Anak Angkat

Kesempatan Terakhir



Kesempatan Terakhir

1Kedatangan Arumi mengagetkan Mesya dan juga David.     

"Maaf, Ibu. Kami akan segera masuk saat ini juga," tukas David.     

Arumi tak menyahuti barang sepatah kata pun, dia hanya memandang dua anaknya itu.     

Perlahan David menggengam tangan Mesya dan mengajaknya masuk ke dalam.     

Arumi sebenernya sangat heran dengan sikap David saat ini, karna dulu dialah satu-satunya orang dalam keluarga Davies yang begitu kasar serta dingin terhadap Mesya.     

Tapi entah mengapa setelah pemberontakan yang dilakukan oleh Mesya tadi membuat David seakan luluh.     

Dia malah semakin memperhatikan Mesya.     

"Sebenarnya ada apa dengan David?" Arumi bergumam.     

Dia masih belum melepaskan pandangannya terhadap putra sulungnya yang kian melesat.     

Melihat David, membuatnya teringat dengan dirinya pada masa lalu.     

Dia hidup di dalam keluarga yang menganut aliran sesat. Memakan daging manusia dan membunuh adalah hal biasa bagi anggota keluarganya.     

Tapi di balik semua itu, Arumi begitu tertekan, dia ingin hidup normal layaknya manusia pada umumnya, hanya saja Arumi tidak bisa melakukannya.     

Sosoknya dulu yang begitu lemah membuatnya tak bisa menyelamatkan keluarganya dari sang Paman.     

Mungkin inilah yang membuatnya terus memaksa David untuk menjadi sosok yang sebagaimana mestinya.     

Meski Arumi paham betul jika David hanya ingin hidup normal layaknya manusia pada umumnya, tapi Arumi tetap terus memaksanya menjadi anak yang taat pada keluarga.     

"Anakku, David, tidak boleh menjadi manusia yang bodoh sepertiku dulu, dia harus menjadi anak yang patuh dan pemberani!" ucapanya penuh emosi, giginya gemertak. "Dan tentunya, David, juga harus menjadi pembunuh yang sesungguhnya!" Lalu Arumi menyeringai.     

Setelah itu barulah dia teringat dengan tawanan mereka yaitu, Denias.     

Dia baru menyadari jika Denias sudah tak ada di sini.     

"Heueh! Dasar, Anak-anak Bodoh!" umpat Arumi.     

Dan tanpa memberitahu siapa pun, dia langsung pergi meninggalkan rumahnya.     

Arumi menyetir mobil sendirian, dia hendak mendatangi kediaman Denias.     

Dia sudah tahu alamatnya, karna orang yang sudah menjadi tawanan dan menjadi target untuk dibunuh, semuanya sudah diketahui identitasnya.     

"Aku akan melihat dahulu apa yang akan dilakukan oleh anak itu," Pandangan menyipit mengarah jalanan menuju rumah Denias.     

"Aku heran kenapa mereka sangat bodoh? Aku membiarkan dia hidup itu hanya untuk beberapa hari saja, dia pikir aku akan membiarkan anak lelaki itu hidup selamanya hah?" Arumi berbicara sendiri. Dia terlihat begitu emosi.     

Dia tidak suka melihat Denias sudah pergi dari rumahnya.     

Memang dia tadi berjanji akan membiarkan Denias hidup asal Mesya mau menjadi anak yang penurut lagi, tapi dia tidak mau kalau Denias lepas begitu saja!     

Setidaknya dia harus membuat perjanjian kepada Arumi.     

Denias harus mau menutup mulut dan berjanji akan menutupi perintah keluarga Davies.     

Dan dengan David telah melepaskan Denias, bisa saja Denias akan mengadu kepada semua orang atau bahkan dia akan melaporkan ke pihak yang berwajib.     

Tentu saja hal ini akan mengusik keluarga Arumi.     

Akan sangat berbahaya jika berita ini sampai masuk ke media masa.     

Karna hal itu bisa didengar oleh keluarga Wijaya dan tentu saja keluarga itu tidak akan tinggal diam.     

Arumi belum siap melawan keluarga sang Paman, karna keluarganya belum cukup kuat.     

Tak ada seujung kuku dari lawannya.     

Mereka begitu kuat, Arumi akan menyerang disaat persiapannya sudah matang, dan di saat Mesya benar-benar sudah dewasa.     

Sambil mengendalikan mobilnya, Arumi menelpon para anak buahnya, agar mereka segera bersiap untuk membantunya menangkap Denias.     

