Anak Angkat

Pahlawan



Pahlawan

0"Halo, Kak David! Tolong, Mesya, Kak!" ujar Romi yang berbicara dengan David lewat telepon.     

[Memangnya ada apa dengan, Mesya?] tanya David.     

"Edo, menyekapnya di dalam gudang, Kak! Tolong kami!" jawab Romi.     

Tut...!     

Tanpa bertanya lagi David langsung menutup panggilan Romi.     

"Aduh, kenapa malah dimatikan? Bagaiamana kalau dia tidak datang?" ujar Romi yang benar-benar sangat panik.     

Dia segera mendekat kearah gudang, tapi Romi tak berani langsung mesuk ke dalam gudang itu. Dia bersembunyi di sisi tembok.     

***     

"Mesya, karna kau sudah berani mengatakan aku 'bodoh' maka aku akan membuatmu tahu betapa cerdasnya diriku!" ujar Edo.     

"Lepaskan aku, Dasar Bodoh!" teriak Mesya dan lagi-lagi dia mengeluarkan umpatan yang sama.     

'Plak!' Edo yang geram menampar wajah Mesya. "Sudah kubilang, jika aku bukanlah orang bodoh!" cantas Edo.     

"Bos! Kenapa malah menamparnya?!" tanya salah satu teman Edo.     

"Diam! Dia itu gadis yang tidak tahu diri, jadi biarkan saja dia merasakan tamparanku!" ujar Edo dengan kedua bola mata yang melotot tajam.     

"Ayo cepat lepaskan seluruh pakaiannya!" teriak Edo.     

"Hah?! Kita ini masih SMP, Bos? Kenapa kau—" protes teman yang satunya lagi, tapi Edo segera memotong pembicaraan anak itu.     

"Diam! Aku tidak akan melakukan hal itu di sini! Aku hanya butuh gambarnya untuk kusebar di internet!" tegas Edo.     

Lalu dua anak lelaki itu menuruti perintah dari Edo, mereka akan melucuti pakaian Mesya dan membiarkan Mesya telanjang bulat lalu setelah itu Edo akan mengambil gambarnya.     

"Lepaskan aku!" teriak Mesya.     

"Diam!" hardik salah satu teman Edo.     

Dan satu anak memegang kedua tangan Mesya yang satu anak lagi mulai membuka kancing baju Mesya.     

Tentu saja  butuh tenaga ekstra untuk melakukanya karena Mesya terus meronta-ronta.     

Romi yang tak tega melihat temannya dalam kesulitan,  dia pun memaksakan diri untuk keluar dari persembunyiannya, karna dia tidak mau kalau sampai Edo benar-benar akan menyebar vidio Mesya yang tanpa busana.     

Meski dia sangat ketakutan, dan sudah yakin jika dia akan kalah melawan mereka, tapi setidaknya Romi sudah berusaha.     

"Berhenti!" teriak Romi.     

Lalu mereka semua pun terdiam sesaat.     

"Wah, ada, Pahlawan rupanya!" ujar Edo sambil mendekat kearah Romi.     

"Kau ini cuman, Pencundang! Jadi jangan sok-sokan menjadi Pahlawan, segala!" ujar Edo dengan suara yang menahan geram.     

"Ayo lepaskan temanku!" teriak Romi lagi.     

'Plak!' Edo menampar wajah Romi dengan keras.     

"Dasar, Pencundang!" 'Duak!' Edo juga menendang perut Romi hingga tubuhnya terjengkang ke lantai.     

"Tolong! Jangan sakiti Romi!" teriak Mesya.     

Lalu Edo menghentikan sesaat kakinya yang sudah siap menendang Romi. Dia menoleh kearah Mesya.     

"Baik aku tidak akan menyakiti dia, tapi dengan satu syarat!" Edo tersenyum sinis kepada Mesya lagi.     

"Kau jangan melawan, sampai aku mendapatkan bahan untuk konten vidio-ku!" ujar Edo seraya menyeringai.     

Mau tak mau Mesya pun harus menurutinya, dia tak bisa meronta lagi, karna kalau sampai melawan, maka Romi yang akan dalam bahaya.  Mesya sangat kasihan terhadap Romi. Dia sudah cukup menderita dan kesulitan semenjak bertemu denganya.     

"Baik, tapi tolong jangan sakiti, Romi, aku mohon," pinta Mesya.     

"Ayo, cepat lakukan perintahku tadi, dia sudah tidak akan melawan, Kalian!" ujar Edo kepada dua temannya.     

