Anak Angkat

Gangguan Jiwa



Gangguan Jiwa

"Denias! Apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Marry.     

Siswa itu tampak ketakutan, dia meletakkan bangkai kucing itu ke lantai.     

      

"Kau itu gila ya?!" teriak Marry meledak-ledak.     

"Bagaimana bisa kau membunuh kucing-kucing itu? Kau seperti bukan seorang manusia!" cerca Marry.     

Gadis itu tampak sangat marah dengan seorang anak lelaki yang bernama Denias. Marry adalah seorang gadis pencinta binatang, khususnya binatang kucing, tentu saja melihat kejadian ini membuatnya merasa sangat marah dan bersedih.     

      

      

"Ma-Marry, ak-ak-u tidak melakukan ini semua! Bu-bukan aku pelakunya!" tukas Denias dengan wajah ketakutan dan suara terbata-bata.     

Denias adalah siswa SMA, yang satu kelas dengan Marry, dan entah ada urusan apa dia bisa berada di sini. Marry mengira jika Danias adalah pelaku pembunuh kucing-kucing itu.     

      

"Ayo, akui perbuatanmu! Aku akan membuat vidio tentangmu dan menyebarkan ke internet. Aku yakin kau akan mendapat protes keras dari para pencinta binatang, dan kau juga akan mendapatkan hukuman yang setimpal!" ancam Marry.     

      

Anak lelaki itu menunduk tak berani melihat wajah Marry, tubuhnya gemetar, dia takut jika Marry akan benar-benar memvideokan dirinya dan menyebarkan ke internet.     

      

      

"Marry, tolong jangan lakukan itu!" teriak Denias.     

"Tidak! Kejahatan harus segera terbongkar  termasuk kejahatan terhadap bintang sekalipun!" tegas Marry.     

"Tapi bukan aku pelakunya!"  sangkal Denias.     

"Tapi buktinya ada padamu, Den!"     

"I-ini bu-bukan aku!" ujar Denias dengan suara terbata-bata.     

      

Namun sayangnya Marry tidak percaya dengan ucapan Denias, karna bukti-bukti ada di tangan Denias.     

Ada banyak sekali darah di seragam sekolahnya, dan bahkan di wajahnya juga ada percikan darah.     

Bangkai kucing yang tadinya ada ia pegang adalah bukti yang terkuat.     

Marry kembali meraih ponsel dari dalam sakunya, dia hendak mengambil video  Denias yang tengah berada di tempat ini dengan darah-darah yang menempel di tumbuhnya.     

      

      

"Halo semuanya! Aku memberikan informasi penting tentang pelaku pembunuhan para kucing-kucing malang ini, dan aku harap kalian segera datang kemari secepatnya!" ujar Marry penuh semangat untuk memberitahu para followers di instagram.     

      

Denias tampak menutup wajahnya, meski dia seorang anak lelaki, dan Marry hanya perempuan, tapi Denias tidak berani melawan Marry.     

Dia terkenal sebagai siswa penakut di kelasnya.     

Bahkan dia juga di juluki dengan panggilan 'si Aneh' serta tak memiliki kawan karna dia yang tak pandai bergaul.     

      

Marry masih mengoceh di depan layar ponselnya.     

Dan membuat Denias merasa sangat kesal bercampur takut di buatnya.     

"Stop! Bukan aku pelakunya!" teriak Denias.     

"Jangan berteriak-teriak! Nanti orang-orang akan datang menghampirimu! Dan kau akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatanmu!" ancam Marry.     

      

Brak!     

Denias menendang kaki bangku lapuk yang ada di sebelahnya.     

"Sudah ku bilang jika bukan aku pelakunya!" teriak Denias dan kali ini sorot matanya begitu berbeda, tidak seperti Denias yang dia kenal dan selalu diam dan tanpa perlawanan meski sedang ditindas.     

      

Marry sendiri hampir tak yakin jika Danias pelakunya, karna rasanya hampir tak mungkin.     

Tapi kalau bukan dia lalu siapa membunuh kucing-kucing itu?     

Bukti-bukti terpaksa membuat Merry yakin  jika pelakunya memang Denias.     

Seperti halnya di film-film thriller psycopat yang pernah dia lihat, mereka yang memiliki gangguan jiwa terkadang tak jarang dari kalangan orang yang pendiam dan introvert.     

      

"Apakah, Denias, termasuknya?" Marry tetap tidak yakin.     

Entalah Marry begitu bingung dan mulai ketakutan,  di tambah lagi dengan melihat sorot mata Denias yang sangat berbeda ini.     

