Anak Angkat

Tanah Dan Bunga Kamboja



Tanah Dan Bunga Kamboja

0"Maaf ya, Mesya, aku tadi tidak bisa membantumu," ucap Romi dengan wajah penuh sesal.     

"Iya, Romi tidak masalah, lagi pula gadis seperti Juwita itu memang harus diberikan pelajaran," ucap Mesya.     

"Iya, sih tapi sekarang jadi kamu yang malah kena sial,"     

"Ah, soal itu memang iya, Juwita itu mirip ular berkepala dua, sangat pandai bersandiwara!"     

"Makanya, aku bilang tadi hilang apa! Kamu lebih baik diam saja, mungkin kalau kamu diam, kamu tidak akan mendapatkan masalah seperti ini,"     

"Memang iya, sih, maaf ya Romi, tapi semua sudah terlanjur,"     

"Iya, benar, Sya. Kalau begitu aku bantu mengepel sebelah sana ya?"     

"Ah, iya terima kasih, Romi,"     

"Sama-sama,"     

      

Diam-diam David melihat apa yang sedang di lakukan Mesya dan Romi di dalam  toilet, tapi dia tak mau mendekati, cukup melihat mereka berdua dari kejauhan.     

      

Tepak!     

Arthur menepuk pundak David     

"Kak David, sedang apa?" tanya Arthur.     

David langsung terkejut, wajahnya tampak memerah, namun dia tak menjawab apa pun.     

"Pasti sedang menanti senyuman dari Adik Cantik kita ya?" sindir Arthur.     

"Huufft ... aku mau ke kelas!" jawab David sambil berlalu pergi.     

Arthur melihat sang kaka dengan senyuman meledek.     

Sedangkan David semakin mempercepat langkahnya dan menjauh.     

"Dasar sok cuek!" Aku tahu yang ada di otakmu! Bodoh!" gumam Arthur.     

Kembali Arthur melihat kearah Mesya yang sedang mengepel lantai toilet.     

      

Dan tak lama datanglah Juwita menghampiri mereka berdua.     

Juwita tak datang sendirian  karna dia di temani oleh para teman-teman satu gengnya.     

"Hay! Semuanya, lihat! Mereka itu benar-benar sangat romantis ya!" ucap Juwita dengan suara yang lantang sehingga orang-orang melihat ke arahnya.     

"Sedang di hukum saja masih sanggup bermesraan di sini!" ujar Juwita lagi.     

Seketika Mesya membanting alat pelnya.     

Klontang!     

      

"Sudah cukup omong kosong mu itu, Juwita?" bentak Mesya.     

"Oppsss! Kamu marah ya?"     

"Diam! Atau aku akan mengepel mulut mu hingga bersih!" ancam Mesya.     

"Oh my God! Sungguh-sungguh menakutkan ya?" ledek Juwita.     

Gadis itu benar-benar sedang memancing amarah Mesya.     

Mesya kembali mengambil alat pel yang sempat dia lemparkan tadi, sepertinya Mesya benar-benar ingin memberi pelajaran kepada Juwita, namun Romi  berusaha untuk menghentikannya.     

      

"Jangan, Mesya! Jangan sampai kamu mendapatkan masalah lagi!" Ucap Romi.     

Dan perlahan Mesya menghentikan niatnya itu.     

      

Mesya sebenarnya bukan tipikal gadis yang pemarah, hanya saja dia sudah lelah di hina sejak kecil.     

Memang orang-orang yang telah menghinanya telah berakhir tragis, tapi meski begitu, Mesya tak mau terus di injak.     

Dia hanya seorang anak yatim piatu yang kebetulan di adopsi oleh orang tua yang sangat kaya-raya. Tapi bukan berarti dia di anggap sebagai anak yang tidak memiliki kelakuan baik.     

Dianggap tidak jelas asal-usulnya, bahkan sampai di bilang bukan gadis baik-baik.     

      

"Sudahlah, Mesya ... biarkan dan anggap tak ada siapa pun di sini," bisik Romi.     

Lalu Mesya tak lagi menghiraukan keberadaan Juwita dan para teman-temannya itu.     

"Wah, ucapan pacarnya benar-benar sangat berpengaruh ya, di telinga seorang Andrea Mesya!" ledek salah satu teman satu geng Juwita.     

"Tentu saja, mereka terlihat sangat manis, 'kan?" imbuh Juwita dengan tertawaan meledek.     

      

Arthur masih mengawasi mereka semua, dan melihat hal itu perlahan anak lelaki berwajah tampan namun terlihat selengean itu mendekat.     

"Kalian sedang apa?" tanya Arthur pelan sambil tersenyum.     

