itu, tampak orang-orang yang menyerangnya itu tak lagi mengejar dan telah sepenuhnya kehilangan jejak darinya.      

      Sersan Hendrik segera meminta para petugas rumah sakit yang berada di sana untuk memberikan pertolongan pertama pada luka tembak yang ia terima. Jelas sebuah luka tembak bukanlah hal yang wajar untuk diderita warga sipil, oleh karena itu Sersan Hendrik segera mengeluarkan kartu Identitas kepolisiannya, lelaki itu tak ingin pihak rumah sakit terlalu banyak mempertanyakan perihal itu.      

     Kini ia tahu seberbahaya apa orang-orang dari organisasi itu. Ia bahkan baru saja mendapatkan kedua bukti pendukung itu beberapa waktu yang lalu, namun kini ia telah menjadi target orang-orang dari organisasi itu. Sersan Hendrik sangat yakin penyerangan itu tidak lain adalah ulah orang-orang dari organisasi yang menginginkan kedua bukti pendukung yang kini berada di tangannya itu.      

      "Mereka sangat gila, bagaimana bisa mereka tahu jika kedua benda ini kini telah berada di tanganku!" gumam Hendrik kesal.      

      Dari insiden itu kini Hendrik tahu jika para anggota organisasi itu sangat menginginkan kedua benda itu, dan Sersan Hendrik juga yakin jika tampaknya para anggota organisasi itu belum mengetahui apa isi dari kedua benda tersebut. Mereka hanya tahu jika itu adalah benda yang sangat penting, dengan begitu kemungkinan besar mereka juga belum mengetahui jika saat ini lokasi persembunyian mereka telah diketahui, sedang Hanna dan Davine kini sedang berusaha menyusup ke tempat itu. Setidaknya mereka tak akan memiliki persiapan lebih atas apa yang saat ini sedang Hanna dan Davine rencanakan. Menurut Sersan Hendrik waktu yang paling tepat dalam melakukan penggerebekan pada tempat persembunyian itu memanglah saat ini, selagi para anggota organisasi itu masih belum mengetahui jika keberadaan markas mereka telah diketahui.      

******      

     Hanna memasuki sebuah ruangan berisikan beberapa berkas yang tersusun rapi pada tiap-tiap lemari yang berada di sana. Tampaknya ruangan itu berisi beberapa catatan penting milik organisasi itu, namun Hanna tak punya waktu untuk memeriksanya, ia lebih memilih untuk segera menemukan di mana ruang utama yang berada di pabrik itu.      

     Saman halnya yang dilakukan oleh Davine, Hanna menggunakan jari telunjuk yang telah ia potong itu untuk membuka akses pintu yang terdapat di ruangan itu, dan apa yang ia cari ada di sana, pintu itu menghubungkan secara langsung ruangan itu pada ruang utama pabrik terbengkalai itu, dan benar saja, para anak-anak yang ia cari itu berada di sana.      

     Jalan yang Hanna tempuh memanglah sangat lancar, ia tak mendapati adanya orang-orang dari anggota itu yang mengejarnya, sedang ia juga telah merusak beberapa CCTV yang terpasang pada tiap-tiap ruangan yang telah ia lalui. Rasanya cukup aneh jika hingga saat ini pergerakannya belumlah diketahui.      

     Hanna segera meraih smartphone miliknya untuk merekam setiap aktivitas yang terjadi di dalam ruang utama pabrik itu. Tampaknya bukti valid yang ia inginkan akan segera ia dapatkan.      

     Baru saja Hanna membuka pintu itu, ia segera dikagetkan dengan seseorang yang rupanya telah menunggunya tepat di samping pintu tersebut. Hanna tersentak dan hampir saja menjatuhkan smartphone miliknya, untungnya reflek yang dimiliki lelaki itu cukup baik, membuatnya dapat menangkap smartphone miliknya sebelum benar-benar jatuh dan bisa saja rusak.      

     Hanna segera mengantongi kembali benda itu, sedang lelaki yang membuatnya terkejut itu hanya tampak tersenyum dan sedikit menertawakan Hanna.      

     "Aku tak menyangka kalian berhasil menemukan tempat persembunyian kami!" ujar lelaki itu.      

     "Kau memang sangat cerdas Hanna!" tambah lelaki itu.      

     Hanna segera memundurkan langkahnya dari lelaki itu, sedang handgun miliknya kini telah ia arahkan langsung kepada sang lelaki.      

     "Bagaimana bisa kau mengetahui namaku?" tanya Hanna. Tentu saja mendengar lelaki itu menyebutkan namanya membuat Hanna cukup terkejut.      

     "Tentu kami sudah mengawasimu sejak dulu. Kau adalah penyidik muda swasta yang cukup berprestasi!" jawab lelaki itu.      

"Apa aku salah?" tambah lelaki itu.     

     Hanna menatap tajam lelaki yang kini berada di hadapannya itu, jelas dia bukanlah seorang anggota biasa dari organisasi itu.      

     Hanna tahu jika setidaknya ada empat pemimpin yang memegang kendali atas empat divisi yang berbeda. Divisi pertama dipegang oleh Alvine yang merupakan saudara kembar dari Davine, sedang divisi dua dan tiga dipegang oleh Gustave dan Ferdinand, dan divisi terakhir adalah divisi khusus yang dipegang oleh Malvine yang merupakan kakak angkat dari Davine sendiri.      

     "Tampaknya kau bukanlah kroco dalam organisasi ini. Biar aku tebak siapa kau!" ujar Hanna.      

    "Kau pasti adalah Gustave!" tebak lelaki itu. Saat itu Hanna hanya ada dua pilihan, jika itu bukan Gustave maka lelaki itu pasti adalah Ferdinand, sedang ia telah melihat Malvine yang merupakan sang kakak angkat dari Davine sebelumnya. Beberapa saat yang lalu Davine menunjukan foto sang kakak agar Hanna dapat mengenalinya.      

    Lelaki itu segera tertawa sambil menepuk-nepuk tangannya.      

     "Kau sungguh hebat! puji lelaki itu.      

     "Kau bahkan bisa mengetahui siapa namaku!" tambah lelaki itu.      

     "Lalu apa lagi yang kau ketahui perihal kami!" kini nada bicara dan raut wajah lelaki itu berubah seketika. Gustave segera meraih sesuatu di balik ikat pinggangnya saat itu.      

     Dengan sangat cepat, Gustave segera melemparkan sebuah belati miliknya yang disembunyikan di balik ikat pinggangnya. Belati itu mengenai tepat pada handgun yang saat itu sedang Hanna acungkan, membuat Hanna menjatuhkan senjatanya sebab serangan tak terduga itu.      

     "Tampaknya kau telah mengetahui terlalu banyak tentang kami. Dengan sangat menyesal kau harus segera mati di tempat ini!" ujar Gustave dengan senyum lebar di bibirnya.      

     "Hanna, bagaimana keadaanmu?" tanya Devine lewat panggilan yang sedari tadi terus tersambung itu.      

     "Tidak cukup baik!" jawab Hanna. Seketika ia terpojok sebab serangan tiba-tiba itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.