Anak Angkat

Sekolah Menengah Pertama Part2



Sekolah Menengah Pertama Part2

0Anak lelaki berkacamata itu menyodorkan satu bungkus coklat berukuran sedang kepada Mesya.     

"Ini buat kamu," ucap anak lelaki itu.     

Mesya masih memandang wajah anak itu.     

"Kenapa melamun, kamu tidak suka dengan coklat ini?" tanya anak itu lagi.     

"Apa kamu, Romi?" tanya Mesya.     

Si anak lelaki berkacamata itu tersenyum manis.     

"Syukurlah, kamu masih ingat denganku," ujarnya.     

"Hah?! Jadi benar kamu Romi?!" Mesya terlihat syok sambil tersenyum, karna dia benar-benar tidak menyangka, jika dia bisa bertemu dengan salah satu teman satu panti asuhannya dulu.     

"Romi, kamu terlihat berbeda, badan kamu? Kaca mata?" Mesya pangling dengan perubahan penampilan Romi.     

Dulu Romi adalah anak lelaki bertubuh tambun yang suka makan dan sangat ceria, dan sekarang Romi sudah berubah drastis.     

Badanya terlihat lebih kurus.     

      

"Kenapa kamu bisa berubah seperti ini?" tanya Mesya sekali lagi, yang masih merasa tak percaya.     

"Ah, iya. Orang tua angkatku, menyuruhku agar aku mau diet ketat, mereka bilang, kalau kebanyakan makan dan kelebihan berat badan itu tidak sehat," jelas Romi.     

"Kaca mata?" tanya Mesya.     

"Oh, kacamata? Haha, kalau ini memang salah ku. Semenjak aku di adopsi, orang tua angkatku memberiku banyak fasilitas yang tak ada di panti, terutama vidio game, hampir setiap hari aku main game, meski mereka melarangku, dan memberiku batasan waktu. Tapi aku malah bermain secara diam-diam, lewat ponsel. Siang dan malam aku bermain game, hingga lupa waktu, dan akhirnya mataku menjadi rusak, jadi terpaksa aku menggunakan kacamata ini," jelas Romi.     

      

"Wah, aku senang sekali, bisa bertemu denganmu, Romi!" ucap Mesya sambil memeluk sahabat kecilnya itu.     

"Aku, juga, tapi kenapa kamu tidak mau menengok kami? Padahal semenjak kepergianmu dulu, kami sangat rindu?" tanya Romi.     

"Soal itu... sudah berkali-kali, aku memohon kepada orang tuaku, tapi mereka tidak mengabulkannya, bahkan mereka bilang kalau kalian sudah pindah," jelas Mesya.     

"Pindah?"     

"Iya, apa benar kalian pindah ke tempat yang jauh keluar kota?" tanya Mesya.     

"Tidak!" jawab Romi.     

"Terus?"     

"Yah, kami memang pindah tempat, tapi kami masih tinggal di seputaran kota Jakarta," jelas Romi.     

"Kenapa kalian pindah? Apa benar karna panti itu di gusur?"     

"Tidak, Mesya! Kami pindah bukan karna di gusur, tapi karna panti kami mengalami peristiwa  kebakaran besar," jelas Romi.     

"Apa?! Kebakaran?!" Mesya sangat syok mendengar.     

"Kenapa bisa terjadi kebakaran, Romi?!" tanya Mesya lagi.     

Gadis yang baru genap berusia 13 tahun itu tampak sangat kaget, dan tak tahan lagi mengeluarkan air matanya.     

"Kamu benar-benar tidak tahu, Mesya?"     

Mesya menggelengkan kepalanya. "Tidak, bahkan aku tidak tahu, kalau kalian mengalami musibah itu! Orang tuaku bilang kalian pindah karna di gusur!"     

"Kenapa, Tn. Charles dan Ny. Arumi yang baik hati itu berbohong padamu ya?"     

"Entalah, Romi, kenapa mereka bisa berbohong kepadaku ...," Kedua bola mata Mesya memerah dan bersiap menjatuhkna air mata.     

"Sudah, Mesya, berpikir positif saja, mungkin mereka tidak ingin melihatmu bersedih," ucap Romi yang mencoba menenangkan Mesya.     

Tapi meskipun begitu tentu saja, hati Mesya masih merasa tidak tenang.     

      

"Lalu, bagaimana keadaan, Bunda Lia dan yang lainnya?"     

"Entalah, saat aku diadopsi oleh orang tua angkatku, Bunda Lia, masih dirawat di rumah sakit,"     

"Di rumah sakit! Memangnya beliau sakit apa?!"     

"Bunda, mengalami luka bakar yang serius, karna menolong anak-anak panti yang terjebak dalam kebakaran itu," jelas Romi.     

      

"Ya Tuhan! Lalu sekarang Bunda ada di mana?!" tanya Mesya.     