"Arthur Davies?!" ucap Juwita yang tampak terkejut.     

Dia tampak ketakutan, karna telah menggagu adik dari Arthur.     

"Apa kalian sedang mengganggu, Adik Cantikku?" tanya Arthur dengan santai.     

"Ti-tidak! Kami—"     

'Kalau Mesya memang benar-benar, adik dari Arthur pasti dia akan mengatakan ini semua kepada kakaknya,' batin Juwita.     

Mereka semua tampak terdiam, mereka takut melihat Arthur, karna Arthur itu memiliki banyak teman dan yang pasti dia itu adalah kaka kelas mereka, sebagai para adik kelas mereka tidak berani berbuat kurang ajar kepada yang lebih senior.     

Karna takut akan mendapatkan masalah besar, seperti yang sudah-sudah, banyak sekali kasus di sekolah ini tentang penindasan yang di lakukan para kakak kelas terhadap para adik kelasnya. Apalagi Arthur termasuk salah seorang yang sangat di takuti.     

      

"Mesya!" panggil Arthur.     

"Iya ada apa, Kak?" jawab Mesya seraya berjalan mendekat.     

"Sudah ku bilang kalau ada masalah jangan sungkan untuk memberitahuku," ucap Arthur pelan.     

"Ah, iya, Kak Arthur, maaf," Mesya menundukkan kepalanya.     

"Aku ingin bertanya, apa mereka sudah mengganggumu?" tanya Arthur lagi.     

Mesya terdiam sesaat dia takut sekali untuk mengatakan kejadian yang sesungguhnya.     

Sedangkan Juwita juga terlihat sangat ketakutan. Dia tak bisa membayangkan bagaimana jika Mesya mengatakan yang sesungguhnya.     

      

Tapi jawaban yang tak terduga keluar dari dalam mulut Mesya.     

"Tidak! Mereka itu tidak menggangguku, aku yang salah," jawab Mesya.     

Sementara Romi hanya terdiam dan menundukkan kepalanya di samping Mesya.     

"Ah, yang benar?" tanya Arthur.     

"Tentu saja, benar!" jawab Mesya dengan tegas.     

      

      

'Kenapa Mesya tidak mengatakan yang sebenarnya? Padahal dengan begitu, bukankah dia akan dengan mudah memberi pelajaran kepadaku?' batin Juwita yang bertanya-tanya.     

      

"Oh, jadi begitu?" Arthur melirik Juwita dengan senyuman sinis, dan seolah sedang mengisyaratkan sesuatu.     

"Kalau memang tidak ada yang mengganggumu, Kaka, pergi dulu. Dan jangan ragu untuk mengadu kalau masih ada yang berani mengganggumu," bisik Arthur.     

"I-iya, Kak!" jawab Mesya.     

      

Arthur berlalu pergi meninggalkan mereka semua, sedangkan Juwita menatap Mesya dengan penuh tanda tanya.     

Sebenarnya dia ingin betanya apa alasan, Mesya tidak mau mengatakan yang sesungguhnya terhadap Arthur.     

Namun bibirnya terasa keluh dan tak sanggup untuk bertanya, dia terlalu gengsi.     

      

      

"Sudah tidak ada urusan lagi, 'kan?" tanya Mesya kepada Juwita.     

Juwita  langsung menarik ujung kanan bibirnya, dan memandang Mesya dengan sinis.     

"Kalau begitu silakan pergi dari sini!" sergah Mesya.     

Juwita tak menjawabnya, dengan perasaan kesal dia meninggalkan Mesya.     

      

'Entah apa alasan dia melakukan hal ini, tapi aku tetap tidak akan tinggal diam' batin Juwita.     

      

Mesya merasa tidak enak, pikirannya terus terbayang hal buruk, dalam hati gadis manis itu terus berdoa agar tidak terjadi hal buruk terhadap Juwita.     

Meskipun Juwita sudah berbuat jahat sekalipun. Kalau hanya di dorong, atau di pukul dengan alat pel saja itu bukanlah suatu masalah yang besar. Tapi yang saat ini Mesya takutkan adalah kematian yang mengejar Juwita.     

      

      

      

      

      

Setelah jam bel masuk kembali terdengar, Juwita mulai masuk ke dalam kelasnya bersama-sama dengan teman-teman satu gengnya.     

Dia duduk di atas bangku seraya menarik tas miliknya.     

Dengan santai Juwita membuka isi tasnya, lalu gadis itu tiba-tiba terkejut dan berteriak dengan kencang. "BANGKAI TIKUS!" teriak Juwita.     

Dia melemparkan tas itu ke atas lantai, lalu dari dalam tas keluar banyak sekali tanah yang bercampur bunga Kamboja.     

      

      

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.