      

'Seorang dengan gangguan jiwa bisa berubah ekspresi setiap saat bukan?' batin Marry.     

Dan tentunya seseorang dengan gangguan jiwa juga bisa menyerangnya kapan saja. Atau bahkan membunuhnya.     

      

Marry meletakan ponselnya ke dalam saku dan hendak berlari tapi....     

      

Buak!     

Seseorang telah memukul kepalanya dari belakang.     

Denias kaget melihatnya. "Ar-thur ...."     

      

Arthur tersenyum tipis lalu  mendorong tubuh Marry dengan kakinya, hingga tubuh Marry menggelinding dan jatuh dari atas tangga.     

      

Glubuk! Glubuk!     

      

Danias terdiam ketakutan melihatnya.     

Tubuhnya begitu gemetaran tidak karuan. Dia menunduk lagi sembari menggigit-gigit kuku jari-jarinya.     

Lalu mulai terdengar suara para siswa dan siswi yang menuju lantai atas.     

Sepertinya mereka terkaget-kaget saat melihat Marry yang terjatuh dari tangga.     

      

"Asataga! Marry! Kau kenapa, Marry!"     

"Dia jatuh dari tangga!"     

"Jangan-jangan ada yang mendorongnya!"     

"Apa mungkin si pembunuh kucing-kucing itu?! Tadi aku melihat dalam livestreaming Marry, ada seorang anak laki-laki yang tengah menutup wajahnya sendiri, pasti dia pelakunya!"     

"Benarkah?! Ayo kita cari!"     

Sekumpulan para siswa dan siswi itu mulai manaiki tangga.     

Mereka adalah para teman sekaligus followers dari Marry.     

Mereka datang kemari karna melihat livestreaming dari Merry.     

      

      

Mereka semakin dekat dan membuat Denias semakin ketakutan lalu Arthur menarik tubuhnya dan mengajaknya berbunyi.     

      

      

Marry segera di larikan ke rumah sakit dibantu oleh para siswa dan sebagian dari mereka naik ke tangga atas.     

      

"Dimama orangnya?"     

"Mungkin dia sudah melarikan diri!"     

"Dasar, Pembunuh! Lihat ada banyak sekali bangkai kucing!"     

"Benar-benar biadab!"     

"Semoga polisi segera datang!"     

Setelah para siswa-siswi meninggalkan tempat itu, Arthur mengajak Denias keluar dari persembunyiannya.     

      

"Sudah aman, ayo keluar" perintah Arthur.     

Denias masih dengan tubuh gemetarnya, keringat dingin membanjiri seluruh tubuhnya.     

"Sekarang kau sudah aman! Tapi kalau mau aman lagi, kau harus ...."     

Denias mengangkat wajahnya dan kedua netranya membulat.     

Arthur tersenyum tipis kepadanya.     

"Kenapa kau melihatku begitu?" tanya Arthur.     

      

Denias begitu marah, dia lelah dipermainkan oleh Arthur.     

"Cukup! Jangan permainkan aku! Kau sudah membuat orang-orang mengira jika aku pembunuh kucing-kucing itu!" oceh Denias.     

Arthur mengernyitkan dadi mendengarnya, lalu perlahan-lahan dia mengembangkan bibirnya dan tertawa sejadi-jadinya.     

"EGM! HUAHAHAHA! HAHAHA! HAHAHA! HAHA!"     

"Hey! Kenapa kau malah menertawakan aku?! Apa ada yang lucu!?" teriak Denias.     

Nampaknya hari ini dia sudah membuang sifat penakutnya itu.     

Dia merasa takut atau tidak takut sama saja, Arthur adalah orang gila yang tak punya belas kasihan.     

Meski Denias mengiba sekali pun tidak akan menjauhkannya dari nasib buruk.     

 Arthur mencengkram leher Denias. "Apa kau juga ingin bernasib sama dengan para kucing-kucing itu?"     

"Ti-tidak!" sahut Denias.     

Sreak! Bluk!     

"Ampun, Arthur! Tolong lepaskan saya!"     

"Meski kau bisa lepas dariku, tapi nasibmu tetap tak akan baik!"     

 Arthur kembali mendekati Denias, lalu mencengkram kembali bagian lehernya seraya menyeringai.     

"Perlu kau tahu, hidup didunia ini hanya membuatmu sengsara. Maka pergilah ke surga saja atau mungkin ...."     

"Lep-pas, 'kan!"     

"Ah, maksudku mungkin neraka bukanlah tempat yang buruk bagimu,"     

Buak!     

"AHHHKK!"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.