Mesya kembali terdiam saat satu anak lelaki kembali melepaskan kancing bajunya, dan yang satunya lagi mencoba melepas ikat pinggang milik Mesya, dan mereka melakukan dengan santai, karna mereka sudah tahu jika Mesya tidak akan melawan mereka.     

Tapi di sinilah Mesya menemukan kelemahan mereka.     

Ada sedikit celah ketika mereka lengah seperti ini.     

'Duak!'     

'Duak!' Mesya menendang kaki kedua anak laki-laki itu secara bergantian, hingga mereka pun terjatuh.     

Lalu Mesya meraih sebuah potongan  balok kayu yang dapat ia gunakan untuk menyerang Edo.     

'Duak!' Mesya berhasil memukul kepala Edo, lalu dia menarik tangan Romi dan mengajaknya keluar dari dalam gudang itu sekarang.     

"Ayo cepat pergi, Romi!" sergah Mesya.     

Tapi Edo tak membiarkan Mesya pergi begitu saja.     

Meski kepalanya masih terasa sangat sakit, tapi dia tetap berusaha untuk menarik tangan Mesya.     

"Mau kemana kau!" teriak  Edo.     

"Ah, sial!" umpat Mesya, sambil berusaha melepaskan tangan Edo.     

"Lepaskan aku, Bodoh!" teriak Mesya, dan dia kembali menyerang Edo, tapi kali ini dia hanya menggunakan tendangan kaki saja.     

"Rasakan ini!"     

'Duak!' Mesya berhasil mendaratkan kakinya di bagian perut Edo.     

"Ah Sial! Dasar, Gadis Gila!" umpatnya kepada Mesya.     

Edo kembali bangkit dan sudah bersiap untuk menyerang Mesya lagi. Edo meraih balok kayu yang tergeletak, benda yang sempat digunakan oleh Mesya untuk menyerangnya tadi.     

"Rasakan ini!" teriak Edo, sambil melemparkan balok kayu itu kearah Mesya, tapi Mesya berhasil menghindar, dan justru balok kayu itu mendarat di tangan David.     

"David," tukas Edo dengan wajah yang mulai ketakutan.     

Sedangkan Mesya dan Romi yang juga sedang ketakutan, mereka saling berpelukan.     

"Romi, bagaimana ini, Rom?" tanya Mesya dengan nafas yang tersengal-sengal.     

"Entalah, Mesya, apa pun yang terjadi hari ini kepada ketiga, Anak Nakal, itu sudah di luar kendali kita," ujar Romi.     

Sedangkan David yang sejak tadi sudah terbakar Emosi itu langsung memukulkan balok kayu itu ke bagian kepala Edo.     

'Duak!'     

Dalam sekejap kilap, Edo langsung terjatuh dengan kepala bercucuran darah.     

Dua teman Edo tampak ketakutan, nyali mereka mendadak menciut dan tak ada keberanian sedikit pun untuk melawan David.     

"Kalau kalian masih ingin selamat! Kalian pergi dan anggap tidak terjadi apapun sekarang!" ujar David dengan sorot mata yang penuh amarah.     

Mereka berdua mengangguk dengan kompak.     

"Baik, Kak David, kami tidak akan mengadu dengan siapa pun, tapi bagaiamana dengan Edo?" tanya mereka yang khawatir.     

Lalu David mendengus berat setelah itu kembali menunjukkan tatapan yang menakutkan kearah dua anak lelaki itu.     

"Jangan pikirkan dia! Atau kalian akan memiliki nasib yang sama seperti dia!" ujar David.     

"Tap, Kak! Bagimana jika anak ini mati?" tanya salah satu pemuda dari dua lelaki itu.     

"Kalau memang dia mati, berarti memang sudah takdirnya, toh ini semua juga memang salahnya!" jawab David ketus.     

Dua anak lelaki itu masih berdiri dengan wajah yang bingung.     

Sebenarnya mereka tak terima dengan kekalahan Edo, dan mereka juga ingin melawan David tapi mereka tak ada kuasa untuk melawannya.     

Terlebih David adalah putra sulung dari keluarga Davies, yang terkenal sangat kaya raya, mereka tidak mau ambil resiko jika melawan konglomerat yang memiliki banyak uang, karna dengan uang mereka bisa melakukan apa saja, tentu saja dua anak lelaki itu tak mau kalau sampai mereka mendapat nasib buruk karna sudah berurusan dengan keluarga Davies.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.