Sebagian anak buah Arumi menuju rumah Denias, dan sebagai lagi ada di dekat kantor polisi untuk berjaga-jaga kalau Denias memang akan melaporkan keluarga Davies ke polisi.     

Dan benar saja, sesampainya Arumi di rumah Denias, tak ada tanda-tanda keberadaan Denias dan keluarganya.     

Para orang-orang suruhan Arumi juga baru saja datang.     

Perlahan dua pria berbadan kekar keluar dari dalam mobil sedan berwarna hitam.     

"Maaf, Nyonya, apa yang harus kami lakukan?" tanya salah seorang dari kedua pria itu.     

"Cari anak yang bernama Denias sampai ketemu, jangan sampai dia lapor ke Polisi!" ujar Arumi.     

Lalu salah seorang dari mereka berhasil menemukan Denias.     

Ternyata benar, dugaan Arumi jika Denias hendak melaporkannya ke pihak berwajib.     

Alih-alih berobat ke rumah sakit terlebih dahulu, tapi Denias malah pergi ke kantor Polisi di temani oleh sang paman.     

Untung saja para anak buah Arumi sudah menemukan mereka terlebih dahulu sebelum mereka sampai di tempat tujuan.     

Tanpa ragu Arumi dan para anak buahnya langsung meninggalkan rumah Denias, untuk menemui Denias, yang saat ini telah di sekap di tempat lain     

"Tak ada belas kasihan lagi, Denias harus mati hari ini!" ujar Arumi.     

Dia masih menyetir mobil mewahnya sendirian, sementara para anak buahnya juga mengendarai mobil dibelakangnya.     

Dan tak lama mereka sampai di sebuah tempat yang sudah menjadi tempa penyekapan terakhirnya bagi Denias.     

Di sebuah gedung kosong, yang letaknya tak jauh dari tepi danau.     

0

Arumi penuh percaya diri dan wajah sumeringahnya keluar dari dalam mobil, dia tak sabar untuk menghabisi Denias.     

Benar-benar tak ada ampun, mungkin kalau Denias mau menutup mulutnya, Arumi bisa saja membiarkan anak lelaki itu tetap hidup. Tapi karna Denias sudah berusaha untuk membongkar kejahatan keluarga Davies, tentu saja Arumi tidak akan mau tinggal diam.     

"Halo, kita bertemu lagi?" ucap Arumi.     

Denias mengangkat wajahnya sesaat lalu menunduk lagi, dia terlihat begitu ketakutan.     

"Bu Arumi?" ucap Denias gemetaran.     

"Iya!" Arumi menjawabnya dengan lantang, "jangan pikir aku sebodoh David dan juga Mesya!" sengut Arumi.     

Plak!     

Tanpa berbasa-basi Arumi menampar wajah anak lelaki berambut ikal itu. Arumi menyeringai, dia mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam tasnya.     

"Tolong, jangan bunuh kami, Bu ...." Denias memohon.     

"Maaf, kau sudah lancang ingin membongkar rahasia kami, jadi jangan salahkan aku jika aku akan membunuhmu," pungkas Arumi.     

"Hey! Nyonya, kenapa Anda tega sekali berbuat jahat kepada keponakanku ini! Apa salahnya?!" teriak Paman dari Denias, nampaknya pria itu tak terima dengan perbuatan Arumi terhadap keponakannya.     

Kedua netra Arumi menyirat kebencian kepada pria setengah tua yang ada di samping Denias. Arumi kembali membuka pisau lipatnya.     

"Ini adalah permintaan, Anda, maka saya akan membunuh Anda terlebih dahulu," ujar Arumi dengan senyuman tipis yang menyeramkan.     

Denias sudah menyesal dengan kesempatan kedua yang di berikan oleh David kepadanya, harusnya dia pergunakan dengan baik, yaitu pergi dari kota ini atau paling tidak membungkam mulutnya agar tak ada siapa pun yang tahu, tapi dia malah mengikuti ucapan sang paman agar melaporkan perbuatan ini ke polisi.     

Mungkin kesempatannya sudah habis, dan ini adalah hari penjemputan nyawanya dan sang paman.     

Denias langsung berlutut di hadapan Arumi.     

"Tolong, Bu Arumi, selamatkan kami, atau kalau memang kami harus mati, maka bunuhlah kami dengan cara yang tidak menyakitkan bagi kami," mohon Denias.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.