"Entalah," Romi menggelengkan kepalanya. "Orang tuaku melarangku untuk menemuinya, bahkan mereka bilang, Bunda Lia, dibawa berobat keluar negeri oleh seorang donatur yang akhirnya menikahinya," jelas Romi.     

"Menikah? Hufft... syukurlah," Mesya sedikit lega mendengarnya.     

"Iya, tapi aku tidak tahu lagi kabar dari beliau," ujar Romi.     

      

Tak terasa mereka mengobrol panjang lebar, dan saling curhat kehidupan mereka selama tinggal bersama orang tua angkat mereka masing-masing.     

Hingga bel istirahat mulai berbunyi, dan suasana kantin itu kini berubah menjadi sangat ramai.     

      

Mereka menatap ke arah Romi, dan Mesya.     

Mereka terlihat sangat cemburu, karna Romi, yang terlihat biasa saja tapi bisa dekat dengan Mesya siswi yang sangat cantik dan tentunya dari kalangan keluarga yang sangat kaya raya.     

      

"Kenapa, mereka selalu melihatku seperti ini?" tanya Mesya.     

"Mereka bukan melihatmu, tapi melihatku," jawab Romi.     

"Kenapa?"     

"Karna aku terlihat akrab dengan mu, mereka merasa aneh kepadaku yang jelek ini bisa berdekatan dengan kamu yang sangat cantik"     

"Tapi, Rom—"     

"Sudah  Mesya, jangan pikirkan, aku sudah biasa di bully, bahkan ketika aku masih gemuk dulu," jelas Romi.     

Mesya hanya terdiam menatap Romi.     

"Coklatnya di makan dong," ujar Romi.     

Lalu Mesya melirik ke arah coklat yang ada di tangannya itu.     

"Oh, iya, aku lupa Mesya. Kalau sejak kecil kamu itu tidak suka coklat dan daging!" ucap Romi sambil tertawa renyah.     

"Ah, tidak, aku suka coklat kok!" ujar Mesya dengan tegas, sembari membuka kemasan coklat itu.     

"Kalau aku, justru harus menghindari yang manis-manis, orang tuaku bilang aku harus menjaga pola makan, dan  selain untuk kesehatan, mereka juga ingin agar aku terlihat lebih menarik, dan tidak di tindas lagi," jelas Romi.     

"Kamu kasihan sekali ya, Rom,"     

"Yah, begitulah, nasib orang jelek haha!"     

"Jangan begitu kamu gak jelek kok,"     

"Iya, hanya kurang ganteng saja, kan?! haha!"     

Dan Mesya pun turut tertawa melihat Romi yang tertawa.     

Akhirnya Mesya kembalikan bisa tertawa lepas, karna telah bertemu dengan Romi.     

Harusnya kalau Zahra bersekolah di sini, pasti Mesya sudah mengenalkan kepada Romi, tapi sayangnya Zahra bersekolah di tempat lain karna di sini orang tua Zahra tidak mampu membayarnya, bahkan meski sudah di bantu oleh keluarga Davies sekalipun, keadaan orang tua Zahra masih tidak membaik, karna orang tua Zahra sudah terlanjur memiliki banyak hutang, dan membuat rumah dan beberapa aset mereka di sita oleh bank, lalu mereka pindah entah kemana.     

Sebenarnya Mesya sudah mencari-cari sahabatnya itu dan sempat bertemu sebentar, tapi entah karna alasan apa, Zahra malah ketakutan melihat Mesya dan berlari menjauh. Seperti sedang melihat hantu saja.     

Dan hingga kini dia tak lagi tahu kabar sahabatnya itu.     

      

      

      

Melihat Mesya yang tampak asyik mengobrol dengan Romi, Arthur tampak biasa saja, dia hanya melirik dari kejauhan dengan tatapan meledak. Dia kembali asyik dengan teman-temannya.     

      

Lain halnya dengan David, dia hanya duduk sendiri, dan memandang wajah Mesya yang tampak semakin cantik karna sedang tersenyum.     

Tak terasa dari bibir David, juga mengukirkan sebuah senyuman.     

      

"David, kamu lihat apa?" tanya Salsa yang tiba-tiba muncul di belakangnya.     

Seketika David langsung menghentikan senyuman itu dan kembali dengan wajah dinginnya.     

Tapi Salsa sudah melihat senyuman David itu.     

Sebuah senyuman yang tak pernah dia lihat sebelumnya.     

      

'David tersenyum karna melihat gadis itu? Bukankah gadis itu adalah adiknya?' batin Salsa.     

Tentu saja hal itu membuat Salsa keheranan, bagaimana seorang adik yang membuat kakanya tersenyum dengan pandangan yang seakan-akan menyukainya lebih dari seorang adik.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.