Anak Angkat

Pengakuan David



Pengakuan David

0Arumi meninggalkan Mesya yang masih mematung dengan kedua bola mata berair.     

Arthur dan Charles juga pergi, hanya David yang masih tersisa, dia memandangi Mesya yang perlahan menghampiri Denias.     

"Ayo bangun, cepat pergi!" sergah Mesya.     

"Mesya, maafkan aku ... aku sudah salah paham kepadamu ...," ujar Denias.     

"Cepat pergi sekarang, Denias! Selamatkan dirimu!" sergah Mesya. Dia tak memperdulikan permintaan maaf Denias.     

"Akh ...." Denias perlahan bangkit meski tempat begitu kesulitan.     

Lalu David juga menghampirinya.     

"Sini, biar aku bantu," ujar David.     

Dia memapah tubuh Denias dan membawanya ke luar gerbang.     

Dia memanggilkan mobil taksi dan membayarnya, setelah itu membiarkan Denias pergi bersama mobil itu.     

"Terima kasih, David ...." Tukas Denias dengan lemas.     

David hanya mengangguk.     

Setelah itu mobil melaju meninggalkan kediaman keluarga Davies.     

David kembali masuk ke dalam gerbang.     

Dia menemui Mesya yang masih terdiam dengan wajah sedihnya.     

Gadis itu tak tahu harus berbuat apa?     

Satu-satunya yang harus ia lakukan hanya menuruti ucapan sang ibu angkat, kalau masih ingin Romi dan teman-temannya selamat.     

"Mesya ...," tukas David dengan lembut.     

Perlahan Mesya menoleh kearahnya.     

"Kak David, tidak pergi?" tanya Mesya.     

David menggelengkan kepalanya.     

"Kenapa?" tanya Mesya.     

"... karna aku ingin memastkan kalau kau baik-baik saja," jawab David.     

Mesya mengangkat wajahnya seraya menatap David dengan perasaan bingung.     

Mengapa David, masih berada di sini?     

Dan mengapa dia tidak meninggalkannya seperti yang lainnya?     

Apa mungkin sekarang David sudah tidak akan memasang topeng lagi?     

Entalah, dalam hati Mesya terus bertanya-tanya.     

"Kak, kenapa sekarang, Kak David, tidak memarahiku lagi?" tanya Mesya dengan wajah kembali menunduk. Masih belum tak yakin untuk menatapnya.     

David tak bergeming, pandangannya begitu sayu. Mungkin sudah saatnya untuk bersikap ramah terhadap Mesya.     

"Apa kau juga mengira aku sama dengan mereka?" tanya David kepada Mesya.     

Mesya mematung, dia mandang David lagi dengan tatapan bingung.     

"Maafkan aku, Mesya, mungkin selama ini aku sudah kasar kepadamu, dan berkali-kali pula aku menyuruhmu untuk meninggalkan keluarga ini. Semua sikapku itu bukan tanpa alasan. Dan inilah alasanku," tutur David.     

"Apa, Kak David, melakukan ini semua karna Kaka, tidak ingin melihatku seperti ini?" tanya Mesya memastikan, lalu David mengangguk lagi.     

"Benar, selama ini aku berusaha membencimu dan berkata kasar seperti ini, karna aku tidak mau kau menjadi seperti aku dan Arthur, serta Lizzy," pungkas David.     

"Lizzy?"     

"Iya,"     

"Maaf, memangnya apa yang sebenarnya terjadi dengan Lizzy?"     

"Lizzy ...."     

"Apa benar dia meninggal karna kecelakaan?"     

David menggelengkan kepalanya, "Tidak,"     

"Lantas?"     

"Huft ...." David menghela nafas lagi untuk menenangkan pikirannya sesaat, untuk mengumpulkan keberanian agar bisa bercerita dengan Mesya.     

Tapi nampaknya terlalu sulit, David akhirnya menyerah, dan menangis lagi.     

David melupakan segala kewibawaannya.     

Selama ini orang hanya melihat jika David adalah pria yang tampan dan menakutkan. Bahkan dia terkesan sangat sombong dengan sikap dinginnya.     

Tapi di balik sikap itu, terdapat luka yang begitu dalam.     

David adalah pria yang hidup dalam tekanan.     

Dia akan terus menangis dan merasa hancur jika mengingat Lizzy, si adik perempuannya yang sudah mati.     

Kepergian sang adik membuat hidupnya berubah drastis.     

Dia terpaksa harus menuruti perintah kedua orang tuanya.     

Menjadi penganut aliran sesaat dan menjadi seorang pembunuh.     

Hidupnya berbeda dengan manusia pada umumnya. Selain itu David juga harus menjaga jarak agar tidak ada yang menjadi korban dari keluarga.     

Sampai detik ini, David masih belum rela kehilangan Lizzy.     

Gadis kecil yang begitu dia sayangi, dan harus mati karna menjadi korban keserakahan dari pamannya.     

David terus menyalahkan dirinya sendiri, karna sudah gagal menjadi seorang Kakak yang baik.     

Namun apalah daya, bocah ingusan sepertinya, dahulu tak bisa berbuat apa-apa untuk melawan kebiadapan dari sang paman.     

Selamanya David hanya dihantui rasa bersalah dan rasa sedih membayangkan nasib sang adik.     

"Kak, aku tidak akan memaksa Kakak, untuk menceritakan semuanya, aku sudah tahu jika keluarga ini memang bukanlah keluarga normal, mungkin mereka adalah iblis yang hidup di antara manusia biasa. Dan Kak David, adalah manusia yang dipaksa menjadi seorang iblis," pungkas Mesya.     

Mesya menghapus air mata di wajah David. "Menangislah sepuasmu, Kak, jangan ragu jika ini bisa mengurangi bebanmu, meski hanya sedikit," tukas Mesya.     

David kembali memeluk Mesya.     

Masya mengusap pelan punggung David, "Aku tahu jika sikap dingin, Kak David, hanya sebuah kedok agar, Kakak, tidak menyakiti orang lain, Kak David, hanya ingin menjauh dari manusia lain, agar tak ada korban lebih banyak lagi. Aku mengerti Kak, dan maaf aku baru menyadarinya, jujur aku dulu sempat membencimu, karna kau tidak seramah Arthur, tapi sekarang aku sangat menyukaimu, karna hatimu jauh lebih baik dari, si Busuk Arthur," pungkas Mesya.     

Setelah merasa tenang, akhirnya David menceritakan semuanya kepada Mesya, termasuk menceritakan tentang kematian Lizzy yang dijadikan tumbal oleh keluarga dari pamannya.     

"Ibu hanya ingin, menghabisi keluarga pamanku karna dendam. Namun sayangnya dendam itu kini menjadi sikap serakah. Ibu ingin menjadi satu-satunya keluraga yang menjadi penerus dari keluarga leluhurnya," tutur David.     

Mereka belum beranjak dari halaman belakang rumah, mereka malah duduk berdua di sebuah kursi. Dua remaja itu sedang melupkan segala keluh kesahnya, masing-masing.     

"Terima kasih, Kak," tukas Mesya sambil tersenyum.     

"Terima kasih untuk apa?" tanya David.     

"Terima kasih, sekarang kau sudah mau menjadi Kakakku," tukas Mesya dengan senyuman manisnya.     

Seketika David memalingkan wajah.     

Dulu dia menjauhi Mesya karna dia tidak ingin Mesya bernasib sama dengan Lizzy.     

Setiap dia memandang wajah Mesya, dalam benaknya berubah menjadi wajah Lizzy.     

Tapi semakin lama dia mengenal Mesya, ternyata Lizzy dan Mesya itu tak sama.     

Perasaan sayang itu berbeda.     

Bahkan senyuman Mesya membuat jantung David berdebar lebih kencang lagi.     

Perasaan sayang itu bukan perasaan seorang kakak kepada adiknya.     

Tapi perasaan lain, perasaan cinta ...?     

Entalah ... David masih tak yakin ....     

Meski kenyataan hidup ini teralu pahit, bahkan lebih buruk dari ekspektasi, tapi Mesya merasa sedikit tenang. Akhirnya hubungannya dengan David sudah membaik.     

Kini dia tak merasa sendiri lagi di rumah ini.     

Setidaknya dia bisa bercerita dengan David akan keluh kesahnya.     

Tak seperti dulu, hidupnya terasa istimewa dengan kasih sayang palsu. Nyatanya hati Mesya tetap terasa hampa.     

Dan bahkan dia hanya seperti boneka yang hanya diam, serta menjadi anak penurut.     

Walau sampai saat ini dia juga masih tetap menjadi anak penurut bagi keluarga Davies.     

Dalam palung hati Mesya yang terdalam, berharap jika suatu saat nanti, dia dan David bisa terlepas dari cengkaraman keluarga Davies.     

"Ehem! Mau sampai kapan kalian berdua berada di sini?!" tanya Arumi yang tiba-tiba muncul.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.